Pasal Terkait Kontrasepsi di RKUHP Ditolak, Minta Dihapus

Ilustrasi kondom/alat kontrasepsi.
Sumber :
  • Pixabay/Anqa

VIVA – Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP Pasal 481 dan 483 yang rencananya akan disahkan pada akhir Februari 2018 mendapat penolakan dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Yayasan Cipta Cara Padu (YCCP), dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) karena dianggap berdampak buruk bagi Program KB di Indonesia.

Legislator PDIP Minta CCTV dan Petugas Dievaluasi Buntut Temuan Kondom di Taman

Dalam pasal 481 tertulis, “Setiap orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk mencegah kehamilan, secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, atau menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan tersebut, dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori 1”.

Sementara pasal 483 berbunyi, "Tidak dipidana, setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 481 dan pasal 482 jika perbuatan tersebut dilakukan petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan KB dan pencegahan penyakit menular".

Upaya Tingkatkan Fasilitas Kesejahteraan Pekerja, Kemnaker dan BKKBN Gelar Dialog Interaktif

Menurut Dini Haryati, Manager Program YCCP, nyatanya Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) banyak dibantu oleh relawan karena jumlah PLKB yang terbatas tidak sebanding dengan wilayah Indonesia yang luas.

“PLKB sangat terbatas idealnya satu PLKB dua desa. Tapi kenyataannya ada di beberapa daerah khususnya terpencil satu PLKB pegang lima sampai enam desa. Enggak mungkin PLKB kerja sendiri. Akhirnya dibantu sukarelawan kader-kader,” kata di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, 4 Febuari 2018.

Hari Kontrasepsi Sedunia, Masih Banyak Misinformasi Soal Penggunaannya

Dia berpendapat, jika pasal tersebut disahkan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional alias BKKBN hanya bisa mengandalkan PLKB mereka, yang jumlahnya terbatas. Pada akhirnya, akan mengancam program KB dan kesehatan reproduksi masyarakat.

Alhasil, rancangan KUHP pasal tersebut dinilai over-kriminalisasi terhadap relawan dan akan berimbas pada turunnya upaya promotif dan pencegahan sehingga derajat kesehatan masyarakat akan menurun. Bila benar terjadi, ditakutkan penyakit HIV juga akan semakin meningkat.

“Repotnya HIV penyebarannya lewat empat hal, seks, pertukaran darah (ibu dan bayinya selama masa kehamilan), menyusui bayi dan jarum suntik (yang tidak steril). Artinya, kan harus dicegah dengan kontrasepsi atau metode penghalang, kalau itu enggak dikasih (penderita HIV) akan tambah banyak,” tutur dr. Ramona Sari sebagai pemerhati KB & HIV sekaligus Pengurus PKBI.

Karena itu, mereka merekomedasikan agar pasal yang menimbulkan kontroversi tersebut sebaiknya dihapus. Karena berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi menyebutkan, pelayanan kontrasepsi diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, yang meliputi penyediaan sumber daya manusia, logistik, pendanaan dan alat kontrasepsi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya