Sumber :
- Foe Peace Simbolon/VIVA.co.id
VIVA.co.id
- Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSPBB), hari ini, Selasa, 17 November 2015 menggugat PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II). Gugatan yang diajukan, terkait perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) kepada Hutchison Port Holdings Limited.
Arief Poyuono, selaku ketua umum FSPBB dan sebagai penggugat mengatakan bahwa ada tindakan melawan hukum yang dilakukan pihak Pelindo II, khususnya Richard Joost Lino (RJ. Lino) selaku direktur utama.
Baca Juga :
RJ Lino Lolos Jeratan 'Jumat Keramat' KPK
Baca Juga :
RJ Lino Penuhi Panggilan 'Jumat Keramat' KPK
Baca Juga :
RJ Lino Siap Hadapi 'Jumat Keramat' KPK
"Kontrak itu habis setiap 20 tahun, baru diperpanjang melalui proses tender, tapi ini tidak melalui proses itu," tuturnya.
Arief melanjutkan, ada perpanjangan kontrak tanpa proses tender, yang mengakibatkan negara dirugikan sebesar Rp41 triliun selama satu tahun. Apalagi, mereka hanya menyewa US$10 juta untuk 20 tahun.
"Harusnya lebih dari itu, untuk bangun pelabuhan saja Rp2 triliun
enggak
cukup. Keuntungan dari JICT bisa Rp4 triliun lebih, satu-satunya di Jakarta, keluar masuknya barang untuk ekspor dan impor yang akan masuk keuntungannya bertambah terus seharusnya. Ini negara dirugikan," dia menceritakan.
Pria yang mengaku memprakarsai gugatan warga negara
(citizen law suit)
ini menegaskan, demi menyelamatkan aset bangsa, Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu tidak akan berdamai dengan pihak tergugat, PT Pelindo II dan Hutchison Port Holdings Limited yang berkedudukan di terminal 4 Container Port Road South Kwai Xhung, Hong Kong.
"Demi menyelamatkan aset bangsa kami tidak akan berdamai," katanya.
Pada Selasa, 17 November 2015, merupakan sidang pertama pengajuan gugatan oleh FSPBB di PN Jakpus. Namun, sidang perdana tersebut harus diundur, hingga 1 Desember 2015 lantaran pihak tergugat belum melengkapi persyaratan.
Halaman Selanjutnya
Arief melanjutkan, ada perpanjangan kontrak tanpa proses tender, yang mengakibatkan negara dirugikan sebesar Rp41 triliun selama satu tahun. Apalagi, mereka hanya menyewa US$10 juta untuk 20 tahun.