Marak Kasus Bullying, KPAI Desak Percepat Perpres Sekolah Ramah Anak

Ilustrasi anak yang mengalami bullying.
Sumber :
  • Pisabay/ anemone123

VIVA – Menyusul kasus cedera berat yang dialami oleh seorang siswi SMA  di Mojekerto, setelah menjalani hukuman squat jump di sekolahnya, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mendorong percepatan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Sekolah Ramah Anak (SRA).

Permendikbudristek PPKSP Resmi Diluncurkan sebagai Merdeka Belajar Episode ke-25

Seperti diketahui, anak tersebut mendapatkan hukuman berlebihan lantaran terlambat datang ke kegiatan ekstrakurikuler Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) di sekolahnya. Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti juga meninta kasus harus diusut tuntas motif dan otak pelaku penghukuman fisik yang berpotensi membahayakan anak. 

"Harus ada penegakan aturan agar ada efek jera bagi siapapun pelaku kekerasan  di sekolah," kata dia. 

Hilangnya Hak Anak demi Mendapatkan Sepeser Uang

Ia menegaskan, jika ditemukan unsur kelalaian pihak sekolah dalam kontrol kegiatan ekskul di sekolah, maka pihak sekolah wajib bertanggungjawab, terlebih peristiwanya terjadi dilingkungan sekolah. 

Menurutnya, pihak sekolah seharusnya memiliki kewajiban melindungi peserta didiknya dari berbagai bentuk kekerasan di lingkungan sekolah. 

KPAI: Korban Kekerasan Seksual Biasanya Trauma Seumur Hidup

"Anak di dalam dan di lingkungan  sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temanya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya," katanya mengutip UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 

Pihaknya sendiri akan melakukan pengawasan lapangan untuk bertemu korban dan keluarganya, mengunjungi sekolah untuk meminta kronologi kejadian dan siapa saja yang terlibat.

"Kami juga akan berkoordinasi dengan pihak pemerintah daerah Mojekerto terkait rehabilitasi kesehatan korban yang harus melibatkan Dinas Kesehatan Mojokerto dan rehabilitasi pskologis (karena korban mengalami trauma) dengan melibatkan Dinas PPPA dan P2TP2A kabupaten Mojokerto," kata dia.

Lebih jauh, ia mengatakan bahwa pembiayaan pengobatan dan pemulihan korban seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah daerah melalui OPD terkait. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya