Harga Mobil Digebuk Dolar

Suzuki Ignis di IIMS 2017
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA – Performa rupiah kian melemah terhadap dolar AS. Per hari ini, nilai tukar rupiah sudah menembus ke level Rp14.827 per USD. Angka tersebut nyaris menembus angka psikologi ekonomi banyak orang, Rp15 ribu.

Mendag Imbau Masyarakat Tak Perlu Khawatir soal Pelemahan Rupiah

Tak pelak banyak pihak kemudian ketar-ketir. Dikhawatirkan mengganggu banyak sektor perekonomian. Salah satu kalangan yang sudah ambil sikap adalah sektor otomotif, di mana sejumlah agen pemegang merek sudah mulai menaikkan harga mobilnya.

PT. Suzuki Indomobil Sales merupakan salah satu APM yang mulai lakukan penyesuaian harga. Mobil-mobil yang dikerek harganya adalah model-model Completely Built Up (CBU) yang diimpor dari luar, atau tepatnya India, yakni Ignis, Baleno, dan S-Cross.

Rupiah Amblas ke Rp 16.200 per dolar AS, Gubernur BI Lakukan Intervensi

"Mulai 1 September kami mulai naikkan sekitar Rp3 juta sampai Rp5 juta untuk Baleno, S-Cross, dan Ignis,” kata Section Head 4W Product Development PT SIS, Harold Donnel kepada VIVA.

Dia mengatakan, kenaikan mesti ditempuh karena kondisi sudah mengharuskan demikian. Ada tiga faktor eksternal dalam catatan Harold, yang memengaruhi harga. Ketiganya adalah biaya produksi, regulasi dan tingkat kompetisi.

Rupiah Amblas ke Rp 16.270 per Dolar AS Pagi Ini

Dipastikan, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat memengaruhi ongkos produksi, yang tentunya berdampak pada tingginya harga komponen dan industri pendukung lainnya.

Tak Ada Pilihan

PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) juga merupakan APM yang sudah menaikkan harga sejumlah produknya, seperti Xpander dan Pajero Sport, dan Triton.

Director of Marketing & Sales MMKSI Irwan Kuncoro mengatakan, untuk Xpander, small MPV itu sudah mengalami kenaikan sebesar Rp2 juta. Senada dengan Suzuki, Mitsubishi juga anggap tak ada cara lain yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi rupiah yang terus melemah.

"Sebetulnya beberapa bulan lalu saya sampaikan bagaimana memang di awal tahun kita optimistis melihat secara keseluruhan makro ekonomi, kemudian tingkat konsumer indeks juga cukup baik, optimistis. Tapi memang pada saat itu juga tentu saja kita harus antisipasi adalah exchange rate rupiah terdepresiasi," kata Iwan di Serang, Banten.

Apa yang dilakukan sejumlah APM dianggap wajar Ketua Umum Asosiasi Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi. Kata dia, benar, tak ada pilihan lain yang bisa ditempuh. Andaipun tak dilakukan, dipastikan bakal menyulitkan APM.

"Ini sangat berpengaruh terhadap harga mobil, karena sebagian besar komponen dan bahan baku mobil yang ada di sini masih dalam bentuk dolar. Ini kalau dolar masih bertahan tinggi dalam jangka lama, mungkin APM perlu melakukan penyesuaian (harga) lagi," kata dia, ditemui di Jakarta.

Soal besaran, semua tentu dikembalikan ke masing-masing APM. Sebab ada produk yang kandungan lokalnya sudah tinggi, ada yang stok impornya tinggi dan ada yang sedikit.

"Kalau tidak dinaikkan mereka akan susah bertahan. Jadi pasti nanti ada adjustment. Adjustment-nya berapa besar dan berapa cepat, ini tergantung dari merek-merek tersebut," tutur dia.

Daya Beli Menurun?

Logika sederhana apabila harga barang naik tentu permintaan makin menurun. Tetapi hal itu dikatakan masih belum terjadi di sektor otomotif, walaupun potensi ke arah sana tetap ada.

Direktur PT. Mandiri Tunas Finance (MTF) Harjanto Tjitohardjojo mengatakan, permintaan masyarakat akan kendaraan baru hingga kini masih baik. Tetapi semua tentu berubah jika pelemahan rupiah terus terjadi alias berkepanjangan.

"Sampai hari ini tidak ada (dampaknya). Cuma tantangan apakah kurs akan bergerak terus? Sebab risikonya harga kendaraan akan naik, otomatis orang mikir-mikir untuk beli. Tapi sampai sekarang tidak (ada dampaknya)," ujarnya di Jakarta Selatan.

Sebenarnya yang diharapkan oleh para pelaku industri otomotif bukan soal pelemahan atau penguatan rupiah, melainkan kestabilan. Sebab dengan begitu, para pelaku industri bisa menyusun rencana bisnisnya dengan lebih baik.

"Harga kendaraan naik karena komponennya kan masih ada yang impor. Harapan kami rupiah ini stabil, sehingga kami bikin program lebih panjang. Soal tinggi rendahnya itu relatif. Waktu suku bunga 13 persen kita masih bisa jualan, tapi kalau suku bunga kecil memang kita bisa jualan lebih banyak," ungkap dia.

Namun demikian, Harjanto masih tetap optimis terhadap pasar otomotif Indonesia ke depannya. Sebab, saat ini rasio jumlah kendaraan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara tetangga.

BMW-Mercy Kebal

Walau banyak APM yang kena pengaruh dolar yang kian perkasa, namun tidak halnya dengan jenama-jenama mobil mewah yang satu ini.

Vice President Corporate Communication BMW Group Indonesia, Jodie O'tania mengatakan, belum ada pengaruh besar dari melemahnya rupiah untuk bisnis BMW di Indonesia.

"Kalau bicara soal dampak dolar, pasti ada. BMW akan melakukan berbagai strategi untuk meminimalkan dampak tersebut," kata Jodie di Sunter, Jakarta Utara.

Ia menjelaskan, sebagian besar transaksi dari bisnis BMW Group di Indonesia menggunakan mata uang Euro. Sehingga, mereka masih bisa menahan harga jual mobil buatan Jerman tersebut di Indonesia.

"Sebagian besar masih menggunakan Euro. Dan kalau dilihat, nilai mata uang Euro masih menguat. Terkait harga, kami juga belum berencana melakukan perubahan," tuturnya.

Senada, hal itu turut disampaikan Deputy Director Sales Operation and Product Management Mercedes-Benz Indonesia, Kariyanto Hardjosoemarto.

"Kalau dari sisi harga kendaraan, kenaikan dolar tidak serta merta menaikkan harga kendaraan CBU kami, apalagi kalau kenaikannya bersifat sementara atau sesaat," ujarnya saat dihubungi VIVA.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya