- REUTERS/Henry Romero
VIVA.co.id - Keputusan manajer Arsenal Arsene Wenger untuk kembali memainkan kiper asal Colombia, David Ospina dalam pertandingan melawan Olympiacos, harus dibayar mahal dengan terancam pupusnya harapan tim di Liga Champions.
Dilansir dari Mirror, Rabu, 30 September 2015, Arsenal kalah 2-3 di Emirates Stadium, setelah kalah dari Dinamo Zagreb dalam pertandingan pertama Liga Champions, ketika Wenger juga lebih memilih Ospina daripada Petr Cech.
Penampilan horor Ospina disebut lantaran keputusan sia-sia Wenger, yang bersikeras tidak memainkan Petr Cech hanya untuk mengedepankan egonya, tanpa didasari perhitungan matang terkait kemampuan dan kondisi pemain.
Ospina membuat kesalahan fatal yang berakibat gawangnya kebobolan, dianggap bukan sepenuhnya salah Ospina, karena Wenger memainkan kiper yang tidak tampil reguler untuk pertandingan penting.
Wenger salah jika menganggap Olympiakos tim kecil, yang tidak perlu dianggap serius, sehingga bisa menggunakan pemain-pemain pelapis, ketika mereka sangat membutuhkan kemenangan di Liga Champions.
Bayern Munich adalah ancaman terbesar Arsenal di Grup F. Raksasa Jerman itu mengandaskan the Gunners dari fase grup musim lalu, dan Wenger butuh keajaiban untuk dapat mengalahkan mereka.
Dua lawan yang mempermalukan Arsenal, Zagreb dibantai Munich 5-0 dan Olympiacos 3-0, sehingga diatas kertas tidak ada harapan bagi Arsenal untuk mengalahkan Munich, sehingga Arsenal terancam mendapat dua kekalahan tambahan.
Kesalahan Ospina pada menit ke-40, menjadi hadiah bagi Olympiacos. Sementara para pemain Arsenal lainnya juga tidak memperlihatkan mental yang kuat, tampak frustasi menghadapi Olympiacos yang ternyata tidak tampil bertahan.
Juara Yunani itu memperlihatkan mereka datang ke London untuk menang. Permainan agresif Olympiacos, membuat mereka beberapa kali terbuka tapi tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh Arsenal.
(mus)
5 Klub Sepakbola yang Sering Tampil di Final Liga Champions, Real Madrid Teratas?
Liga Champions, turnamen sepakbola paling bergengsi di Eropa, menjadi mimpinya para klub elite
