Minim Peraturan, Picu Tingginya Kecelakaan Kerja

Ilustrasi Pekerja
Sumber :
  • Pixabay/Saweang

VIVA – Berkembangnya pembangunan ekonomi di Indonesia secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama para pekerja. Namun, di sisi lain para pekerja juga berpotensi terpapar bahaya saat bekerja, seperti penyakit akibat kerja dan kecelakaan pada saat bekerja.

Kadin dan ILO Berkolaborasi Tingkatkan K3 dan Pencegahan COVID-19

Berdasarkan Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), setidaknya terjadi 110.285 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2015 dan sebanyak 105.182 kasus pada tahun 2016.

"Tahun 2017, angkanya menurun. Dari data yang sama, sebanyak 80.392 kasus kecelakaan kerja terjadi hingga Agustus 2017," ujar Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, drg. Kartini Rustandi, M.Kes dalam temu media di Gedung Kemenkes RI, Selasa 11 Desember 2018.

Risiko K3 Tinggi, Pertamina Simulasikan Lokasi Kerja Aman

Lebih lanjut Kartini menjelaskan, perlindungan bagi pekerja perlu dilakukan sebagai upaya meningkatkan efektivitas keselamatan dan kesehatan pekerja. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan RI menyusun buku Pedoman K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam membangun budaya K3 dalam lingkungan kerja. 

Implementasi budaya K3 dinilai efektif dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat, nyaman, dan kondusif sehingga pekerja dapat memberikan kontribusi maksimal dengan kondisi kesehatan yang prima.

Anies Ingatkan Bulan Keselamatan Kerja Jakarta Jangan Cuma Seremonial

Dikatakan Direktorat Bina K3, Drs. M. Idrus, terdapat 14 norma K3 yang perlu diperhatikan pada para karyawan. Namun, di tahun 2018 sendiri, tercatat sebanyak 8926 perusahaan yang melanggarnya.

"Dari angka tersebut, 5.343 perusahaan sudah di nota, artinya sudah ke ranah hukum. Sebanyak 23 perusahaan di antaranya sudah di BAP," ungkap Idrus.

Berdasarkan data yang ada, Idrus menambahkan bahwa total jumlah perusahaan di Indonesia kini 211.532 banyaknya. Sayangnya, angka tersebut tidak sejalan dengan jumlah pengawasan yang tersedia.

"Yang mengawasi hanya 1.258 saja. Tentu ini membuat semua perusahaan belum dapat kami awasi sepenuhnya," katanya. (rna) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya