Wanita Ini 18 Tahun Berjuang Melawan Kanker (I)

Esterina Sutiono, survivor kanker
Sumber :
  • Viva / Dhea Amanda

VIVA.co.id – Salah satu penyakit mematikan yang banyak dialami jutaan masyarakat Indonesia ialah kanker. Sebanyak 7 juta orang dilaporkan meninggal akibat penyakit yang berawal dari tumbuhnya tumor dalam jaringan tubuh ini.

Catatan Kesehatan Daerah menunjukkan, sekitar 1,4 dari 1.000 penduduk desa meninggal karena kanker. Untuk perempuan, yang mendominasi ialah kanker payudara dan kanker rahim (serviks), sedangkan untuk laki-laki, kanker yang biasa menyerang ialah kanker paru-paru dan kanker usus.

Tidak hanya tingkat kematiannya yang sangat tinggi, pembiayaannya cukup membuat kening berkerut. Menurut dr. Chairul Radjab Nasution, Sp. PD(K)GEH, selaku direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, pembiayaan untuk mengobati penyakit kanker dapat menghabiskan 11 persen sistem pembelanjaan kesehatan nasional, senilai Rp16 triliun.

Sebuah angka yang mengejutkan bukan? Kanker, menempati posisi dua, setelah penyakit kardiovaskuler yang duduk di peringkat pertama. Lalu disusul gangguan ginjal di posisi ketiga.

Kanker, Penyakit Mahal yang Umum di Negara Miskin

Total dana untuk mengobati kanker adalah pembiayaan paling mahal yang dilakukan sebagai tindakan medis. Posisi ini menggeser total pembiasaan cuci darah, yang dilakukan untuk pasien dengan masalah hati dan ginjal.

Karena bahaya dari penyakit ini, seseorang yang berhasil lolos dari maut akibat kanker adalah orang luar biasa. Semangat tinggi seseorang penderita kanker, membuat mereka sering dipanggil pejuang sejati.

Salah satu pejuang yang dapat melawan penyakit ini ialah Esterina Sutiono, survivor kanker sekaligus humas dari Cancer Information and Support Center (CISC), yang bersedia membagi ceritanya kepada VIVA.co.id. Cerita ini adalah perjalanan hidup Ester, yang berjuang melawan kanker payudara yang dideritanya sejak 1997.

“Waktu ada benjolan, saya tidak memeriksakannya ke dokter, karena saya masih awam dan kurang pengetahuan,” ungkap Ester, tentang gejala tumor payudaranya yang berkembang menjadi kanker.



Diakui Ester, ia mulai mendapati benjolan pada pangkal payudara kanannya sekitar pertengahan 1997. Namun, saat itu ia berpikir itu hanya benjolan biasa, sehingga ia tak mengonsultasikannya dengan dokter.

Setelah benjolan di payudaranya semakin terlihat, ia baru memutuskan untuk berobat. Namun, alih-alih mendatangi dokter khusus kanker di rumah sakit, Ester malah menyambangi berbagai pusat penyembuhan alternatif, yang kebetulan disarankan temannya.

Alasan Ester memilih pengobatan alternatif, karena ia sudah dibayang-bayangi dengan kengerian perawatan dan pengobatan kanker di rumah sakit. Ia takut membayangkan pengangkatan payudara. Desas-desus dari teman mengatakan, bila perawatan rumah sakit dapat membuat kanker lebih parah, sesuatu yang berujung pada pengangkatan payudara. (art)

Bersambung…

Baca juga:

Dokter Ini Punya Cara Unik untuk Galang Dana

Didiet Maulana Lelang Songket untuk Pasien Kanker





Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya