Riset: Gelatin dari Kolagen Babi Tidak Halal

Ketua LP POM MUI, Lukmanul Hakim
Sumber :
  • VIVA / Ricky
VIVA.co.id
Pemerintah Diminta Sediakan Jaminan Bagi Pekerja Informal
- Istihalah merupakan isu populer dalam hal penetapan sertifikasi halal produk, terutama untuk masalah pangan. Dalam pengertian bahasa, istihalah dikenal sebagai proses diperbolehkannya bahan-bahan haram berubah menjadi halal, karena dianggap sudah mengalami perubahan zat.

Stimulasi Otot Elektrik, Cara Baru Dapatkan Tubuh Bugar

Contoh dari proses Istihalah, adalah etanol (alkohol) yang berubah menjadi cuka. Pada proses ini, terjadi perubahan secara keseluruhan yang mencakup perubahan molekul kimia, sifat kimia, bentuk fisik, serta sifat fisik. Sehingga secara internasional, alkohol yang berubah menjadi cuka dapat diterima sebagai produk Istihalah, dan halal termasuk bagi umat Islam.
Hilangkan Depresi dengan Lari


Isu tentang Istihalah menjadi semakin menarik dibahas, semenjak tahun 1997 ketika ulama Dr Yusuf Qaradawi yang bertindak sebagai
keynote speaker
di acara Konferensi Maroko menyebut, bahwa bahan yang berasal dari babi yang statusnya najis (haram), apabila berubah menjadi sesuatu yang `bersih`, maka statusnya menjadi halal.


Contoh yang diambil adalah, kolagen babi yang berubah menjadi gelatin, atau lemak babi yang berubah menjadi sabun. Sayangnya hasil dari konferensi ini minim data ilmiah, sehingga dirasa butuh sebuah studi mengenai Istihalah, dalam rangka membantu menghasilkan keputusan yang komprehensif dan representatif, mengenai kehalalan produk.


Ditemui dalam acara Pra Ijtima Ulama ke Lima dan Inagurasi Doktoral-nya, pada Kamis, 4 Juni 2015 di Bogor, ketua LP POM Majelis Ulama Indonesia, Dr. Ir. Lukmanul Hakim, M.si menjelaskan hasil penelitiannya selama hampir 22 tahun, yang menyimpulkan bahwa gelatin babi bukanlah produk Istihalal.


“Tidak seperti kasus perubahan alkohol yang berubah menjadi cuka, di mana terjadi perubahan keseluruhan, sehingga memenuhi syarat dari segi bahasa (Lughatan) dan substansi (Syar`an). Sementara perubahan kolagen babi menjadi gelatin hanya perubahan sebagian,” ujar Lukmanul.

 
Pentingnya pembuktian ilmiah

Dikutip dari Wikipedia, gelatin dijelaskan sebagai zat kimia padat, tembus cahaya, tak berwarna, rapuh (jika kering), dan tak berasa, yang didapat dari kolagen produk sampingan hewan. Umumnya, gelatin digunakan sebagai zat pembuat gel makanan, farmasi, fotografi, dan pabrik kosmetik.


Ia merupakan campuran antara peptida dengan protein, yang diperoleh dari hidrolisis kolagen, yang secara alami terdapat pada tulang atau kulit binatang. Gelatin komersial biasanya diperoleh dari ikan, sapi, dan babi. Dalam industri pangan, secara luas gelatin dipakai sebagai salah satu bahan permen lunak, jeli, dan es krim.


“Dari disertasi doktoral yang berhasil saya pertahankan di Islamic University of Europe, secara ilmiah dapat disimpulkan, bahwa gelatin babi bukan produk Istihalah. Karena itu, hukumnya kembali ke asal bahannya, yakni haram. Hal ini penting diketahui, agar posisi kita sebagai umat muslim di Indonesia menjadi jelas mengenai perdebatan ini. Karena selama ini, hal itu terus diperdebatkan secara fiqih, kini secara ilmiah dapat dibuktikan,” ujar Lukmanul. 


Ia terangkan, sebelumnya banyak negara Muslim yang menggunakan gelatin (asal kolagen babi), karena sebelumnya telah dinyatakan halal. Karenanya, ketika Indonesia menolak menggunakannya, terjadi perdebatan meski masih dalam konteks fiqih. 


“Malaysia juga sebenarnya menolak, tapi mereka belum ada bukti ilmiahnya. Makanya, kita coba melakukan pendekatan ilmiah dan Alhamdulilah berhasil. Tantangan selanjutnya, membawa temuan ini ke World Halal Food Council bulan Oktober mendatang, agar banyak negara berpenduduk muslim mengetahuinya,” katanya.



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya