Anak Sulit Makan? Bisa Jadi Karena Hal Ini
- Ist.
JAKARTA- Ada berbagai masalah yang sering dialami orang tua dalam memberikan makan anak mereka. Mulai dari penolakan makan, waktu makan yang terlalu lama hingga ketakutan bahkan ketika makanan baru disuguhkan.
Masalah ini umum dialami orang tua di Indonesia, bahkan di berbagai negara lain. Tentu ini menyulitkan orang tua dan berpotensi menjadi masalah karena di masa-masa pertumbuhan, banyak zat gizi yang dibutuhkan anak. Scroll lebih lanjut ya.
Masalah makan sendiri bisa disebabkan faktor lingkungan, perilaku atau psikologis/behaviour anak, atau bisa juga disebabkan gangguan organik seperti gangguan saluran cerna.
Dari perspektif gastrohepatologi, feeding di?culties bisa jadi disebabkan gangguan pada pencernaan sehingga memengaruhi nafsu makan anak dan rutinitas makan sehari-hari.
Beberapa gangguan pencernaan yang menyebabkan ketidaknyamanan anak saat makan dan membuat anak enggan makan yakni diare, muntah, sakit perut, demam, gastroesophageal reflux disease (GERD), intoleransi laktosa, atau gangguan gastrointestinal lainnya.
Selain memengaruhi nafsu makan anak, gangguan-gangguan tersebut juga dapat membuat kesan tidak menyenangkan pada anak sehingga anak memiliki rasa takut ketika makan.
Pakar Gastrohepatologi, Prof. dr. Badriul Hegar, Sp.A(K), Ph.D, menjelaskan masalah makan pada anak perlu menjadi perhatian karena dapat berdampak pada terganggunya pertumbuhan.
“Konsumsi zat nutrisi yang tidak optimal, perkembangan juga terganggu, dan mempengaruhi emosinya,” ungkap Prof. Hegar, dalam press conference, Selasa 18 Juli 2023.
Lebih lanjut diungkap Hegar, kejadian masalah makan pada anak bervariasi bergantung istilah dan umur yang digunakan, secara umum berkisar 20-70 persen pada anak usia di bawah 5 tahun. Meskipun sebagaian besar disebabkan non organik, sebagai dokter dan orang tua perlu mewaspadai adanya alarm symptoms penyakit organik pada 20-30% anak dengan masalah makan.
Sementara itu, ada beberapa kelainan organik yang menyebabkan masalah makan pada anak. Pertama, gangguan saluran cerna penyakit refluks gastroesofagus (PRGE), kolik infantil, infeksi saluran cerna. Kedua,alergi makanan terutama terhadap protein susu sapi, atau bahan makanan lainnya seperti gluten pada penyakit seliak.
Ketiga, gangguan perkembangan motorik dan sensorik juga memengaruhi kemauan makan, kesulitan mengunyah dan menelan makanan. Sebaiknya secara berkala kita mengevaluasi kemungkinan adanya kelainan organik pada anak yang belum memberikan respon terhadap tata laksana yang diberikan, minimal setiap 3 bulan.
“Tidak jarang kelainan organ yang tidak tertata laksana dengan maksimal, menyebabkan gangguan mind-set anak yang meninggalkan trauma terhadap makanan, sehingga meski kelainan organik telah teratasi, anak tetap mengalami masalah makan, menolak makanan yang diberikan,” ungkap Hegar.