Angka Perempuan Depresi Tinggi, Namun Pria Lebih Banyak Bunuh Diri

Ilustrasi skizofrenia
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Masalah kesehatan mental seperti depresi seringkali dianggap sebagai masalah yang ringan hingga tak jarang juga diabaikan. Padahal jika terus dibiarkan, depresi bisa jadi salah satu faktor pemicu terjadinya bunuh diri. Menurut World Health Organization ((WHO), pada 2016 setidaknya ada 35 juta orang di dunia yang terkena depresi. 

Suami yang Mutilasi Istri di Ciamis Coba Bunuh Diri, Sayat Lengan hingga Bentur Kepala ke Tembok

Bahkan pada 2020 mendatang, depresi disebutkan akan menjadi masalah kesehatan nomor dua setelah kardiovaskular. Secara umum, prevelensi depresi memang lebih banyak terjadi pada perempuan. Namun menariknya, justru laki-laki yang lebih rentan untuk melakukan bunuh diri saat depresi.

Menurut data WHO pada 2012, diperkirakan 800 ribu orang meninggal tiap tahunnya karena bunuh diri. Secara global, tingkat rasio bunuh diri adalah 11,4 orang per 100 ribu penduduk. Namun, bila dibandingkan dengan perempuan, laki-laki cenderung lebih rentan melakukan bunuh diri dengan rasio sebesar 15 orang per 100 ribu penduduk. Lantas apa yang menyebabkan hal tersebut?

Bom Bunuh Diri di Pakistan Tewaskan 5 Insinyur China, Pelaku Dari Afghanistan

Menurut Kepala Divisi Edukasi dan Training Asosiasi Psikiatri Indonesia, Wilayah DKI Jakarta, faktor pembagian gender secara tradisional menjadi salah satu alasan mengapa laki-laki lebih rentan untuk bunuh diri. Konstruksi gender tradisional yang menganggap laki-laki harus kuat, membuat mereka enggan untuk mencari bantuan. 

"Perempuan lebih banyak bisa curhat kalau lihat dari penelitian perempuan lebih bisa mengekspresikan emosinya, itu juga bisa berpengaruh," ungkap Evi saat ditemui di acara Halodoc di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu 29 Agustus 2018. 

Profil Fat Cat, Gamer Asal China yang Bunuh Diri Akibat Diputus Cinta

Ia menjelaskan, dalam gender tradisional, laki-laki sering dianggap harus kuat, tidak boleh menangis dan tidak boleh meluapkan perasaannya. Hal ini yang akhirnya berujung pada risiko bunuh diri. 

"Padahal perasaan itu boleh diekspresikan, perasaan itu suatu yang spontan pada saat peristiwa tertentu, dan itu netral tidak salah tidak benar," kata Evi. 

Karenanya penting untuk menghilangkan stigma pada orang dengan depresi atau gangguan kesehatan jiwa lainnya. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya