Logo DW

Ada Perempuan Indonesia di Balik Kesuksesan Perusahaan Software Dunia

Irma Kasri.
Irma Kasri.
Sumber :
  • dw

Selain itu dia kerap berurusan dengan orang baru dari banyak negara karena salah satu tugasnya adalah membimbing orang yang magang. Jadi cara pendekatan dengan orang baru harus terus-menerus dipoles. “Ngomong sama orang Inggris beda, sama orang Jerman beda, sama orang Afrika beda lagi.” Jadi harus bisa mengerti perbedaan kebudayaan yang bisa menguntungkan “positioning” di pekerjaan, demikian dijelaskan Irma.

Kalau dalam kehidupan sehari-hari, tantangannya adalah bahasa Jerman, karena masih kurang lancar. Terutama jika kebetulan berkomunikasi dengan orang lanjut usia “yang dialek Jermannya kentel,” kata Irma sambal tertawa. Tapi kota Heidelberg, tempat Irma bermukim, bersifat cukup internasional dan warganya terbiasa bersikap terbuka, mengingat dulu di kota itu ada markas tentara AS, dan kota itu juga menerima sekitar 10.000 pengungsi Suriah ketika gelombang pengungsi datang di tahun 2015. Jadi di kota itu cukup ramah bagi pengguna Bahasa Inggris.

Harus belajar menghargai diri sendiri

Pelajaran terbesar yang diperoleh Irma sejak tinggal di Jerman adalah: menjadi dan menghargai diri sendiri. Karena orang Indonesia tentu minoritas di Jerman. Selain itu, ia jadi menyadari bahwa orang Jerman banyak yang bersikap sangat terbuka dan tidak dingin seperti “stereotype” yang sering disebut terhadap orang Jerman. Ia bercerita, ketika datang pertama kali di Jerman, ia tinggal bersama “oma-opa” berusia 70-an yang tidak bisa bahasa Inggris, sedangkan dia tidak bisa bahasa Jerman. Tapi dia diterima dan diajak ikut aktivitas mereka, misalnya kumpul-kumpul dengan “oma-oma” yang lain.

Ketika bekerja di bidang “human resource” dia juga mendapat pelatihan tentang perbedaan kebudayaan. Di situ, Irma sudah belajar, bahwa jika baru kenal, orang Jerman rasanya seperti dingin, tapi jika sudah kenal, mereka jadi “friends for life”, dan itu benar, kata Irma. Selain itu, cara berpakaian Irma yang sudah merepresentasikan bukan saja orang Indonesia, melainkan agamanya, juga sangat membantu dia untuk percaya diri.

Ia ingin menunjukkan bahwa “pekerjaan itu tidak tergantung pada lu dari mana, dari ‘culture’ apa, atau agama apa. Kalo lu bisa kerja, ya bisa kerja aja. Dan ‘at the end’ setiap orang itu otentik.” Jadi pelajaran terbesar yang Irma dapat di Jerman: “Kalau saya bisa menghargai diri saya sendiri, orang lain juga bisa menghargai diri saya.” Hidup di mana saja pasti ada tantangannya. Tapi Irma percaya, kalau kita baik terhadap orang lain, orang lain juga akan baik kepada kita. Saran Irma untuk orang-orang yang ingin bekerja di Jerman: “Ya coba aja!” (yp)