Kepala Bappenas Jelaskan Skema Baru Hitung Pajak Tanah

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro.
Sumber :
  • ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

VIVA.co.id - Pemerintah akan memberlakukan sistem baru dalam pengenaan pajak transaksi pembelian dan penjualan tanah. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, mengungkapkan, jika sebelumnya hal itu menggunakan acuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), ke depannya diubah menggunakan skema capital gain tax alias pajak keuntungan jual beli.

Mardiono: Pemerintah Fokus Rumuskan Kebijakan yang Berpihak ke UMKM

Langkah itu diambil pemerintah, kata Bambang, karena selama ini banyak penjual atau pembeli tanah yang melaporkan pajak, yang nilainya tidak sesuai nilai transaksi sebenarnya.

"Khawatirnya, saat jual-beli tanah, yang dilaporkan ke pajak itu bukan nilai jual yang sebenarnya, tapi sekecil mungkin. Dasarnya hanya transaksi. Kalau capital gain, maka dia harus bayar sesuai dengan harga yang sebenarnya. Supaya dia sendiri enggak rugi nantinya," kata Bambang di di Jakarta pada Kamis, 2 Februari 2017.

Moeldoko Sebut Anak Muda Harus Paham Tata Kelola Negara

Mantan Menteri Keuangan itu menjelaskan, skema pemberlakuan capital gain itu dengan menerapkan penambahan pembayaran pajak, sesuai kenaikan harga tanah yang menjadi objek pajak. Sederhananya, pajak akan dihitung dari selisih harga pembelian dengan harga saat dijual.

"Jadi, misalnya, kamu punya tanah senilai Rp1juta per meter persegi, kamu diamkan lima tahun, kemudian kamu jual saat harganya sudah Rp10 juta per meter persegi. Maka pajak yang dibayarkan adalah dari kenaikan harga tersebut, itulah capital gain. Jadi yang dibayarkan nilai ketika menjual dengan melihat selisihnya," kata Bambang.

Dianggap Merugikan Israel, Netanyahu Bredel Kantor Berita Al Jazeera

Menurut Bambang, dengan penggunaan skema NJOP selama ini, ada kecenderungan pajak transaksi yang dibayar oleh pembeli maupun penjual tanah menjadi lebih rendah dari pajak yang seharusnya dibayar dari nilai transaksi sebenarnya.

Dia pun berharap, hal semacam itu bisa segera ditangani melalui penerapan pajak dengan skema capital gain tax. "Oleh karenanya, pemerintah akan memberlakukan kebijakan disinsentif melalui unutilized asset tax untuk mencegah spekulasi tanah maupun pembangunan properti yang tidak dimanfaatkan," ujarnya. (ren)

Ilustrasi utang.

Utang Pemerintah Maret 2024 Turun Jadi Rp 8.262 Triliun, Begini Rinciannya

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, jumlah utang Pemerintah per akhir Maret 2024 sebesar Rp 8.262,10 triliun.

img_title
VIVA.co.id
7 Mei 2024