Bingung? Ini Perbedaan Jenderal Kehormatan, Jenderal Besar dan Jenderal TNI

Jenderal Kehormatan untuk Prabowo
Sumber :
  • VIVA

Jakarta – Pembicaraan tentang Jenderal Kehormatan muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pangkat jenderal bintang 4 tersebut kepada Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.

Top Trending: Habib Bahar Akui Kemenangan Prabowo Gibran hingga Seorang Ulama Kritik Nabi Muhammad

Penyematan pangkat ini secara resmi dilakukan dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri di Markas Besar TNI, Cilangkap.

Penganugerahan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tanggal 21 Februari 2024 mengenai Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan.

Antasari Azhar Ucapin Selamat ke Prabowo-Gibran: Semoga Komitmen Berantas Korupsi

Presiden Jokowi Berikan Pangkat Jenderal TNI Kehormatan ke Menhan Prabowo

Photo :
  • AP Photo /Achmad Ibrahim

Dengan penganugerahan ini, Prabowo, yang sebelumnya menyelesaikan karier militernya sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) dengan pangkat Letnan Jenderal (Letjen) TNI atau jenderal bintang 3, mendapatkan pangkat jenderal penuh atau jenderal bintang 4 secara kehormatan.

Gibran Bantah Presiden Jokowi Gabung Golkar

Banyak yang bingung perihal Jenderal Kehormatan, Jenderal Besar, dan Jenderal TNI yang merupakan pangkat yang dikenal dalam struktur organisasi militer di Indonesia. Berikut penjelasannya:

Jenderal Kehormatan

Seperti diketahui, jenderal merupakan pangkat tertinggi di lingkungan TNI AD yang disimbolkan dengan tanda empat bintang di pundak seragam seorang prajurit. Selain Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), pangkat jenderal juga disandang oleh Panglima TNI yang berasal dari TNI AD.

Sementara Jenderal Kehormatan dipahami sebagai pangkat yang diberikan negara kepada seseorang yang secara simbolis diangkat menjadi jenderal atas usulan Panglima TNI. Pangkat ini bersifat kehormatan sehingga tidak memiliki tanggung jawab dalam operasi maupun komando militer.

Dalam sejarahnya, dasar hukum pemberian Pangkat Kehormatan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pangkat Kehormatan pertama kali ditetapkan dalam Bab IV Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 1959 oleh Presiden Soekarno.

Presiden Jokowi Berikan Pangkat Jenderal TNI Kehormatan ke Menhan Prabowo

Photo :
  • AP Photo /Achmad Ibrahim

Pangkat kehormatan diberikan kepada kepada warga negara Indonesia, baik militer sukarela atau militer wajib sebagai suatu penghargaan dari jasa-jasa atau bantuan-bantuan yang ia sumbangkan, sehingga membawa kemajuan atau memberikan keuntungan bagi Angkatan Perang keseluruhannya.

Pangkat kehormatan dibatasi mulai dari mayor hingga jenderal penuh. Beleid itu kemudian diatur lebih lanjut oleh Jenderal Soeharto dalam Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Darat Nomor KEP-1010b/9/1966 pada tanggal 31 Maret 1966.

Pangkat Kehormatan juga dapat diberikan kepada anggota militer yang telah pensiun atau meninggal dunia dengan syarat-syarat tertentu. Pangkat Kehormatan ini tidak dibatasi hanya tingkat Perwira tapi hingga golongan terendah.

Aturan Pangkat Kehormatan kemudian dihapus oleh Presiden Soeharto melalui PP Nomor 6 Tahun 1990 tertanggal 11 Maret 1990. Alasannya Pangkat Kehormatan tidak memberikan dampak apa pun dalam kemiliteran.  Meski aturannya telah dicabut tapi dalam praktiknya pemberian Pangkat Kehormatan tetap dilakukan.

Misalnya Presiden Abdurrahman Wahid yang memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Menko Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan Agum Gumelar serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan Luhut Binsar Pandjaitan.

Kemudian Presiden Megawati Soekarnoputri juga memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Menko Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Hari Sabarno, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono.

Terakhir, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Menhan Prabowo Subianto. Pemerintah berdalih pemberian pangkat itu didasarkan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Pangkat Jenderal Kehormatan diberikan karena Prabowo karena sebelumnya dianugerahi Bintang Yudha Dharma Utama. Sesuai Pasal 33 UU Nomor 20 Tahun 2009, penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.

Penghormatan dan Penghargaan bagi penerima yang masih hidup dapat berupa pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa. Sejak zaman Presiden Soekarno hingga Presiden Jokowi, setidak ada 8 orang yang telah mendapatkan pangkat Jenderal Kehormatan.

Mereka adalah Soerjadi Soedirdja, Hari Sabarno, Soesilo Soedarman, AM Hendropriyono, Agum Gumelar, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Luhut Binsar Pandjaitan, dan Prabowo Subianto.

Jenderal Besar

Jenderal Besar pernah diakui dalam sistem kepangkatan TNI Angkatan Darat. Pangkat ini setara dengan Laksamana Besar untuk TNI Angkatan Laut, dan Marsekal Besar untuk TNI Angkatan Udara.

Pangkat yang disimbolkan dengan lima bintang emas di pundak seragam itu bersifat penghargaan dan tidak mengandung konsekwensi wewenang dan tanggung jawab dalam hierarki keprajuritan.

Pangkat Jenderal Besar tercantum dalam Pasal 7 ayat 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perubahan PP Nomor 6 Tahum 1990 tentang Administrasi Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Aturan ini ditetapkan pada 29 September 1997 dan ditandatangani oleh Presiden Soeharto. Berdasarkan PP tersebut, pangkat Jenderal Besar, Laksamana Besar, dan Masekal Besar hanya diberikan kepada Perwira Tinggi yang sangat berjasa terhadap perkembangan bangsa dan negara pada umumnya dan TNI pada khususnya.

Pangkat ini diberikan diberikan oleh Presiden atas usul Panglima ABRI. Dalam sejarahnya, hanya tiga orang yang mendapat anugerah pangkat Jenderal Besar, yakni Soedirman, Abdul Haris Nasution, dan Soeharto. Pangkat tersebut diberikan oleh Presiden Soeharto dalam perayaan HUT ke-52 ABRI pada 1997.

Pangkat Jenderal Besar, Laksamana Besar, dan Marsekal Besar tidak lagi digunakan atau dihapus melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI yang ditetapkan pada 1 Maret 2010 dan ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Jenderal

Setelah jenderal bintang 5 dihapus, maka pangkat tertinggi di TNI adalah Jenderal untuk TNI AD, Laksamana untuk TNI AL, dan Marsekal untuk TNI AU. Pangkat ini ditandai dengan simbol empat bintang di pundak seragam.

Berbeda dengan Jenderal Kehormatan, pangkat Jenderal memiliki konsekuensi wewenang dan tanggung jawab dalam hierarki keprajuritan. Mereka yang menyandang pangkat Jenderal adalah pimpinan tertinggi TNI AD, yakni Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan Panglima TNI yang berasal dari TNI AD.

Berdasarkan ketentuan PP Nomor 39 Tahun 2010, Jenderal adalah pangkat tertinggi dalam golongan pangkat Perwira Tinggi (Pati) TNI. Golongan pangkat di bawahnya adalah Letnan Jenderal (Letjen), Mayor Jenderal (Mayjen), dan Brigadir Jenderal (Brigjen).

Karena itu hanya segelintir prajurit TNI yang berhasil mendapatkan jenderal bintang 4 tersebut. Demikian penjelasan mengenai perbedaan Jenderal Kehormatan, Jenderal Besar, dan Jenderal TNI.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya