Transportasi Online Pelat Merah, Serius atau Main-main

Para mitra pengemudi (driver) ojek online saat unjuk rasa di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA Foto/Muhammad Adimaja

VIVA – Pemerintah ingin membuat aplikasi transportasi online tandingan Gojek dan Grab. Berawal dari desakan Persatuan Penyelenggara Transportasi Online (PPTO) dan sejumlah asosiasi agar mitra pengemudi atau driver tidak diperlakukan semena-mena oleh perusahaan aplikasi.

Mantan Bos Gojek Bikin Motor Listrik, Ini Bocoran Wujudnya

Selain itu, Putusan Mahkamah Agung yang secara resmi mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.

Dengan demikian, usai pencabutan Permenhub oleh MA, PPTO mengharapkan ada kejelasan regulasi terkait nasib para sopir pengguna aplikasi transportasi online ke depan.

Investasi di Indonesia, Menperin Ingatkan Apple harus Penuhi Aturan TKDN

"Jadi saya melihat ini sebetulnya perang bisnis, perang dagang," kata Ketua Umum PPTO, Aryo. Sementara, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan bahwa pihaknya akan taat dan tunduk terhadap keputusan MA tersebut.

Karena itu, Budi Karya akan berkonsolidasi dengan sejumlah ahli, untuk melihat aspek apa saja yang masih bisa diatur pihaknya terkait regulasi mengenai transportasi online tersebut.

Sopir Taksi Online yang Todong Penumpang Wanita dan Minta Rp 100 Juta Ditangkap saat Tidur Pulas

Sebab, menurutnya pengaturan ini sangat penting, untuk melindungi kepentingan para penumpang atau pengguna jasa transportasi itu.

Korea Selatan jadi acuan

"Ada satu harapan kami bahwa level of service, level of security, harus diberikan kepada semua penumpang yang akan menggunakannya," kata Budi Karya.

Selain itu, Budi Karya memastikan untuk melakukan sejumlah upaya dalam rentang waktu seminggu hingga satu bulan, untuk membentuk regulasi yang lebih 'rigid' dalam permasalahan transportasi online tersebut.

Perlakuan seenaknya aplikator terhadap driver dan dicabutnya Permenhun 108 oleh MA inilah yang membuat Kementerian Perhubungan berencana menyiapkan platform transportasi online pelat merah yang siap bersaing dengan Gojek dan Grab.

Aplikasi ini akan dikerjasamakan dengan BUMN telekomonikasi, yaitu PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengatakan saat ini proses pembentukan bisnis tersebut masih dalam penjajakan dengan Telkom.

"Satu hal yang kita jajaki kerja sama dengan pihak Telkom adalah pendalaman proses bisnis berasal dari aplikasi. Konsepnya menjadi platform seperti di Korea Selatan punya pemerintah," jelas Budi.

Platform baru transportasi online ini, lanjut dia, juga akan menyediakan layanan layaknya Gojek maupun Grab. Diharapkan transportasi online 'racikan' pemerintah ini akan mengakomodasi keinginan para driver.

"Tapi, teman-teman di Telkom harus mempunyai keuntungan tetapi tidak memberatkan para pengemudi," tutur dia. Hingga kini, belum ditargetkan kapan aplikasi transportasi online pelat merah akan diluncurkan.

Ia juga menekankan perlu adanya perubahan pola pikir pada masyarakat untuk mulai menggunakan transportasi publik.

Budi mengklaim pertumbuhan moda transportasi umum dalam lima tahun terakhir sudah relatif membaik. Indikatornya, ia melanjutkan, tercermin lewat sejumlah fasilitas transportasi umum yang dibangun, yakni LRT, MRT, maupun BRT di sejumlah daerah.

Kominfo 'angkat bahu'

Meski begitu, Budi Setiyadi menegaskan bentuk aplikasi transportasi online yang sementara akan disiapkan pemerintah adalah roda empat. Sementara, untuk roda dua belum terpikirkan untuk dibuatkan aplikasi.

"Kenapa roda empat karena sudah ada regulasinya. Untuk roda dua, saya belum berpikir ke arah sana. Tapi, kalau pun mungkin dibuat aplikasinya jangan sampai menambah persoalan. Nantinya hanya wacana," kata Budi.

Akan tetapi, gaung transportasi online pelat merah tidak terdengar sampai Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hal tersebut diungkapkan sendiri oleh Menkominfo Rudiantara.

"Saya enggak tahu," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di Gedung Kominfo Jakarta, Senin, 17 September 2018. Ia mengungkapkan bahwa membuat aplikasi sangat memungkinkan dan semua orang bisa melakukannya.

Dengan demikian, Rudiantara tidak mempermasalahkan pembuatan aplikasi tersebut. "Silakan saja. Saya sih enggak apa-apa," jelasnya.

Selain itu, Rudiantara menilai Kemenhub tidak perlu membahas ataupun meminta izin ke Kominfo untuk membuat sebuah aplikasi. Ia lalu mencontohkan startup, yang juga tidak perlu izin.

"Tak perlu izin tapi cukup registrasi. Itu nanti kalau sudah jalan," papar dia. Rudiantara juga menegaskan kalau Kominfo tidak bisa membuat aplikasi, tapi hanya mengeluarkan kebijakan. Menurutnya, yang bisa membuat aplikasi adalah operator.

"Kita tidak lagi seperti dulu, sebagai operator dan regulator. Tapi sekarang hanya regulator dengan operator yang bisa berasal dari BUMN maupun swasta," kata Rudiantara.

Sinyal Gojek dan Grab

Pada kesempatan terpisah, Chief Corporate Affairs Gojek, Nila Marita, mengaku menghargai inisiatif tersebut. Sebab, menurutnya, berbagai inisiatif yang mengutamakan kepentingan driver dan konsumen tentu didasari oleh semangat kolaborasi.

"Kami berharap pemerintah dapat terus berperan dalam memastikan iklim usaha dan investasi yang kondusif di sektor transportasi," kata dia kepada VIVA.

Sedangkan Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, menyambut baik rencana tersebut. Menurutnya masyarakat tentu akan memiliki lebih banyak opsi pelayanan transportasi online terbaik.

"Langkah ini memungkinkan masyarakat untuk memilih layanan transportasi terbaik, di mana level the playing field dan kepuasan konsumen tetap diutamakan," ujarnya kepada VIVA.

Ia pun meyakini bahwa hal tersebut harus memiliki sifat objektif untuk menjadikan layanan transportasi lebih efisien. Hal lainnya adalah memungkinkan seluruh masyarakat untuk tetap dapat menikmati layanan transportasi yang aman dan nyaman.

Di mata pengamat transportasi Institut Teknologi Bandung, Ofyar Zainuddin Tamin, keberadaan ojek dan taksi online adalah atas permintaan masyarakat. Oleh karena itu tidak bisa dihindari lagi karena perubahan zaman.

"Meski begitu, memang harus ada pemisahan antara ranah transportasi online dengan konvensional," kata Ofyar kepada VIVA, belum lama ini.

Tak hanya itu saja. Keluhan lain yang dikemukakan pengemudi online adalah kebijakan perusahaan yang terus menerima pengemudi baru.

Padahal jumlah pengemudi sudah banyak, sehingga berimbas ke berkurangnya pendapatan. Menurut Ofyar ini bagian dari persaingan bisnis transportasi online.

"Sesama taksi online saling 'gigit.' Itu lumrah. Sesama pengemudi akan pilih, kalau enggak tetap atau pindah ke kompetitor. Jadi ada keseimbangan baru. Kalau transportasi konvensional tidak berubah, lama-lama bakal mati," paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya