- Science News
VIVA – Pasukan keamanan siber Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO’s cybersecurity arm) menggelar simulasi untuk menghadapi serangan peretas atau hacker yang bertujuan mengacaukan penyelenggaraan pemilu selama empat hari.
Latihan mulai dilakukan pada Selasa hari ini, 9 April 2019 di Berylia, sebuah negara fiktif bentukan NATO. Mengutip situs fifthdomain, skenario ini menempatkan Berylia dalam 'situasi keamanan yang memburuk' ketika seluruh warga pergi ke tempat pemungutan suara.
Aktor atau dalang yang bermusuhan dengan Berylia meluncurkan serangan terkoordinasi terhadap infrastruktur komunikasi sipil negara tersebut, yang menyebabkan gangguan pada sistem pemurnian air, jaringan listrik, jaringan keselamatan publik 4G serta layanan penting lainnya.
Alhasil, kerusuhan sipil langsung menyebar secara masif ketika serangan itu memuntahkan persepsi publik tentang hasil pemilu.
Latihan yang dijuluki 'Locked Shields 2019' ini melibatkan lebih dari seribu pakar keamanan siber yang dikoordinasikan dari ibu kota Estonia, Tallinn, oleh Pusat Pertahanan Siber NATO.
Latihan ini juga melibatkan militer Estonia, Finlandia, Amerika Serikat, serta Lembaga Penelitian Keamanan Nasional Korea Selatan.
Simulasi tersebut dilakukan menyusul serangkaian serangan siber terhadap sektor keuangan dan pusat jaringan komunikasi Estonia pada 2007.
Atas kejadian itu, Estonia langsung menuding Rusia sebagai biang keladi atas serangan tersebut. Tuduhan ini langsung dibantah Moskow.
Bekas negara Uni Soviet ini diketahui tumbuh menjadi negara dengan kekuatan keamanan siber terkemuka di tubuh NATO. (ann)