SBY Mulai Jatuh Hati ke Prabowo

Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA – Calon presiden 2019 penantang Joko Widodo dari koalisi yang tak mendukung pemerintah, masih buram. Partai Gerindra telah memberikan amanat ke Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Namun hingga kini Prabowo belum mendeklarasikan diri, apakah mau bertarung kembali atau memajukan sosok lain. Tak hanya itu, Partai Demokrat yang tak masuk dalam koalisi manapun juga masih malu-malu.

Jakarta LavAni Menang, AHY Berharap Hattrick Juara Proliga

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam rapat koordinasi nasional Partai Demokrat beberapa waktu lalu menyatakan dengan tegas tidak akan mendukung Joko Widodo dalam pertarungan politik 2019 mendatang.

Namun belum jelas ke mana dukungan partai besutan SBY ini untuk calon pemimpin Indonesia nanti. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Demokrat, Didik Mukrianto, menguak kisi-kisi baru dalam menentukan koalisi. Rencananya, SBY akan bertemu dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.

Top News: AHY Wanti-wanti Prabowo, Heboh Wali Nagari di Sumbar Digerebek Warga Mesum

Pertemuan SBY dan Prabowo di Puri Cikeas beberapa waktu lalu.

"Tidak ada sedikit pun hambatan politik maupun psikologis buat Demokrat membangun komunikasi, termasuk dengan Gerindra, PKS dan yang lainnya. Insya Allah setelah lebaran sudah direncanakan akan ada pertemuan antara Pak SBY dan Pak Prabowo," ujar Didik saat dihubungi, Rabu, 6 Juni 218.

Soal Koalisi Besar, AHY Sebut Prabowo Punya Pertimbangan Matang

Didik sangat menghormati komunikasi politik yang dibangun oleh siapapun. Komunikasi politik menjadi sebuah kebutuhan, apalagi di tahun politik seperti saat ini. "Demokrat membuka diri sepenuhnya untuk membangun komunikasi dan sinergi dengan siapapun termasuk Gerindra, PKS dan juga parpol sahabat yang lainnya."

Hal serupa juga disampaikan Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Menurut dia Demokrat terus melakukan komunikasi politik dengan partai politik lainnya, meskipun luput dari pantauan media massa.

"Untuk koalisi menjadi perhatian luas publik, saat ini kabutnya masih tebal. Pada waktunya sudah dekat. Karena, masing-masing partai politik masing-masing memegang kartunya. Karena, segala sesuatunya bisa terjadi," ucap AHY.

Menurut Agus, setiap partai politik mempunyai kader unggulan yang akan diajukan sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Masing-masing partai masih berhitung dan saling mengunci calonnya masing-masing untuk Pilpres 2019 mendatang.

"Semuanya berhitung dan semuanya mengunci, boleh berkoalisi. Tapi, saya sebagai Capres ya atau Cawapres ya. Semakin ke sini semakin membingungkan apakah 2019 terjadi di 2014. Bisa ya dan bisa tidak," ungkap AHY.

SBY lirik Gatot Nurmantyo

Nama Gatot Nurmantyo disebut-sebut sebagai salah satu kandidat calon Presiden 2019. Gatot pun tak menampik sering menjalin komunikasi intensif dengan para elite politik, termasuk dari Partai Demokrat.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, Demokrat akan mengkaji nama Gatot di Majelis Tinggi Partai Demokrat usai Pemilihan Kepala Daerah 2018.

"Tentunya akan kita bahas semua nama-nama yang berpotensi, menjadi capres dan cawapres, kita akan bahas di Majelis Tinggi," kata Syarief di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, awal Juni ini.

Syarief mengakui Gatot adalah salah satu sosok potensial menjadi calon presiden atau wakil presiden. Namun, Demokrat juga katanya mempertimbangkan nama-nama lain.

"Sejauh ini semua berpotensi yah, mulai Pak Jokowi, Pak Gatot, Prabowo, AHY," ujar Syarief.

Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono bertemu Gatot Nurmantyo

Syarief menambahkan, SBY dan Gatot punya hubungan yang sangat spesial. Syarief menilai itu sebagai bentuk hubungan senior junior dalam militer.

"Itu hubungan antara senior dan junior. Karena bagaimanapun juga Pak Gatot ini pernah dibina oleh Pak SBY," kata Syarief.

Syarief menegaskan, SBY saat menjadi Presiden banyak memberikan jasa kepada Gatot. Jabatan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) kepada Gatot diplot saat SBY menjabat Presiden.

"Pak Gatot jadi KASAD di eranya Pak SBY. Kemudian yang kedua, di TNI itu ikatan moralnya sangat kuat antara junior dan senior. Antara atasan dan anak buah pasukan. Sangat erat," ujar Syarief.

Syarief yang juga mantan menteri di era SBY ini meminta momen cium tangan itu tidak ditafsirkan sebagai tanda politis. Dia menyebut Demokrat belum memutuskan dukungan Pilpres 2019, termasuk kepada Gatot atau tidak.

"Jangan diartikan yang lain-lain dulu lah. Saya pikir tidak ada (motif politik). Itu kan acara silaturahmi," kata Syarief.

Masih galau


Pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Idil Akbar, menyatakan jika Partai Demokrat terlihat masih ragu dalam menentukan koalisi di Pilpres 2019 mendatang. Idil menilai, keraguan partai ini bukan karena visi dan misi dan program dari partai lain, tetapi karena calon yang akan diusung oleh Demokrat.

"Konteksnya hari ini AHY sudah cukup diperhitungkan dalam berbagai survei sebagai cawapres potensial. Dan saya kira, SBY sebagai Ketum PD berupaya membangun kesepakatan agar AHY menjadi cawapres calon lainnya, entah apakah itu Jokowi, Prabowo ataupun calon alternatif lainnya. Jika kemudian AHY bisa dikonfirmasi sebagai cawapres, saya kira PD akan menuju ke sana dalam koalisinya," kata Idil saat dihubungi VIVA.

Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

Tak hanya itu, Idil menilai jika Demokrat tengah mempertimbangkan segala hal. Sebab jika memunculkan nama baru untuk menyaingi Joko Widodo dan Prabowo dianggap sulit.

"Memang ada nama GN (Gatot Nurmantyo) namun hingga hari ini elektabilitasnya masih kalah jauh dengan dua nama tersebut. Selain itu pula, kalau harus berpasangan dengan AHY akan memungkinkan munculnya resistensi karena keduanya berlatar belakang militer," kata dia.

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari malah berpendapat lain. SBY dianggap bisa saja mendukung Jokowi karena sudah ada tanda-tanda yang jelas. Misalnya Jokowi hadir ke acara demokrat, mengeluarkan pernyataan yang asosiatif misal saya seorang demokrat. Lalu ada gestur bersahabat mendekatkan AHY ke sebelah dirinya. Kemudian pertemuan anak-anak Jokowi dengan AHY beberapa kali.

"Itu sinyal yang cukup banyak di luar adanya saling sahut soal beberapa persoalan yang bisa jadi kendala dua kekuatan politik ini. Kemungkinan lain, bergabung dengan kubu Prabowo malah sinyal agak lebih redup. Saya dengar dua orang ini enggak begitu cocok. Memang beliau berdua satu angkatan (di militer) yakni angkatan tahun 1973 boleh dibilang saling bersaing. Jadi yang terbaik walau Pak Prabowo pernah terkena sanksi sehingga dia lulus tahun 74. Yang jelas, pertemuan SBY dengan Prabowo sampai sekarang belum terwujud," ucap Qodari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya