Taipan RI Versi Forbes, Apa Bisnis Mereka?

Low Tuck Kwong, Taipan Batu Bara
Sumber :
  • forbes.com

VIVAnews - Majalah bisnis terkemuka, Forbes, mengumumkan orang-orang terkaya dunia. Hasilnya, sebanyak 14 pengusaha Indonesia masuk dalam daftar itu. Melihat namanya, semua masih "muka-muka lama," yang pernah masuk dalam daftar tahun-tahun sebelumnya.

Peringkat teratas, kelompok pengusaha Indonesia terkaya masih dihuni kakak beradik Michael dan Budi Hartono dengan kekayaan US$5 miliar. Lalu disusul Low Tuck Kwong (US$3,6 miliar), Martua Sitorus (US$2,7 miliar), Peter Sondakh (US$2,4 miliar), Sri Prakash Lohia (US$2,1 miliar), dan Kiki Bakri (US$2 miliar).

Nama lain yang masuk adalah Sukanto Tanoto (US$1,9 miliar), Edwin Soeryadjaya (US$1,6 miliar), Garibaldi Thohir (US$1,5 miliar), Theodore Rachmat (US$1,3 miliar), Chairul Tanjung (US$1,1 miliar), Murdaya Poo (US$1,1 miliar), dan Benny Subianto (US$1 miliar).

Menurut keterangan Forbes, total kekayaan 14 pengusaha itu mencapai US$27,3 miliar atau sekitar Rp245 triliun dengan kurs Rp9.000 per dolar AS. Lalu, apa sebenarnya bisnis-bisnisnya hingga mereka kaya raya?

Michael dan Budi Hartono
Budi Hartono, pemilik Grup DjarumMichael (71) dan Budi (70) mengelola perusahaan rokok terbesar asal Kudus, Djarum, dari ayahnya. Pundi-pundi kekayaannya semakin bertambah berkat setelah menguasai bank swasta terbesar Indonesia, Bank Central Asia.

"Mereka juga memiliki Grand Indonesia, suatu pusat perbelanjaan mewah beserta gedung perkantoran dan komplek hotel di pusat Jakarta," tulis Forbes. Perusahaan Djarum, walau penjualannya telah dilarang di AS bersama produk-produk rokok lain sejak 2009, telah meluncurkan Dos Hermanos, yaitu produk cerutu premium yang berbahan campuran tembakau Indonesia dan Brazil.

Saudara-saudara Michael dan Budi pun memiliki bisnis minyak kelapa sawit, dengan memiliki lahan seluas 65.000 hektar di Kalimantann Barat pada 2008.

Low Tuck Kwong

Low Tuck Kwong, Taipan Batu BaraPria ini terlahir di Singapura serta ikut bisnis konstruksi orang tuanya hingga usia 20 tahun. Namun, kemudian pindah kewarganegaraan jadi warga Indonesia. Dia dikenal sebagai raja batu bara Kalimantan.

Low Tuck Kwong memulai bisnis di Indonesia pada 1973 ketika ia membentuk perusahaan konstruksi yang khusus menangani pekerjaan umum, konstruksi bawah tanah, hingga konstruksi di laut.  Dalam perkembangannya, perusahaan konstruksi sipil ini kemudian mendapatkan kontrak batu bara pada 1988.

Lima tahun setelah berganti kewarganegaraan Indonesia, pada November 1997, Low Tuck mengakuisisi PT Gunung Bayan Pratamacoal dan PT Dermaga Perkasapratama yang memiliki tambang dan mengoperasikan terminal batu bara di Balikpapan sejak 1998. Sejak itu, sejumlah konsesi baru diakuisisinya hingga resmi membentuk perusahaan induk yang dikenal dengan PT Bayan Resources.

Sejak 2001, Bayan Group rata-rata menambah satu konsesi dalam portofolio perusahaan. Bahkan, Bayan terus mengevaluasi peluang untuk menambah konsesi batu bara di Indonesia.

Melalui sejumlah perusahaan, Bayan Group memiliki hak eksklusif melalui lima kontrak pertambangan dan tiga kuasa pertambangan dari pemerintah Indonesia. Total konsesinya mencapai 81.265 hektare.

Martua Sitorus

Martua SitorusMartua lahir 51 tahun lalu di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Sarjana ekonomi dari Universitas HKBP Nommensen, Medan tersebut waktu kecilnya dikenal dengan nama Thio Seng Hap dan dikenal juga dengan panggilan A Hok.

Martua memulai karir bisnisnya sebagai pedagang minyak sawit dan kelapa sawit di Indonesia dan Singapura. Bisnisnya berkembang pesat. Pada 1991 Martua mampu memiliki kebun kelapa sawit sendiri seluas 7.100 hektar di Sumatera Utara. Pada tahun yang sama pula Martua bisa membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit pertamanya.

Ia kemudian melebarkan sayapnya dengan bendera Wilmar International Limited. Perusahaan agrobisnis terbesar di Asia ini merupakan perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Singapura. Bahkan, untuk pabrik biodiesel, dia memiliki produksi terbesar di dunia. Meski sebagai pemilik, Martua masih menduduki jabatan direktur eksektuf di Wilmar.

Pembangunan biodiesel dilakukan di Riau pada 2007 dengan membangun tiga pabrik biodiesel, masing-masing memiliki kapasitas produksi 350.000 ton per tahun, sehingga total kapasitasnya 1,05 juta ton per tahun.

Di negeri ini, Wilmar memiliki sekitar 48 perusahaan. Salah satunya adalah PT Multimas Nabati Asahan, yang memproduksi minyak goreng bermerek Sania.

Peter Sondakh

Peter SondakhSebagai salah satu taipan papan atas Indonesia, Peter bukan saja dikenal sebagai bos grup bisnis besar di negeri ini. Namun, pria berusia 58 tahun ini juga memiliki rumah mewah di Beverly Hills.

Grup bisnis Rajawali yang dikendalikannya bergerak di berbagai bidang, mulai dari properti, pertambangan, hingga perkebunan. Semula, grup bisnis ini juga berniat mengembangkan usaha maskapai pesawat, namun dibatalkan karena  bisnis penerbangan dinilai kurang menguntungkan.

Dulunya Grup Rajawali dikenal sebagai pemilik pabrik rokok besar di Tanah Air, PT Bentoel Internasional Investama Tbk. Namun, ia kemudian melepaskan 56,96 persen sahamnya kepada British American Tobacco, produsen rokok terbesar kedua di dunia.

Dari penjualan itu, Rajawali mengantongi dana segar Rp3,35 triliun. Menurut eksekutif Grup Rajawali, Darjoto Setiawan, sebagian besar dana itu digunakan untuk investasi di bisnis tambang. Selain itu, akan digunakan untuk memperluas kebun sawit, serta mengembangkan sektor properti.

Sri Prakash Lohia

Sri Prakash LohiaLaki-laki keturunan India yang memilih jadi warga negara Indonesia ini memiliki kekayaan US$2,1 miliar. Kekayaannya diperoleh dari Indorama Corporation, perusahaan polyster yang didirikan bersama ayahnya, ML Lohia.

Indorama memulai usahanya dengan mendirikan pabrik benang pada 1976 di Indonesia. Kini di tangan  Prakash, Grup Indorama kian menggurita. Produknya meliputi poliester, PET resin, polyethylene, polypropylene, kain, hingga sarung tangan medis. Pabriknya bertebaran di sepuluh negara dengan kontrol penuh dari Jakarta.

Grup Indorama saat ini menaungi sejumlah perusahaan. Usaha pembuatan bahan baku tekstil di bawah bendera PT Indorama Synthetics dan usaha petrokimia  di bawah PT Petrokimia Eleme. Produk Indorama dikirim ke lebih dari 90 negara di empat benua dan menyerap lebih dari 16 ribu tenaga kerja.

Kiki Barki

Kiki BarkiNama baru yang menikmati keuntungan dari hasil tambang batu bara adalah Kiki Barki. Pendatang baru di deretan orang terkaya Indonesia ini mengendalikan perusahaannya melalui  PT Harum Energy Tbk.

Kiki yang kini berusia 71 tahun mengoleksi kekayaan senilai US$1,7 miliar, dan menduduki peringkat ke-11. Melalui bisnisnya di industri tambang batu bara, Kiki sukses membawa Harum Energy mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada awal Oktober 2010.

Saat penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dengan melepas 500 juta saham pada harga Rp5.200 per unit, perseroan mampu meraup dana segar Rp1,04 triliun. Harum Energy yang merupakan perusahaan grup Tanito Coal itu kini masuk salah satu produsen batu bara terbesar di Indonesia.

Sukanto Tanoto

Sukanto TanotoNamanya pernah masuk daftar orang terkaya di Indonesia pada 2006. Bos Raja Garuda Mas International ini dilahirkan di Belawan, Sumatera Utara, 25 Desember 1949.

Bernama asli Tan Kang Hoo, ia menjadi pengusaha yang sukses di lebih 10 negara. Usahanya, banyak bergerak di bidang agrikultur, mulai dari bubur kertas hingga kelapa sawit. Semuanya kelas dunia.

Saat 18 tahun, ayahnya, Amin Tanoto, sakit stroke. Sulung dari tujuh bersaudara ini lalu mengambil alih tanggung jawab keluarga. Meneruskan usaha berjualan minyak, bensin, dan peralatan mobil.

Ia kemudian pindah dari kota kelahirannya, Belawan, ke Medan. Sukanto juga berdagang onderdil mobil, lalu mengubah usaha itu menjadi kontraktor umum. 

Saat impor kayu lapis dari Singapura menghilang di pasaran, ia mendirikan perusahaan kayu, CV Karya Pelita, pada 1972. Kemudian usaha ini berubah menjadi perusahaan kayu lapis dan mengubah nama menjadi PT Raja Garuda Mas.

Sukanto juga membuat PT Inti Indorayon Utama, perusahaan yang mengelola hutan tanaman industri dan pabrik bubur kertas. Indorayon sempat ditentang masyarakat dan aktivis lingkungan hidup karena ditengarai mencemari Danau Toba. Indorayon pun ditutup.

Sukanto lantas membuka perusahaan pulp di Riau, yaitu  PT Riau Pulp. Pabrik kertas terpadu ini merupakan pabrik terbesar di dunia. Di bidang properti, ia membangun Uni Plaza dan Thamrin Plaza, semuanya di Medan.

Tidak hanya di dalam negeri, ia melebarkan sayap ke luar negeri, dengan ikut memiliki perkebunan kelapa sawit National Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina, dan electro Magnetic di Singapura, serta pabrik kertas di China yang kini sudah dijual untuk memperbesar PT Riau Pulp.

Edwin Soeryadjaya
Edwin SoeryadjayaEdwin Soeryadjaya juga berhasil mengumpulkan kekayaan dari batu bara. Melalui Adaro Energy, Edwin berhasil mengumpulkan kekayaan US$1,6 miliar dan berada pada peringkat ke-13.

Kepemilikan di Adaro tidak secara langsung, melainkan melalui perusahaan ekuitas, Saratoga Capital. Lewat Saratoga juga, Edwin mengendalikan perusahaan infrastruktur telekomunikasi, PT Infrastruktur Menara Bersama.

Garibaldi Thohir
Garibaldi ThohirSama dengan Edwin, Garibaldi Thohir juga berhasil meraih kemakmuran dari bisnis batu bara.

Biadab, Tentara Israel Hancurkan Puluhan Rumah Badui di Gurun Negev

Nilai kekayaan Direktur Utama Adaro Energy itu mencapai US$1,5 miliar. Pundi-pundi harta Boy, sapaan Garibaldi itu melonjak dari posisi US$930 juta pada 2009.

Pria berusia 45 tahun dengan tiga anak itu mengelola perusahaan batu bara berjenis 'envirocoal' yang memiliki kandungan carbon dan sulfur rendah. Nilai kekayaan Garibaldi di antaranya tertopang peningkatan harga saham Adaro hingga 40 persen pada tahun lalu.

Theodore Rachmat

Theodore Permadi Rachmat tak bisa lepas dari perkembangan Grup Astra. Lulusan Teknik Mesin Institut Tehnologi Bandung tahun 1968 tersebut seangkatan dengan Benny Subianto dan Subagio Wiryoatmodjo, mantan eksekutif PT Astra International Tbk.

Melalui PT Trikarana Investindo Prima ada dua perusahaan lain, PT Mejisinar Kasih dan PT Pesona Khatulistiwa Nusantara, ia mendirikan perusahaan dealer dan bengkel mobil PT Oto Karya Prima.

Theodore memiliki saham di perusahaan komponen kendaraan PT Intanco Precision Tools, perusahaan kelapa sawit PT Tanjung Sawit Nusantara, dan perusahaan pembiayaan PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk.

Adira merupakan perusahaan yang didirikan ayahnya, Raphael Adi Rachmat. Theodore mengambil alih 90 persen sahamnya pada pertengahan 2003, sebelum akhirnya dilepas kepada Bank Danamon.

Chairul Tanjung
Chairul Tanjung, Para GroupChairul Tanjung mendapatkan kekayaan dari Grup Para. Grup didirikan pada 1987, berbekal dari pinjaman Bank Exim sebesar Rp 150 juta.  Chairul mendirikan pabrik sepatu dengan membeli 20 mesin jahit.

Dari usaha itulah, Grup Para melebarkan sayap bisnis secara perlahan. Lompatan besarnya terjadi pada saat dia mengakuisisi Bank Karman pada 1996, dan mengganti namanya menjadi Bank Mega.

Saat itu, aksinya dipandang aneh karena pada saat krisis justru ia malah membeli bank. Namun, di tangannya, bank kecil yang hampir bangkrut tersebut malah berkembang pesat.

Pada 1998, Chairul mendapatkan izin siaran TransTV. Sejak itulah, nama Chairul makin berkibar. Bank Mega kian agresif melakukan akuisisi, mulai dari akuisisi Indovest Securities yang kini menjadi Mega Capital.

Kemudian, mengakuisisi Bank Tugu, membangun Bandung Supermall, membentuk Mega Asuransi Jiwa, membangun Bank Mega Tower hingga mengambilalih TV7 milik Grup Kompas-Gramedia yang kemudian diubah menjadi Trans7.

Pada 2006, Grup Para mulai terjun ke bisnis retail dengan mengakuisisi sejumlah franchise merek ternama di Indonesia, seperti Coffee Bean, Mahagaya Perdana, hingga membentuk Trans Lifestyle sebagai payung untuk bisnis retail.

Ekspansi dokter gigi yang jadi pengusaha ini juga terus berkembang. Dia mulai mengincar bisnis baru di pertambangan, energi, infrastruktur, hingga mengambil alih Carrefour Indonesia.

Murdaya Poo
Murdaya Poo dan istrinya, Hartati Murdaya, memiliki puluhan perusahaan. Induk usahanya adalah PT Central Cipta Murdaya (CCM) atau dulu lebih dikenal sebagai Grup Berca.

Perusahaan ini bergerak di bidang listrik, perdagangan, engineering, infrastruktur, teknologi informasi, manufaktur, agribisnis, kehutanan, dan properti.

Di antara sekian banyak bisnis, PT CCM mencapai puncak kesuksesan ketika berhasil mendapatkan lisensi produksi sepatu Nike di Indonesia. Setelah itu, PT CCM menjadi agen pemasaran produk-produk teknologi top dunia, seperti IBM, HP, Hitachi, Fujitsu, dan Symantec.

Salah satu asset berharga keluarga Murdaya Poo adalah PT Metropolitan Kencana, perusahaan properti yang dibeli dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) senilai Rp600 miliar pada 2002.

Melalui PT Metropolitan Kencana, suami-istri Murdaya memegang operasional Pondok Indah Mall I dan II, Wisma Metropolitan I dan II serta World Trade Center.

Benny Subianto

Mantan wakil direktur utama PT Astra International Tbk itu memiliki kekayaan US$1 miliar atau sekitar Rp9 triliun. Pria berusia 68 tahun itu merupakan salah satu pemegang saham utama Adaro Energy.

Sebelumnya, alumni Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB) itu merupakan mantan direktur utama PT United Tractors Tbk, anak usaha Astra itu bergerak di bidang penjualan dan penyewaan alat berat.

Benny yang sempat menjalankan bisnis minyak sawit di bawah bendera Astra itu dikenal salah satu pengusaha yang tidak pernah berhenti untuk belajar.

Ilustrasi emas batangan Antam.

Harga Emas Hari Ini 10 Mei 2024: Produk Global dan Antam Meroket

Harga emas internasional dan produk Antam mengalami kenaikan pada pembukaan perdagangan hari ini.

img_title
VIVA.co.id
10 Mei 2024