Kejahatan Ransomware Tahun Lalu Angkanya Mengejutkan

Tampilan serangan ransomware Petya.
Sumber :
  • Hothardware

VIVA – Kriptografi dikenal sebagai mata uang kripto seperti bitcoin. Mata uang ini mempunyai sistem yang rumit dan membingungkan serta sangat berbeda dengan sistem keuangan mata uang konvensional yang dikontrol oleh bank sentral.

2 Sektor di Indonesia Jadi Sasaran Empuk Ransomware, Temuan Unit 42

Sistem ini juga sebenarnya kerap ditemukan dalam kehidupan kita sehari-hari, mengatur aplikasi seperti Facebook, Whatsapp, Zoom hingga internet banking untuk melindungi data penggunanya.

Aplikasi-aplikasi tersebut diakses menggunakan piranti keras komputer dan ponsel pintar yang melakukan kalkulasi komputer untuk melakukan proses kriptografi.

Eks Anak Buah SYL Ungkap BPK Minta Uang Terbitkan WTP Kementan, KPK Diminta Lakukan Ini

Namun keampuhan sistem ini ternyata dimanfaatkan oleh kriminal untuk aktivitas jahat. Karena sangat sulit memecahkan enkripsi kriptografi, peretas menggunakan metode ini untuk mengunci data sistem komputer korbannya dengan program ransomware, di mana hanya pembuat ransomware yang memiliki kunci untuk membuka datanya. 

Pada awal kemunculan program ransomware ini, praktisi sekuriti masih bisa mencari kelemahannya karena program yang baru diciptakan biasanya mengandung banyak kelemahan dan cacat. Namun ransomware saat ini semakin sulit dicari kelemahannya. 

Direktorat Kementan Kumpulkan Rp 1 Miliar Biayai SYL Kunker ke Arab Saudi Sekalian Umrah

Menurut pantauan Vaksincom, ransomware yang menyebar di tahun 2020 sudah mencapai tingkat yang sangat sulit dicari cacat atau kelemahannya, sehingga satu-satunya jalan untuk mengembalikan data yang telah di enkripsi ransomware adalah membayar uang tebusan. 

"Pembayaran uang tebusan itu dilakukan menggunakan sarana uang kripto seperti bitcoin yang secara teknis sangat sulit di lacak," ujar Alfons Tanujaya dalam keterangan resmi, Minggu 25 April 2021.

Tahun lalu telah terjadi ledakan ransomware. Dibandingkan jumlah tebusan ransomware di tahun 2019 yang ada di bawah US$ 100 juta, tahun 2020 lonjakan pembayaran tebusan ransomware sebanyak US$350 juta atau sekitar Rp5 triliun.

"Menurut Chainanalysis angka ini hanya yang dilaporkan saja, dan kenyataannya jauh lebih besar karena banyak perusahaan yang menjadi korban ransomware dan membayar uang tebusan namun tidak mengungkapkan informasinya," imbuh Alfons.

Kejahatan ini menyumbang 7 persen dari seluruh transaksi mata uang kripto yang digunakan untuk aktivitas kejahatan di tahun kemarin. Angka tersebut juga terus mengalami peningkatan yang signifikan. 

Empat ransomware terbesar di tahun 2020 asalah Maze, Agregor, SunCrypt dan Doppelpaymer. Mereka memiliki hubungan erat berdasarkan analisa waktu aktif, kode ransomware dan analisa alur blockchain yang digunakan untuk menerima pembayaran ke empat ransomware tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya