Anak HIV/AIDS Jadi Korban Diskriminasi Keluarga

Ilustrasi HIV/AIDS
Sumber :
  • Pixabay/Darwin Laganzon

VIVA – Kasus HIV/AIDS di Tanah Air masih menjadi sebuah permasalahan yang tak kunjung usai, apalagi angkanya juga masih cukup tinggi. Mirisnya, pengidap penyakit menular ini kerap mendapat diskriminasi">diskriminasi, khususnya pada anak.

Ustaz Khalid Basalamah: Orangtua Gak Wajib Kasih Nafkah ke Anak Laki-laki Jika Sudah Baliqh

Ketua PP Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi dr. Ari Kusuma J, Sp. OG mengatakan untuk mengakhiri HIV/AIDS terdapat 3 ukuran yakni pertama zero infeksi baru. Ini tugas pemerintah untuk menekan infeksi baru seminimal mungkin agar tidak ada kasus baru. 

Hal itu ditekan dengan menargetkan sebanyak 90 persen orang dengan HIV/AIDS mengetahui statusnya. Kedua zero kematian akibat HIV/AIDS, yakni dengan diukur dari 90 persen orang dengan HIV/AIDS diobati atau menjalani pengobatan ARV.

Jangan Ragu Masukkan Anak ke PAUD Bun, Ini 5 Manfaat Pentingnya

Ketiga zero diskriminasi, yakni 90 persen orang dengan HIV/AIDS tidak merasa terdiskriminasi. Sayangnya, pengukuran ketiga ini masih kerap terjadi di Tanah Air.

“Kita melihat masih banyaknya diskriminasi terhadap anak-anak dengan HIV/AIDS baik oleh keluarganya maupun oleh masyarakatnya masih mengalami stigma dan diskriminasi,” kata dr. Ari, dalam konferensi pers virtual Kemenkes RI.

Mengenali Tanda-Tanda Tantrum Tidak Normal pada Anak, Orang Tua Harus Merespons dengan Cermat

Ia menambahkan penanganan HIV/AIDS harus menjadi komitmen bersama. Untuk sampai ke sana memang tidak bisa bekerja seperti pemadam kebakaran, sudah kejadian barulah bergerak, tetapi kita mulai dari pencegahan penyakit menular pada perempuan usia produktif.

“Di sinilah pentingnya pendidikan seksual, memahami kesehatan reproduksi bagi remaja,” ujarnya.

Sejalan dengan itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid menuturkan bahwa langkah awal yang dilakukan adalah mencegah anak yang dilahirkan tidak terinfeksi HIV/AIDS melalui Program Aku Bangga Aku Tahu. Kemenkes juga berusaha mengurangi stigma dan diskriminasi yang dirasakan orang dengan HIV/AIDS.

“Terutama pada anak-anak ataupun bayi yang tadinya HIV/AIDS positif kemudian mengalami stigma dan diskriminasi di masyarakat. Dengan Program Aku bangga Aku Tahu, untuk tahun ini kita berusaha mengurangi bahkan menghilangkan stigma dan diskriminasi,” tutur Nadia.

Dengan program Aku Bangga Aku Tahu, Kemenkes mengajak semua orang untuk mengetahui status HIV/AIDS nya. “Supaya memastikan pada saat nanti berkeluarga dan kemudian berencana untuk memiliki keturunan dipastikan sudah mengetahui status HIV/AIDS nya,” ujarnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya