Untung Rugi Pembatasan Akses Tol Dalam Kota

Tol dalam kota di kawasan Tomang, Jakarta
Sumber :
  • Antara/ Paramayuda

VIVAnews - Dua hari terakhir, pengguna jalan Tol Dalam Kota bisa menikmati perjalanan lebih lancar dibanding hari-hari sebelumnya. Hal ini terjadi setelah Polda Metro Jaya menerapkan pembatasan kendaraan berat yang akan masuk Tol Dalam Kota. Rencana, Polda Metro Jaya memberlakukan pelarangan ini mulai 10 Mei hingga 10 Juni 2011.

Ketentuan baru ini menyebutkan kendaraan berat seperti truk yang akan masuk jalan Tol Dalam Kota akan dialihkan ke tol Tanjung Priok-Ancol dan jalan tol lingkar luar (JORR). Kendaraan berat tidak akan diperkenankan masuk ke wilayah pusat kota mulai pukul 22.00 hingga 05.00 WIB.

Pemilihan waktu dan kendaraan jenis angkutan berat ini bukannya tanpa pertimbangan. Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta mengaku pernah melakukan penelitian dan pengkajian efektifitas pembatasan kendaraan berat saat berlangsungnya KTT ASEAN XVIII pada 7-8 Mei 2011.

Penelitian ini dilakukan di Tol Dalam Kota di Semanggi untuk ruas Cawang-Slipi di saat arus lalu lintas padat atau sekitar pukul 17.30 WIB.

Hasilnya, kemacetan yang timbul di sepanjang jalan Tol Dalam Kota relatif tidak terjadi. Walau diakui, pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan pada Hari Jumat atau ketika arus kendaraan di Jakarta umumnya berkurang banyak.

Penilaian yang sama disampaikan Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Royke Lumowa di Jakarta, Rabu, 11 Mei 2011. Menurut dia, kemacetan bisa dikurangi hingga 40 persen dengan adanya pembatasan tersebut.

Sri Mulyani Pede Inflasi Melandai di Kuartal-II 2024 Seiring Turunnya Harga Beras

Data Polda Metro Jaya memperlihatkan kecepatan kendaraan sebelum pemberlakukan ketentuan pembatasan ini tercatat hanya 20 kilometer (Km) per jam. Kini, kendaraan roda empat non truk bisa memacu mobilnya lebih cepat di jalan bebas hambatan hingga 80 Km per jam.

Walau baru dipraktikan selama dua hari, Polda Metro Jaya sangat yakin ketentuan baru ini menguntungkan.

Polda berharap kebijakan pembatasan jam operasional angkutan berat di Tol Dalam Kota ini dapat segera dipatenkan. Tentunya langkah ini ditempuh setelah hasil penelitian menyeluruh dari Dishub Jakarta ini telah selesai dilaksanakan.

Untuk sementara, ujar Royke, aparat kepolisian masih menempatkan petugas di pintu-pintu masuk ke dalam Tol Dalam Kota. Para petugas ini akan langsung mengarahkan truk untuk segera mengambil jalur samping atau jalan tol lingkar luar Jakarta (JORR).


**

Gara-gara Korupsi Beras Miskin, Kantor Desa di Lombok Disegel Warga

Harus diakui, apapun kebijakan yang dibuat, pemerintah tidak selalu menyenangkan seluruh pihak. Salah satunya adalah Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta yang meminta agar kebijakan pembatasan angkutan berat ditunda atau bila perlu ditinjau ulang.

Organda mengancam, jika ketentuan ini dipatenkan sebagai sebuah peraturan, pihaknya tidak segan-segan akan menghentikan  pengoperasian angkutan berat.

Ketua Organda DKI Jakarta, Soedirman meminta agar semua pihak menyadari bahwa tidak mungkin dilakukan pembatasan arus barang ekonomi yang biasanya sudah berlangsung selama 24 jam. Tapi sekarang hanya dilakukan selama 7 jam, atau mulai dari pukul 22.00 WIB hingga 05.00 WIB.

"Operasional barang di pelabuhan bekerja 24 jam, tetapi angkutan barang dibatasi atau 17 jam tidak boleh lewat dalam kota. Ini tidak seimbang," ujarnya.

Organda malah mengusulkan agar ada pembatasan yang seimbang antara angkutan barang dan kendaraan pribadi di jalan raya dalam kota. Pembatasan angkutan barang yang saat ini diterapkan, menurutnya tidak pada tingkat yang wajar.
   
Menurutnya, angkutan barang dapat dibatasi selama delapan jam. Dibagi saat pagi dan sore pada jam sibuk. Atau pada pukul 05.00 - 09.00 WIB dan pada 16.00 - 20.00 WIB.

Keluhan ini langsung dibantah Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono. "Warga senang dengan kebijakan ini. Hanya pengusaha truk saja yang tak senang," kata dia

Gibran Bagi-Bagi 1.100 Sepatu Gratis ke Siswa Miskin di Solo: Ini CSR, Bukan dari Saya

Ditambahkan Pristono, pembatasan operasional kendaraan tidak dilakukan sepanjang hari, tapi hanya beberapa jam saja. Maka, menurutnya hal itu semestinya tidak dipersoalkan para pengusaha jasa angkutan barang.

"Aturan itu bertujuan untuk membina pengusaha angkutan barang, bukan mematikan usaha mereka," ujarnya.

*

Dipatenkan atau tidak ketentuan mengenai pembatasan kendaraan berat di jalan tol dalam kota ini, faktanya kemacetan di wilayah ibukota sudah memusingkan warga ibukota dan sudah dianggap sebagai masalah akut.

Dishub DKI Jakarta memperkirakan biaya kemacetan di Jakarta  mencapai Rp46 triliun per tahun. Kerugian itu meliputi bahan bakar minyak (BBM), operasional kendaraan, time value, dan variabel lainnya.

Sebuah penelitian lain dari Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek (SITRAMP 2004) pernah menghitung kerugian akibat macet di DKI mencapai Rp8,3 triliun.  Kerugian itu mencakup tiga aspek. Pertama, kerugian biaya operasi kendaraan Rp3 triliun. Kerugian waktu Rp2,5 triliun, dan dampak kesehatan akibat partikel PM10 sebesar Rp2,8 triliun.

Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) sepuluh tahun silam juga pernah menghitung kerugian pemborosan akibat kemacetan. Angka kerugian untuk mobil dalam satu tahun ditaksir sebesar Rp6,5 triliun sementara sepeda motor sekitar Rp8,2 triliun. Total kerugian Rp14,7 triliun per tahun. Ini asumsi minimal karena macet pada 2009 lebih parah tiga kali lipat dibandingkan 1998.

Selain itu, jika perkembangan kota dan sarana transportasi di DKI Jakarta  dibiarkan berjalan tanpa terobosan kebijakan, maka pada 2014 Jakarta diperkirakan macet total. Begitu kendaraan keluar dari garasi, ia akan langsung lumpuh dalam antrean panjang kendaraan. Tidak bisa berkutik.

Gambaran ini  dikemukakan oleh Japan International Corporation Agency (JICA) setelah melihat perkembangan penduduk, kendaraan dan sarana jalan di Jakarta.

*

Kalau mau sedikit berkaca ke negara lain, pembatasan pengguna kendaraan di jalan tol yang diujicoba Indonesia saat ini, khususnya Pemda DKI Jakarta, sebetulnya bukan hal yang baru di dunia.

Seperti dikutip dari laman wikipedia, diketahui bahwa pembatasan penggunaan jalan tol mulai dipraktikan di Amerika Serikat (AS) tahun 1920. Langkah itu ditempuh karena pembangunan, produksi massal, membutuhkan kapasitas jalan yang lebih cepat dan besar. 

Pembatasan jalan tol pertama kali dipraktikan di Parkway, salah satu kawasan di kota New York, AS.  Pemicunya adalah ketika perusahaan Jerman, Autobahns, pada tahun 1930 mulai memperkenalkan standar desain jalan tol yang lebih tinggi sehingga membuat perusahaan kontruksi jalan tol mulai mengadopsi standar yang sama.

Jalan tol, The Pennsylvania Turnpike, yang sebagian besar mengikuti standar pembangunan jalan merupakan yang pertama beroperasi pada tahun 1940.

*

Terlepas dari pro-kontra, seluruh pihak seperti harus berlapang dada dan berkepala dingin untuk menilai keberhasilan dari program pembatasan kendaraan berat melintas jalan Tol Dalam Kota.

Pantauan VIVAnews.com ketika ujicoba dilaksanakan pada Selasa, 10 Mei 2011 lalu menyodorkan fakta bahwa waktu tempuh dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Semanggi, Jakarta yang biasanya memakan waktu satu jam kini hanya 15 menit. Hal ini terjadi ketika pemberlakukan pembatasan kendaraan berat mulai dilakukan.

Selain itu, pada pukul 08.00 hingga 09.00 WIB, di kawasan Tol Grogol hingga Slipi yang biasanya macet hingga 5 kilometer, terlihat lancar. Bahkan, kecepatan mobil bisa dipacu di atas 80 km per jam.

Simpul kemacetan di pintu keluar Tol Dharmais yang menuju Slipi yang biasa macet parah, kini tidak mengalami hambatan. Begitu juga di pintu keluar Tol Taman Ria dari arah Grogol menuju Cawang. Tidak ada lagi kemacetan.

Hal yang sama juga terjadi di jalur dari arah Cawang menuju Grogol. Biasanya kemacetan terjadi mulai dari kawasan Slipi hingga ke jalan layang Tomang yang menuju Tol Kebun Jeruk, tapi kini lancar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya