Studi: Cuti Melahirkan 6 Bulan Jaga Performa Kerja dan Kesehatan Ibu-Anak

Ilustrasi hamil/ibu hamil.
Sumber :
  • Freepik/lookstudio

VIVA Lifestyle – Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) masih menjadi perdebatan panas bagi para pengusaha di berbagai bidang. Bukan tanpa alasan, banyak perusahaan yang menganggap bahwa kinerja perusahaan akan menurun seiring dengan cuti enam bulan pada karyawannya pascapersalinan.

Dalam momentum Hari Ibu 2022 yang mengusung tema Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya, Peneliti Health Collaborative Center (HCC) dan pengajar Kedokteran Kerja dari FKUI Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi MKK menegaskan, perlindungan spesiifk terhadap hak kesehatan pekerja perempuan di Indonesia perlu terus dikawal terutama dengan adanya momentum positif terkait RUU Kesehatan Ibu Anak yang akan segera disahkan pemerintah.

“Melalui beberapa pemberitaan di media, sejak RUU KIA resmi digolkan DPR RI, pemilik usaha sudah mulai bereaksi karena adanya potensi beban pembiayaan tambahan terkait cuti melahirkan yang semakin panjang. Hal ini tentu saja harus dimitigasi secara ilmiah lewat komunikasi berbasis ilmiah," ujar Ray, dalam bincang media, di Jakarta, Jumat 23 Desember 2022.

Ilustrasi hamil/ibu hamil.

Photo :
  • Freepik/user18526052

Menurut Dr Ray, RUU KIA adalah angin segar bagi perlindungan hak kesehatan pekerja perempuan. Namun, UU ini memiliki banyak tantangan dalam penerapannya, terutama terkait usulan kebijakan cuti melahirkan 6 bulan dan dukungan menyusui di tempat kerja. 

"Cuti melahirkan 6 bulan justru merupakan investasi karena banyak penelitian termasuk penelitian kami sendiri di Departemen Kedokteran Kerja FKUI yang membuktikan bahwa cuti melahirkan 6 bulan berhubungan positif dengan produktivitas buruh perempuan yang lebih baik. Jadi ini bukan cost. Tapi memang pemilik tempat kerja harus diberikan justifikasi praktis dan berbukti klinis berdasarkan real-world-evidence," ungkap Dr Ray yang juga merupakan Chief Editor dari The Indonesian Journal of Community and Occupational Medicine.

Ray menambahkan bahwa RUU KIA seharusnya memang diiringi dengan kajian health-ekonomi atau kesehatan-ekonomi untuk benar-benar memberikan tujuan yang tepat. Sebab, tak sedikit perusahaan yang justru merasa dirugikan dengan kebijakan ini karena menganggap dapat mengambil banyak pengeluaran tanpa efektivitas kerja yang nyata. Faktanya, negara-negara lain sudah menganut cuti melahirkan 6 bulan untuk memberi ASI Eksklusif sehingga manfaatnya terasa pada anak serta ibu itu sendiri.

"Ketahanan pangan jauh lebih mapan kalau, salah satunya, persentase (sukses) ASI ekslusif, naik. Karena statis kesehatan kelaurga naik, terutama ibu. ASI ekslusif bukan hanya ke anak tapi juga ke ibu. Fisik lebih bagus dan nggak gampang stres, penyakit tidak menular jangka panjangnya lebih rendah pada ibu dan anak. Potensi memiliki penyakit keganasan lebih rendah," ujarnya

Penelitian Basrowi dkk buruh perempuan hanya 19 persen yang berhasil ASI eksklusif, berpotensi stress post partum yang berlanjut dan adanya gangguan hormonal. Penelitian Basrowi dkk menunjukkan pekerja perempuan 2 kali lebih besar mengalami gangguan menstruasi karena faktor pekerjaan (occupational hazards) terutama setelah kembali dari cuti melahirkan 3 bulan.

"Keuntungannya Cuti Melahirkan 6 bulan apa saja? Kualitas menstruasi baik, maka kualitas kesehatan lebih baik. Stres postpartum lebih kecil, karena hormon oksitosin dihasilkan dari ASI. Kebugaran ibu yang beri ASI 6 bulan, begitu kerja lagi lebih fit karena ASI ekslusif itu weight management yang bagus," imbuhnya.

Ilustrasi ibu menyusui

Photo :
  • U-Report

Ketiga manfaat itu, pada akhirnya memberi manfaat pada performa kerja ibu dan membuat perusahaan menghasilkan keuntungan lebih besar. Metode ini, kata Ray, akan lebih efektif karena merasionalisasi investasi cuti 6 bulan akan memberi dampak menguntungkan bagi pemilik usaha dan bukan beban pembiayaan karena gaji dianggap tetap dibayar meskipun tidak bekerja.

"Dan sebagai peneliti kedokteran kerja, kami meyakini metode ini akan memberi substansiasi yang kuat karena baik secara teori maupun kajian apliaksi real-world di negara maju, pasti cuti 6 bulan lebih bisa meningkatkan produktivitas pekerja perempuan dibanding hanya cuti 3 bulan,” ungkap dr Ray yang sering memberi edukasi lewat akun instagram @ray.w.basrowi

Konsep bukti ilmiah efektivitas cuti 6 bulan bisa dilakukan dengan model kohort retrospektif yaitu melihat perusahaan yang sudah menerapkan kebijakan ini dan menghitung parameter produktivitas dan pencapaian kinerja karyawan atau buruh yang kembali bekerja setelah cuti 6 bulan dibandingkan yang cuti 3 bulan saja. 

"Ketika kembali kerja setelah cuti 6 bulan, performa lebih baim bahkan 8 kali lipat. Pemerintah wajib lengkapi kajian KIA bahwa beri cuti 6 bulan ini akan memberikan investasi. Cuti 3 bulan memang hanya dibayar 3 bulan gajinya tanpa kerja. Tapi performanya tidak lebih baik dibanding cuti 6 bulan," kata Ray.

Selamat! Laura Theux dan Indra Brotolaras Dikaruniai Anak Pertama

"Ternyata anak gampang sakit. Karena anak gampang sakit jadi klaim asuransi diambil. Cuti 6 bulan, klaim untuk anak lebih rendah karena anak nggak gampamg sakit, ibu juga tidak banyak absen karena anak sakit," sambungnya.

Salshabilla Adriani

Anaknya Dituding Selingkuhan Rizky Nazar, Ibu Salshabilla Adriani: Bunda Tahu Sakitnya Hati kamu

Salshabilla Adriani membantah tudingan tersebut. Dia mengklarifikasi bahwa saat berada di Bali, dia tidak hanya berdua dengan Rizky Nazar.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024