Gunung Lokon Meletus, Awan Panas Mengintai

Wedus Gembel saat letusan Gunung Merapi tahun 2006
Sumber :
  • www.volcanodiscovery.com

VIVAnews - Sekitar pukul 13.15 WITA, Selasa, 12 Juli 2011, Gunung Lokon di Tomohon, Sulawesi Utara, kembali meletus. Asap tebal membubung tinggi ke udara hingga mencapai ketinggian sekitar 400 sampai 500 meter.

Tegaskan Hubungan dengan Syifa Hadju Baik-baik Saja, Rizky Nazar: Tidak Ada Orang Ketiga
Tapi syukurlah, asap setinggi sekitar setengah kilometer itu diperkirakan hanya akan menyapu area di sekitar kaki gunung. Soalnya, bila memuntahkan letusan besar, gunung yang tinggi puncaknya sekitar 1.579 m di atas permukaan laut itu bisa sangat berbahaya. Karakternya mirip Gunung Merapi yang terletak di antara Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dua gunung ini sama-sama menyemburkan awan panas--yang disebut warga lereng Merapi wedhus gembel. 

Setengah Penjualan Suzuki Berasal dari Mobil Ini
Status Gunung Lokon dinaikkan dari Siaga (Level III) menjadi Awas (Level IV) pada Minggu, 10 Juli lalu, sekitar pukul 22.00 WITA. 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, awan panas yang menyerupai bulu domba itu saat dimuntahkan bisa memiliki suhu sekitar 1.000 - 1.100 derajat Celcius. Ketika menerjang pemukiman, panasnya turun, tapi toh masih 500-600 derajat Celcius. Tidak hanya itu, kecepatan awan panas mencapai 200 kilometer per jam. Kecepatan ini tentu menyulitkan makhluk hidup untuk bisa menghindar.

Doa Ibunda untuk Ernando Ari dan Indonesia U-23

Awan panas, yang memiliki nama ilmiah pyroclastic density flow, pada dasarnya adalah zat padat berbentuk debu vulkanik dengan ukuran bervariasi--mulai dari ash (lebih kecil dari 2 mm) sampai lapili (2-64 mm). Dalam fase gas, awan ini mengandung karbon dioksida, sulfur, chlor, dan uap air yang bercampur dengan udara. Sebagai perbandingan, awan panas Gunung Merapi bisa menyapu area sejauh 7-13 kilometer dari puncak.

Dalam kasus Gunung Lokon, pemerintah daerah setempat menemui berbagai hambatan. Pemukiman warga terdekat di kaki gunung hanya berjarak sekitar 3,5 kilometer. Dan hingga kini warga setempat belum mau dievakuasi. Alasannya, Gunung Lokon belum mereka anggap membahayakan.

Tidak kooperatifnya warga dikeluhkan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi Kementerian ESDM, Surono. Menurut dia warga membandingkan letusan Gunung Lokon dengan Gunung Soputan, yang berada di provinsi yang sama. Tetapi, Surono mengingatkan kepada wartawan VIVAnews, "Kalau Gunung Lokon ini, belum sampai letusan besar harus sudah dievakuasi. Kalau Soputan, meski sampai letusan tinggi, memang belum perlu ada evakuasi."

Surono mendesak pemerintah daerah agar bersikap lebih tegas dalam mengevakuasi warga. Penyebabnya, belum bisa diprediksi kapan letusan besar akan terjadi.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengingatkan ancaman bahaya terbesar untuk saat ini adalah terjadinya letusan magmatik disertai dengan lontaran material pijar, pasir dan hujan abu tebal, dengan atau tanpa diikuti aliran awan panas. Masyarakat diminta mewaspadai khususnya aliran awan panas pada alur Sungai Pasahapen.

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mengimbau penduduk di sekitar Gunung Lokon yang berada di daerah Kawasan Rawan Bencana II untuk segera mengungsi ke daerah aman. Kawasan bahaya ini meliputi wilayah timur dari pusat erupsi, dalam radius 3,5 km dari pusat erupsi Kawah Tompaluan. Daerah ini antara lain: Kelurahan Kinilow (Lingkungan 1, 2, 3 dan 7), Kinilow I (Lingkungan 5), dan Kelurahan Kakaskasen I.  

Masyarakat dan wisatawan diminta untuk tidak mendekati dan melakukan aktivitas apapun pada radius 3,5 km dari Kawah Tompaluan (pusat aktivitas gunung) dan mewaspadai lahar pada aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Lokon.  

Untuk warga yang tinggal di kelurahan di sekitar Gunung Lokon, namun berada di luar Kawasan Rawan Bencana II, diminta untuk mewaspadai terjadinya hujan abu, pasir, dan kemungkinan terkena lontaran batu.

Riwayat awan panas

Diterangkan Surono, Gunung Lokon bukan sekali ini meletup. Sebelumnya, gunung ini juga pernah menyemburkan awan panas.

Pada 27 November 1969 gunung ini meletus dan memuntahkan awan panas serta gugusan abu. Di tahun 1991, juga terjadi letusan diiringi semburan awan panas. Pada 7 Juli 2000, terbentuk lubang baru di dasar kawah. Januari sampai Mei 2001 terjadi letusan abu. Antara Februari sampai Desember 2002, letusan abu dan material pijar terlontar dari puncak gunung. Februari sampai Maret 2003, kembali terjadi letusan abu.

"Pada Desember 2007 ada peningkatan kegiatan. Ada tremor. Saya khawatir dengan periode-periode itu. Risiko yang paling buruk, adalah awan panas," kata Surono. "Gunung Lokon itu pernah mengeluarkan awan panas pada 27 November 1969 dan 1991. Potensi awan panas masih ada."

Pada 1991, seorang pendaki gunung asal Swiss, Vivian Clavel, menjadi korban keganasan Lokon. Ia tewas dan jasadnya tak ditemukan hingga kini, karena tertimbun debu. Tak hanya itu, ribuan warga harus merelakan rumahnya terlahap lahar. Kerugian material saat itu diperkirakan mencapai Rp1 miliar. Ribuan warga penduduk di Desa Kakaskasen I, Kakaskasen II, Kinilow dan Tinoor, diungsikan besar-besaran ke lokasi aman. Atap rumah penduduk hancur dihantam batu dan debu setebal 15 sampai 20 cm.

Pada letusan terakhir 2001, sebagian wilayah Kota Manado yang berjarak sekitar 25 km dari gunung itu, ditutupi hujan debu. Angin yang berhembus turut andil dalam memperluas jangkauan hujan debu. Material debu yang dikeluarkan dari kawah gunung api ini berbentuk lava pijar dan ketinggiannya diperkirakan mencapai 400 meter.

Maka itu, Surono menyesalkan keengganan warga diungsikan. Dia was-was awan panas bisa meluncur sewaktu-waktu ke arah kaki gunung. Ditelaah secara periodik, awan panas di Gunung Lokon diperkirakan baru akan dimuntahkan lagi sekitar 22 tahun kemudian. Tapi, dia tidak bisa menjamin periode itu merupakan siklus yang pasti. (kd)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya