Pentingnya Melibatkan Kaum Muda Untuk Mengakhiri Tuberkulosis

Ilustrasi anak muda/persahabatan/pertemanan/millennial.
Sumber :
  • Freepik/freepik

VIVA – Tuberkulosis (TBC) masih menjadi penyakit paling mematikan di dunia, yang membunuh 4.500 jiwa setiap hari, meskipun kemajuan demi kemajuan terus diraih untuk mengatasinya dalam sepuluh tahun terakhir. Berdasarkan Laporan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO, tidak ada negara yang terbebas dari TBC.

Perkembangan Terbaru Pengobatan TBC Resisten Obat, Bikin Cepat Sembuh dengan Obat Ini!

Kondisi tersebut mengakibatkan hilangnya produktivitas kelompok pekerja yang absen, penularan TBC yang berkelanjutan dan kematian prematur akibat TBC. Oleh sebab itu, Director Global TB Programme, WHO. Dr. Tereza Kasaeva, mengatakan bahwa penting untuk melibatkan kaum muda untuk memberantas TBC di dunia.

"Kaum muda dengan semangat, dedikasi dan pemikiran inovatifnya menjadi aset panting bagi dunia untuk mengakhiri TBC. Di sisi lain, kaum muda adalah kelompok usia yang menanggung beban terberat akibat penyakit ini," ujar Tereza di Jakarta, Senin 15 Juli 2019.

Bersatu Lawan TBC Menuju Masyarakat Sehat dan Produktif

Ia mengatakan bahwa salah satu kerugiannya sampai berakibat pada kematian. Tidak hanya berisiko pada diri penderita, namun juga bagi keluarga mereka.

"Kaum muda memainkan peran yang signifikan dalam mengaklamasi aksi, Kami membutuhkan seluruh upaya untuk mengakhiri TBC, untuk memastikan tidak ada kaum muda yang tertinggal, khususnya dalam memperoleh akses pada layanan kesehatan dan melibatkan mereka dalam proses pembuatan keputusan di seluruh lapisan," kata Tereza.

Kolaborasi Kemenkes dan Bakrie Center Foundation Tingkatkan Wawasan Perihal TBC kepada Masyarakat

Sementara itu, menurut Youth TB Advocate, Madhusudan Kaphle, sebagai kelompok yang hidup di dunia digital, kaum muda memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan keunggulan teknologi dan media digital untuk menjawab isu-isu terkait TBC.

Ia menambahkan bahwa penggunaan media sosial juga penting untuk mengampanyekan sikap non-diskriminatif dan menghilangkan stigma terhadap pasien TBC.

"Media sosial penting membangun kesadaran yang lebih tinggi, tidak hanya tentang TBC dan dampaknya tetapi juga sistem dukungan yang terkait, memberdayakan pasien TBC agar lebih produktif, mengadvokasi isu TBC dan mendapatkan dukungan finansial untuk menjawab tantangan tersebut, dan aksi untuk mengakhiri TBC di tahun 2030,” kata Kaphie. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya