Ternyata Ini Hukum Meluruskan Rambut dalam Islam

Ilustrasi rambut/wanita.
Sumber :
  • Freepik/master1305

VIVA – Setiap orang memang memiliki rambut yang unik dan menarik. Ada yang lahir dengan rambut lurus, ada juga yang terlahir dengan rambut keriting, bergelombang, atau keribo.

PKB Perkuat Politik Islam dalam Pemerintahan Prabowo-Gibran, Menurut Pengamat

Ada yang terlahir rambut lurus, inginnya di keriting. Ada yang terlahir dengan rambut keriting, ingin diluruskan. Hal ini bisa terjadi kepada siapa saja, baik yang muda ataupun yang sudah tua.

Lantas, bagaimana hukum meluruskan rambut atau rebonding? Yuk simak informasi selengkapnya berikut ini, yang dikutip dari NU Online.

Geger Seorang Ulama Pesohor Kritik Nabi Muhammad

Hukum meluruskan rambut

Ilustrasi mencatok rambut

Photo :
  • Pixabay
Mengenal Agama Sikh, Keyakinan yang Dianut Bunga Zainal dan Anak-anaknya

Hukum meluruskan rambut sebagaimana yang sudah lumrah dan menjadi tren di berbagai tempat tidak diperbolehkan dalam Islam, baik bagi laki-laki maupun perempuan. 

Hal ini karena terdapat dua alasan yang akan terjadi setelah melakukan rebonding, yaitu (1) tadlis (tindakan yang bisa menipu orang lain atau menyembunyikan kondisi yang sebenarnya); dan (2) karena termasuk dalam kategori taghyiru al-khalqi (merubah ciptaan).

Pendapat di atas sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Hajar al-Haitami (wafat 974 H) dalam salah satu karyanya, dengan mengutip pendapat Imam at-Thabari, yaitu:

Berkata Imam at-Thabari: Tidak diperbolehkan bagi wanita mengubah sedikit pun dari yang bentuk aslinya yang telah Allah ciptakan kepadanya, baik dengan menambah ataupun mengurangi, dengan tujuan untuk menginginkan keindahan (kecantikan pada dirinya), baik pada suami atau yang lainnya, seperti orang yang rambutnya pendek atau sedikit kemudian memanjangkannya atau melebatkannya dengan rambut orang lain. Semua itu masuk dalam kategori larangan, yaitu bagian dari merubah ciptaan Allah.” (Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1379), juz X, halaman 377).

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh ulama ahli fiqih mazhab Maliki asal Maroko, Syekh Fadhil asy-Syabihi, dalam salah satu karyanya mengatakan,

Tidak diperbolehkan bagi wanita merubah sedikit pun dari yang diciptakan kepadanya, baik dengan menambah atau menguranginya, dengan tujuan menghias kepada suami atau selainnya, karena semua itu termasuk merubah ciptaan Allah, yang menjadi perantara untuk melakukan sesuatu yang dilarang darinya.” (Syekh Fadhil, al-Fajrus Sathi’ ‘ala as-Shahihil Jami’, [Maktabah ar-Rusd: tt], juz VIII, halaman 154).

Ilustrasi rambut.

Photo :
  • Freepik/master1305

Beberapa penjelasan para ulama perihal larangan merubah ciptaan Allah dengan merubah bentuknya dari yang asli menjadi lebih indah dan lebih baik berdasarkan beberapa hadits Rasulullah. Dalam beberapa riwayat, nabi menegaskan larangan tersebut, di antaranya:

Dilaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang mencabut bulu alisnya dan wanita yang minta dicabutkan bulu alisnya, wanita yang membuat tato dan wanita yang minta dibuatkan tato.” (HR Ibnu Abbas).

Nabi melaknat wanita yang membuat tato dan wanita yang minta dibuatkan tato, dan wanita yang meminta dicabutkan bulu alisnya untuk mempercantik dirinya, dan orang yang mengubah ciptaan Allah.” (HR at-Tirmidzi).

Meski begitu, terdapat ulama (qil) sebagaimana dikutip oleh Imam al-Qurthubi (wafat 671 H) dalam salah satu karyanya, yang mengatakan bahwa haramnya merubah ciptaan Allah adalah apabila perubahannya secara permanen yang tidak bisa kembali lagi pada bentuk aslinya. Jika tidak permanen, maka hukumnya diperbolehkan,

Dikatakan, bahwa larangan (merubah ciptaan Allah) itu hanya apabila perubahannya permanen, karena hal inilah yang masuk dalam kategori merubah ciptaan Allah. Sedangkan jika perubahannya tidak permanen, maka sebagian ulama ada yang membolehkannya, yaitu kalangan mazhab Malik dan yang lain, dan sebagian ulama kalangan mazhab Malik menghukumi makruh bagi laki-laki.” (Imam al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Riyadh, Daru Ilmil Kutub: 2003], juz V, halaman 393).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rebonding atau meluruskan rambut hukumnya tidak diperbolehkan berdasarkan pendapat mayoritas ulama yang menilai bahwa hal itu merupakan tindakan yang bisa merubah ciptaan Allah. 

Namun jika mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa larangan itu hanya ditunjukkan pada perubahan yang permanen, maka hukumnya diperbolehkan karena rebonding bukanlah perubahan secara permanen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya