-
VIVA – Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia atau Mastel, Kristiono, mendukung penuh pengaturan kewajiban kerja sama Over The Top (OTT) asing atau global dengan operator telekomunikasi nasional melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Postelsiar, turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi maupun PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi memang belum mengatur secara spesifik model bisnis OTT asing di Indonesia, menurut Kristiono.
Baca: Bicara Jaringan 5G, Indonesia Bisa Tiru Singapura
"Karena saat itu memang belum ada OTT. Inilah sekarang kesempatan dan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menegaskannya dalam draft RPP Postelsiar, sehingga semua OTT global harus patuh," tegas dia, Sabtu, 30 Januari 2021.
Padahal, Kristiono melanjutkan, sesuai definisi telekomunikasi dalam UU Nomor 36 Tahun 1999 bahwa OTT asing termasuk dalam pengertian jasa telekomunikasi. Dengan begitu, penyelenggara OTT global dapat dikategorikan sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi yang wajib bekerja sama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Dengan adanya PP yang mengatur model bisnis OTT asing, Kristiono menyebut pemerintah telah menegakkan kedaulatan negara di ranah siber atau digital. Terlebih, OTT global sudah menikmati sangat banyak manfaat ekonomi dari penggunanya yang sangat banyak di Indonesia, tanpa berkontribusi kepada negara.