IDI: Metode Cuci Otak Dokter Terawan Harus Teruji Klinis

Ikatan Dokter Indonesia
Sumber :
  • Viva.co.id/Diza Liane

VIVA – Penundaan pemecatan sementara dokter Terawan Agus Putranto oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dilakukan untuk menelusuri lebih dalam terkait pelanggaran yang dilakukannya. Selama penundaan berlangsung, dokter Terawan masih menjadi anggota resmi PB IDI.

Muncul di Debat Terakhir Capres, Nusron-TKN: Pak Terawan Dukung Prabowo-Gibran

Dikatakan Ketua Umum PB IDI, Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, Sp.OG, dalam Jumpa Pers PB IDI, polemik dokter Terawan dikaitkan dengan penemuannya yang belum teruji secara klinis. Sebab, proses medis tidak bisa hanya dilihat berdasarkan hasil melainkan juga keselamatan dan prosedur yang berlangsung.

"Ini menjadi polemik di masyarakat karena dikatakan bahwa itu sudah memenuhi persyaratan medis. Dokter Terawan juga sudah melalui tahapan uji melalui riset S3-nya, yang dikatakan bahwa metode ini bisa membuka sumbatan di otak yang bersifat klinis," ujar Prof Marsis di Kantor PB IDI, Jakarta, Senin 9 April 2018.

Terawan hingga Eks KSAD Dudung Hadir jadi Pendukung Prabowo di Debat Pamungkas

Dr Ilham Oetama Marsis, Ketua Umum PB IDI

Namun, bukanlah sebuah kode etik kedokteran yang hanya melihat sebuah hasil. Melainkan, berbagai tahap uji klinis harus dilakukan demi menjaga keselamatan untuk masyarakat secara luas.

5 Pejabat Penerima Gelar Profesor Kehormatan, Ada Megawati, SBY hingga Terawan

"Sudah dibuktikan akademis olehnya. Tapi, Pada tahap selanjutnya, apakah dengan temuan ini bisa diterapkan pada masyarakat secara luas. Ada tahapan yang selanjutnya harus membuktikan itu dan Itu domain dari tim Health Technology Assesement (HTA)," papar prof Marsis.

Dengan adanya jaminan mutu oleh tim HTA tersebut, maka suatu metode atau teknologi sudah bisa dinyatakan aman untuk digunakan secara luas. Maka dari itu, PB IDI berharap Tim HTA bisa melakukan uji klinis secepatnya.

"HTA ini permanen. Pengaturan standar pelayanan, merupakan kewenangan dari Kemenkes RI. Kalau Kemenkes belum tetapkan sebagai standar pelayanan, maka tidak boleh dilakukan. Harus melalui uji klinik lanjutan agar dapat diterapkan di masyarakat luas," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya