Remaja Masa Kini Juga Kekurangan Gizi, Kenali 4 Cirinya

Ilustrasi remaja.
Sumber :
  • Pixabay/ PublicDomainArchive

VIVA – Menteri Kesehatan RI , Nila F Moeloek mengungkapkan beberapa masalah kesehatan yang dialami dan mengancam masa depan remaja Indonesia. Menkes menegaskan bahwa seluruh masyarakat perlu memahami pentingnya gizi untuk kesehatan dalam setiap siklus kehidupan, karena gizi adalah investasi bangsa.

Viral, Aksi Prajurit TNI Tolong Nyawa Bocah Miskin Kurus Kering

Terdapat empat masalah gizi remaja yang sudah seharusnya menjadi perhatian besar. Berikut Menkes Nila paparkan melalui penyampaian Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Pattiselano Robert Johan, MARS, di Gedung Kemenkes RI, Jakarta, Selasa 15 Mei 2018.

1. Kurang Zat Besi (Anemia)

Catat, 5 Langkah Jitu Cegah Stunting & Gizi Buruk Sejak Dini

Salah satu masalah yang dihadapi remaja Indonesia adalah masalah gizi mikronutrien, yakni sekitar 12 persen remaja laki-laki dan 23 persen remaja perempuan mengalami anemia, yang sebagian besar diakibatkan kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi).

Anemia pada remaja berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja dan produktivitas. Selain itu, secara khusus anemia yang dialami remaja putri akan berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah para calon ibu yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi, sehingga memperbesar risiko kematian ibu melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR). 

Miris, Angka Stunting di NTT Tertinggi di Indonesia

Anemia dapat dihindari dengan konsumsi makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C dan zink, dan pemberian tablet tambah darah (TTD). Pemerintah memiliki program rutin terkait pendistribusian TTD bagi wanita usia subur (WUS), termasuk remaja dan ibu hamil.

Ilustrasi Anemia

2. Stunting

Remaja Indonesia banyak yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki tinggi badan yang pendek atau disebut stunting. Rata-rata tinggi anak Indonesia lebih pendek dibandingkan dengan standar WHO, yaitu lebih pendek 12,5cm pada laki-laki dan lebih pendek 9,8cm pada perempuan. 

Stunting ini dapat menimbulkan dampak jangka pendek, diantaranya penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan gangguan sistem metabolism tubuh yang pada akhirnya dapat menimbulkan risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, dan obesitas. 

Ilustrasi anak bertubuh pendek.

3. Kurus atau Kurang Energi Kronis (KEK)

Remaja yang kurus atau kurang energi kronis bisa disebabkan karena kurang asupan zat gizi, baik karena alasan ekonomi maupun alasan psikososial seperti misalnya penampilan atau takut gemuk. Kondisi remaja KEK meningkatkan risiko berbagai penyakit infeksi dan gangguan hormonal yang berdampak buruk di kesehatan. 

Ilustrasi tubuh gemuk dan kurus.

4. Kegemukan atau Obesitas

Pola makan remaja yang tergambar dari data Global School Health Survey tahun 2015, antara lain Tidak selalu sarapan (65,2 persen), sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6 persen) dan sering mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7 persen).

Selain itu, remaja juga cenderung menerapkan pola gaya hidup sedentari, sehingga kurang melakukan aktivitas fisik (42,5 persen). Hal-hal ini meningkatkan risiko seseorang menjadi gemuk, overweight, bahkan obesitas. 

Obesitas meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoporosis dan lain-lain yang berimplikasi pada penurunan produktifitas dan usia harapan hidup. 

Ilustrasi anak sakit.

Ini Wilayah di Ibukota dengan Angka Gizi Buruk Tertinggi

Survei Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta tahun 2020 melaporkan, di Jakarta Timur terdapat 1.826 balita dengan gizi buruk.

img_title
VIVA.co.id
18 Februari 2022