Kebangkitan Trah Soeharto

ilustrasi Soeharto (kiri) ketika diangkat menjadi Menpangad.
Sumber :

VIVA – Pemilihan legislatif yang menjadi rangkaian Pemilu serentak 2019 akan diikuti 14 partai politik. Empat di antaranya merupakan partai politik baru yang juga sudah mendapatkan nomor urut.

Top Trending: 5 Negara Legalkan Pernikahan Jenis, Wanita Nge-prank Presiden hingga Kisah Mualaf Jess

Empat parpol baru tersebut adalah Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Beringin Berkarya (Berkarya), Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Dari empat parpol tersebut, Partai Berkarya menjadi salah satu perhatian karena punya trah keluarga Cendana.

Partai Berkarya didirikan putra bungsu Presiden RI ke-2 Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Tommy juga pernah menjadi kader Golkar. Namun, tak seperti ayahnya, ia gagal bersinar di Partai Beringin.

Ada 8 Jenderal Bintang Lima di Dunia, 3 di Antaranya dari Indonesia

Latar belakang Partai Berkarya merupakan penggabungan dari Nasional Republik (Nasrep) yang juga didirikan Tommy. Nasrep adalah partai besutan Tommy yang gagal lolos ke Pemilu 2014. Sebagian elite Berkarya saat ini merupakan kepengurusan dari Partai Nasrep.

Di barisan elite partai yang didirikan 15 Juli 2016 ini, politikus yang dijuluki Pangeran Cendana itu didapuk sebagai ketua dewan pembina dan ketua majelis tinggi. Ada tokoh lain di partai ini yaitu seperti mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayjen TNI (Purn) era Orde Baru yaitu Muchdi Purwoprandjono sebagai ketua dewan kehormatan.

Ternyata Hanya Ada 1 Orang Peraih Jenderal Bintang 6 di Dunia, Sisanya Bintang 5

Sesuai dengan sejarahnya, Berkarya rencananya ingin 'menjual' kenangan era Orde Baru. Logo partai ini hampir menyerupai logo partai yang pernah dipimpin Soeharto, Golkar.

Ketua Umum DPP Berkarya Neneng A. Tutty mengatakan pihaknya akan mendorong program di sektor pertanian seperti swasembada pangan akan dijual untuk menarik suara pemilih. Ia tak gentar bersaing dengan parpol lama yang punya pengalaman ikut pemilu.

Dengan 'jualan' keberhasilan era Orde Baru diyakini akan manjur mempromosikan partai. Terobosan program partai harus disosialisasikan kepada masyarakat.

"Memang Mas Tommy sebagai ketua dewan pembina ingin begitu. Tentunya swasembada pangan, energi pembangunan akan diteruskan," kata Neneng saat dihubungi VIVA, Senin, 19 Februari 2018.

Tommy Soeharto menghadiri penutupan Rapimnas PP Muslimat NU

Foto: Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto (kanan).

Sebagai partai baru di era Reformasi, memang berat harus bersaing dengan parpol lama dan punya pengalaman. Apalagi mengacu Undang-Undang Nomor 7 tentang Pemilu, ambang batas parlemen minimal harus mendapat 4 persen.

"Kami punya kesolidan sebagai parpol baru. Lolos verifikasi faktual ke Pemilu 2019 jadi salah satu contohnya," ujar Neneng.

Tommy Capres Alternatif

Punya trah Cendana dalam figur Tommy Soeharto membuat Partai Berkarya punya target di Pemilu. Neneng mengklaim saat ini partai yang dipimpinnya ingin fokus pada Pemilu Legislatif 2019. Target ambang batas parlemen 4 persen harus dikejar.

Mepetnya waktu karena Pemilu 2019 akan digelar dalam hitungan kurang dari setahun. Hal ini karena adanya penyelenggaraan Pilkada serentak 2018 dengan melibatkan 171 daerah.

"Target realistis ya mengejar ambang batas parlemen 4 persen itu. Program sudah kami sosialisasikan ke daerah," tutur Neneng.

Ia menepis kabar Berkarya akan mengusung Tommy Soeharto sebagai calon presiden alternatif. Menurutnya, status parpol baru membuat Berkarya mesti sadar diri membuktikan terlebihb dulu ke masyarakat

"Kami memang partai ketokohan dengan ada Mas Tommy. Tapi, kalau usung capres, kita belum bicarakan. Pikirkan dulu yang seperti target lolos parlemen," ujar Neneng.

'Kepakan' Garuda

Isu keluarga Cendana kembali muncul dengan kendaraan partai politik setelah ada partai bernama Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda). Partai Garuda juga dinyatakan lolos ke Pemilu 2019. Partai yang dipimpin Ahmad Ridha Sabana ini dikaitkan dengan nama putri Presiden RI ke-2 Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana atau Tutut Soeharto.

Benang merah Partai Berkarya dengan keluarga Cendana karena Ahmad Ridha Sabana pernah menjadi Presiden Direktur PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Terkait perkara ambil alih MNC TV pasca putusan Mahkamah Agung beberapa waktu silam, sosok Ahmad Ridha aktif tampil di publik dan pasang badan untuk kubu Tutut.

Merespons isu tersebut, Ahmad Ridha memberikan penjelasan. Ia menegaskan Partai Garuda tak ada afiliasi dengan Tutut Soeharto. Menurutnya, kerjasama dengan putri sulung Presiden RI ke-2 Soeharto tersebut sudah berakhir.

"Enggak ada. Ini saya juga bingung kenapa selalu dikaitkan. Soal saya dulu pernah di TPI itu sudah enggak lagi kan," kata Ahmad Ridha saat dihubungi VIVA, Senin, 19 Februari 2018.

Ketua Umum Partai Garuda, Ahmad Ridha Sabana.

Foto: Ketua Umum DPP Partai Berkarya Ahmad Ridha Sabana (tengah).

Ridha menekankan Berkarya adalah partai yang dibentuk dengan desain semangat kalangan muda atas berbagai persoalan bangsa. Kesolidan partai dibangun mulai dari anggota pengurus ranting di setiap daerah.

Target ke depan jelas ingin Garuda lolos sebagai partai parlemen meski berat dan harus bersaing dengan parpol lama. Menurut dia, dengan jaringan kelompok anak muda, beberapa program lintas sektor terkait isu kesejahteraan sosial ekonomi sudah siapkan.

"Kami partai baru tapi punya planning yang sangat jelas gitu loh. Kami ingin lolos ke parlemen. Target, misi kami ingin menjadikan Garuda punya kepakan. Sedikit bicara, banyak kerja dan ada hasilnya," tutur Ridha.

Ekstra Kerja Keras

Baik Berkarya dan Garuda harus membuktikan terlebih dulu agar bisa lolos ke parlemen. Menembus ambang batas 4 persen sebagai parpol baru di era Reformasi dinilai sulit. Apalagi ada 12 parpol yang akan menjadi pesaing kuat. Meski demikian, peluang lolos selalu terbuka. Asalkan di waktu sisa mepet ini bisa memaksimalkan elektabilitas parpol.

"Dua partai ini mengejutkan, tapi inilah demokrasi yang beri warna baru. Lolos ke parlemen dulu saja sudah bagus. Itu juga butuh ekstra kerja keras, berdarah-darah," tutur pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio saat dihubungi VIVA, Senin, 19 Februari 2018.

Kemudian, ia memberikan catatan untuk Berkarya. Ia menganalisis sulit 'menjual' program Orde Baru di era sekarang. Figur Tommy Soeharto dianggap belum bisa memberikan efek signifikan terhadap parpol. Namun, kenangan Orde Baru bisa dijual bila kinerja kabinet ekonomi pemerintahan Joko Widodo gagal.

"Bila kondisi ekonomi tidak membaik maka kampanye keberhasilan zaman Orba lebih enak bisa ditelan. Jualan Orde Baru berhasil, enakan zaman Soeharto dibanding Reformasi," ujar Hendri.

Parpol Berkarya daftar Pemilu 2019 ke KPU RI

Foto: Elite Partai Berkarya saat mendaftar ke KPU.

Hal senada disampaikan pengamat politik Adi Prayitno. Menurutnya, saat ini sulit menjual romanstisme Orde Baru. Bila masyarakat sebagai suara pemilih hanya berpikir pendek maka kenangan manis Orde Baru bisa diterima. Namun, sebaliknya jika berpikir rasional maka sulit. "Mengembalikan Orde Baru akan diterima bila berpikir pendek. Tapi, kalau berpikir rasional akan ditolak," kata Adi.

Lagipula, ada dua parpol baru lain yaitu PSI dan Perindo yang akan menjadi lawan berat lolos ke parlemen. Meski baru, dua parpol ini dinilai lebih siap. Pertama, PSI dengan kampanye anak muda menjadi andalan. Kemudian, Perindo dengan kekuatan jaringan media massa yang dimiliki Hary Tanoesoedibjo.

"Realistisnya susah. Karena ada PSI dan Perindo yang lebih siap. Secara sosialisasi, dua parpol ini sudah lebih dulu," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya