Nasib Suram Bintang Muda & Timnas di Balik Bahagia Turnamen

Pemain Mitra Kukar, Yogi Rahadian, lawan Semen Padang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id
Momen Tegang dan Panik Saat Bus Pawai Timnas U-22 Masuk Terowongan Semanggi
- Gelaran Piala Jenderal Sudirman akhirnya selesai setelah Mitra Kukar berhasil mengalahkan Semen Padang di laga final untuk merebut gelar trofi berwarna emas tersebut. Sejumlah bintang baru pun bermunculan di turnamen tersebut.

5 Fakta Marselino Ferdinan, Pemain Timnas yang Lagi Viral
Dalam laga hari Minggu, 24 Januari 2016, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, kedua finalis bermain di tengah guyuran hujan deras yang sempat membuat sejumlah titik lapangan tergenang.

5 Fakta Iwan Bule Trending di Twitter Karena Unggahan Situs PSSI
Semen Padang akhirnya bisa memecah kebuntuan lebih dulu pada menit ke-37. Sundulan Adi Nugroho berhasil menjebol gawang Mitra Kukar untuk membuat "Kabau Sirah" unggul 1-0.

Di paruh kedua, nasib sial menimpa Semen Padang setelah Yu Hyun-goo dapatkan kartu merah dan Novan Setyo mengalami cedera lutut. Keuntungan itu mampu dimanfaatkan Mitra Kukar dengan sempurna.

Michael Orah berhasil membawa Mitra Kukar menyamakan kedudukan di menit ke-79, sebelum Yogi Rahadian memberikan gol kemenangan "Naga Mekes" hanya satu menit jelang waktu normal usai. Hasil tersebut berhasil membawa Mitra Kukar menjadi juara.

Tidak hanya menghasilkan wajah baru sebagai kampiun, turnamen Piala Jenderal Sudirman ini juga menelurkan beberapa pemain usia muda yang memiliki bakat menjanjikan.

Sebut saja nama Yogi Rahadian. Pemain berusia 20 tahun yang pernah merasakan akademi Leicester City selama sebulan ini menunjukan bakatnya usai mencetak tiga gol, termasuk tendangannya di menit-menit akhir ke gawang Semen Padang.

Cepat, memiliki kemampuan mengolah si kulit bundar dengan baik, dan finishing mumpuni jadi sejata pemain jebolan SAD Uruguay ini.

"Senang sekali bisa cetak gol dan membawa tim menjadi juara. Ini kali pertama klub asal Kalimantan jadi juara. Saya bangga bisa jadi bagian Mitra Kukar juara," tutur Yogi usai kemenangan atas Semen Padang.

Selain Yogi, ada juga muncul nama Yanto Rudolf Basna. Bek muda asal Papua ini berhasil menunjukan kalau kualitasnya pantas diperhitungkan dibanding dengan pemain-pemain veteran.

Masih berusia 20 tahun, Yanto mampu menjaga soliditas pertahanan Mitra Kukar. Para lawan dibuat tak mampu berkutik karena permainan lugas jebolan tim nasional U-19 ini. Tak heran, status pemain terbaik Piala Jenderal Sudirman berhasil disabetnya.

Padahal, Yanto sebelumnya hanya menjadi pemain cadangan di turnamen Piala Presiden. Pemain muda ini menyatakan ingin buktikan kepercayaan pelatih untuk memainkan dirinya adalah keputusan yang tepat.

"Kuncinya mungkin keinginan saya membuktikan kepada pelatih dan sekarang terjadi. Sebagai pemain muda, kami butuh jam terbang saja. Lebih banyak menit bertanding sehingga makin matang," tutur Yanto.

Tetapi kehadiran para pemain muda ini menimbulkan beberapa pertanyaan lanjutan. Lalu, kapan Yogi dan Yanto bisa rasakan kesempatan tampil di level internasional bersama timnas Indonesia? Pasalnya, sepakbola "Garuda" sedang terlilit sanksi FIFA.

Turnamen Lagi, Lalu Liganya Kapan? Timnas Bagaimana?

Sanksi tersebut merupakan buah dari konflik antara Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan PSSI, yang sampai sekarang belum ketahuan kapan selesainya.

Selama konflik ini belum reda, maka sepakbola Indonesia hanya akan asyik sendiri bermain di lingkup dalam negeri saja. Pemain-pemain muda berbakat macam Yogi dan Yanto tak akan dapat kesempatan mengasah kemampuannya dengan lawan yang lebih berat.

Liga yang selalu diwacanakan harus terhambat karena Kemenpora selalu memberikan persyaratan ketat kepada PT Liga Indonesia, selaku regulator kompetisi. 

Sekarang, wacana bergulirnya liga pun semakin dipertanyakan realisasinya setelah Menpora, Imam Nahrawi, mengungkapkan wacana untuk kembali menggelar sejumlah turnamen dalam beberapa bulan ke depan.

"Mari kita songsong beberapa turnamen ke depan seperti Piala Bung Karno, Piala Gubernur Kaltim, Piala Bhayangkara dan Kompetisi Independent yang diikuti klub profesional dan amatir," ujar Menpora usai mendampingi Presiden Joko Widodo menyaksikan laga final, dalam rilis yang diterima VIVA.co.id.

Total rencananya akan digelar enam turnamen selama beberapa bulan ke depan mulai Februari 2016 mendatang. Karena jadwal yang berdekatan, saat ini jadwal sedang digodok oleh Tim Transisi.

"BOPI dan Tim Transisi tidak ingin turnamen itu bentrok, sehingga mereka akan melakukan penyesuaian jadwal. Sebab tim peserta dan pemain yang ikut sebenarnya tidak jauh dari itu-itu saja," kata Gatot di Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Senin 25 Januari 2016.

Kabar ini tentu tidak sejalan dengan desakan Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI) yang sempat wacanakan boikot kalau hanya turnamen-turnamen saja yang digelar.

Pasalnya, kontrak para pemain jadi tidak jelas karena diikat sebatas jangka waktu turnamen saja. Sementara kalau ada liga maka mata pencaharian mereka menjadi lebih jelas.

Permintaan Agar Kompetisi Kembali Jalan
Dua pelatih tim finalis Piala Jenderal Sudirman, yakni Nil Maizar dari Semen Padang, dan Jafri Sastra dari Mitra Kukar satu suara mengenai kerinduan terhadap kompetisi. Meski berprestasi di turnamen gagasan Panglima TNI kali ini, rupanya mereka tidak terlalu puas.

Jafri Sastra misalnya, dia mengatakan turnamen yang digelar selama ini tidak memberikan efek positif bagi pemain dan pelatih. Perkembangan sepakbola Indonesia ke depan menurut pria berusia 50 tahun tersebut akan ditentukan dengan kompetisi yang berlangsung secara reguler.

"Kalau boleh memilih, panggung yang terbaik untuk perkembangan pemain dan pelatih adalah kompetisi yang reguler," ungkap Jafri saat konferensi pers usai laga, Minggu 24 Januari 2016.

Lain lagi dengan alasan Nil Maizar. Pria asal Payakumbuh, Sumatera Barat tersebut menilai kompetisi harus segera dijalankan. Sebab, kompetisi yang terukur dan sistematis dapat membuat para pemain lebih pasti menjalani hidup, karena statusnya jelas dalam kontrak.

"Turnamen kan hanya sesaat. Hanya melepas dahaga saja. Kasihan pemain jadi tidak punya masa depan yang bagus," tutur Nil.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya