Kawasan Konflik Berdarah Ambon Jadi Kota Seribu Warung Kopi

Salah satu dari sekian banyak kedai kopi di Kota Ambon, Maluku, yang dahulu adalah kawasan konflik berdarah pada tahun 1999.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Angkotasan
VIVA.co.id - Wajah Kota Ambon tidak lagi kumuh. Perekonomian menggeliat setelah konflik atau kerusuhan berdarah pada tahun 1999. Kota yang menjadi pusat administrasi Pemerintah Provinsi Maluku itu maju pesat sekarang.
Gubernur Maluku: Jembatan Merah Putih Dijamin Gratis
 
Perilaku warganya juga makin membaik. Tak ada lagi perang atau pertikaian. Masyarakat Kota Ambon makin giat bekerja. Kota ini begitu ramai. Muslim dan Nasrani menyatu menjadi satu keluarga. Tak ada lagi batas yang memisahkan mereka.
Jembatan Terpanjang di Maluku Diklaim Tahan Gempa
 
Bangunan-bangunan yang dulu terbakar tidak lagi dijumpai. Semua sudah berubah menadi toko sembako, kantor biro travel dan perjalanan wisata, butik, minimarket, supermarket, mal, dan berbagai kantor swasta yang fokus di bidang jasa.
Transaksi di Bank Kini Serasa Bersantai di Kafe
 
Tapi dalam setahun terakhir, pertumbuhan rumah kopi di Ambon tampak sporadis. Hampir di tiap lorong dapat dijumpai warung kopi.
 
Ada warung kopi yang mencitrakan diri dengan Excelso, Crouwn, atau Barista, dan MAC. Tapi lebih banyak yang menggunakan nama lokal khas Ambon, seperti warung kopi Tempo Doloe, Pasir Putih, Tagae, Shibu-Shibu, Hatu Kauw, Moro dan beberapa rumah kopi yang menggunakan nama pemiliknya seperti warung kopi Lela Baru, Lela Lama, Mekar, Raden Panji, Nabila, Seroja, dan lain-lain.
 
Kedai-kedai kopi itu dapat dijumpai, di antaranya, di Jalan Sam Ratulangi, Jalan Said Perintah, Jalan Pattimura, Jalan AM Sangadji, dan lain-lain. Warung-warung itu selalu disesaki penikmat kopi saban hari.
 
Fenomena orang minum kopi di Ambon kini bukan lagi sebagai gaya hidup semata atau untuk menghilangkan penat setelah bekerja seharian. Para pengunjung sudah menjadikan warung kopi sebagai tempat rapat, diskusi lepas organisasi masyarakat, seminar, dan sebagai tempat untuk membahas masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum.
 
Itulah yang membuat banyak pemilik gedung berlantai mengubah fungsinya sebagai warung kopi. Bahkan tidak sedikit juga yang mengubah arah bisnisnya dari toko mebel ke warung kopi.
 
Padatnya usaha warung kopi di Ambon tentu berpengaruh terhadap persaingan usaha. Para pemilik warung kopi berlomba menawarkan ciri khas rasa dan fasilitas berbeda-beda dengan harga yang relatif ekonomis sehingga bisa dijangkau level mana pun.
 
Chocky, seorang pelayan di rumah kopi Lela, menuturkan bahwa majikannya mematok harga kopi dengan nilai yang murah, yakni Rp7.000 per cangkir.
 
Sejak beroperasi, untung yang didapat cukup menjanjikan. Dalam sehari, rumah kopi yang terletak di jalan Sam Ratulangi itu bisa disesaki 50-100 pengunjung. Rata-rata seorang pengunjung bisa menghabiskan Rp50.000 sampai Rp100.000. Paling rendah bagi yang hanya istirahat sejenak pasti mengeluarkan Rp6.000 atau Rp10.000.
 
"Kalau sore hari pasti banyak yang datang. Kami buka dari pukul 09.00 WIT sampai pukul 20.00 WIT," ujar Chocky.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya