FPI Berkukuh '?' Haram, MUI Nyatakan Tidak

Film '?'
Sumber :

VIVAnews- Satu lagi ancaman datang dari Front Pembela Islam (FPI). Setelah serangkaian aksi sweeping terhadap tempat hiburan malam, kini ormas itu mengancam pemutaran film '?' yang akan diputar oleh SCTV.

Menurut Ketua DPP FPI DKI Jakarta Habib Salim Alatas, dasar penolakan FPI terhadap film kaya Hanung Bramantyo itu disebabkan adanya fatwa haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Jelas-jelas sudah diharamkan, tapi masih saja diputar. Ini film merusak moral dan akidah umat Islam," ujar dia kepada VIVAnews.

Ia menegaskan jika pihak SCTV tetap menayangkan film itu, FPI akan melakukan tindakan tegas. Ditambahkannya, FPI tak akan melakukan sweeping atau tindakan lainnya jika tak ada hal-hal yang merusak moral dan akidah umat Islam.

Maknai Hari Ibu Internasional, Indira Sudiro Ajak Wanita Hidup Sehat dan Seimbang

FPI mendatangi kantor SCTV di Senayan City Sabtu, 27 Agustus 2011. Dalam pertemuan itu, pihak SCTV menyatakan membatalkan penayangan film yang sedianya diputar Senin, 28 Agustus 2011. Humas SCTV Uki Hastama enggan menjelaskan secara detil apa alasan pembatalan itu.

Sementara Sutradara film '?' Hanung Bramantyo mengatakan keputusan itu diambil manajemen SCTV dengan alasan tak mau mengganggu aktivitas warga yang berbelanja di Senayan City, pusat perbelanjaan di mana SCTV juga berkantor.

Hanung menilai keputusan itu tidak tepat. Para pengambil keputusan puncak di stasiun televisi itu tak berada di lokasi. Ia juga memastikan keputusan itu diambil karena manajemen SCTV berada di bawah ancaman. Hal ini diketahuinya saat berbincang dengan pihak SCTV. "Jadi bisa dimaklumi kalau mengambil keputusan di bawah ancaman," tambahnya.

Benarkah haram?

FPI berdalih aksinya itu dilandasi adanya fatwa haram dari MUI. Benarkah film yang dibintangi Revalina S. Temat ini dinilai haram oleh MUI? Menurut Ketua MUI Ma'ruf Amin, MUI tidak mengeluarkan fatwa haram untuk film itu. "Tidak ada fatwa haram. Yang ada, MUI merasa resah dengan film itu," tegasnya kepada VIVAnews.

Dia menjelaskan beberapa waktu lalu pihak MUI sudah mengadakan pertemuan dengan produsen film '?' itu. Saat itu solusinya ada dua pilihan: film ditarik atau direvisi.

"Kesepakatan yang dicapai, film direvisi. Ada bagian tertentu yang dihilangkan. Jadi seharusnya ada perbaikan, bukan fatwa haram," jelas Ma'ruf. Namun ia mengaku, sampai saat ini ia sendiri tidak tahu bagaimana kelanjutan proses revisi film "?" itu karena ia tidak menangani hal itu.

Sementara itu, Ketua MUI lainnya, Amidhan, menerangkan bahwa untuk mengeluarkan suatu fatwa, MUI terlebih dahulu harus melakukan investigasi dan penelitian mendalam.

“Ada yang mengatakan, bagi mereka yang mendalami masalah keagamaan, film itu sebenarnya bisa diterima bila dihayati. Tapi masalahnya, film itu kan untuk orang awam. Jadi ustadz-ustadz, dan ulama-ulama keberatan meski belum ada fatwa,” ujar Amidhan.

Ia mengungkapkan, di kalangan internal pengurus MUI sendiri, ada anggapan bahwa film ‘?’ tak layak untuk ditayangkan, apabila ditinjau dari segi agama Islam.

Hanung Bramantyo sendiri membenarkan Ketua MUI belum pernah menyatakan film karyanya itu haram. Ia menjelaskan film itu sudah direvisi sesuai permintaan MUI. Menurutnya, ada beberapa adegan yang dihilangkan, seperti adegan membaca novel pluralis, dan adegan kepala babi di restoran yang dimiliki warga etnis Tionghoa.

Hanung menjelaskan, awalnya, di film ‘?’ ada adegan seseorang sedang membaca novel. “Novel tentang pluralisme, bahwa masing-masing jalan setapak akhirnya menuju ke satu tujuan dengan Tuhan yang sama,” kata dia. Adegan itulah yang dibuang. “Karena MUI tidak setuju dengan anggapan yang cenderung menyamakan semua Tuhan,” Hanung menerangkan.

Adegan kepala babi juga dihilangkan, ujarnya, sesuai permintaan MUI dan Lembaga Sensor Film. Namun ada satu adegan yang ditolak Hanung untuk dihilangkan. “Adegan seseorang yang murtad. MUI minta adegan itu dibuang. Tapi saya sudah bilang, saya tidak bisa membuangnya, karena kalau adegan itu hilang, maka hilang pula semua jalan cerita di film itu,” ujar Hanung.

Oleh karena itu, Hanung memilih mempertahankan adegan itu. “Film ini kan memang bercerita tentang kebhinnekaan,” dia menerangkan.

Ketua MUI, Slamet Effendi Yusuf, yang terlibat dalam pertemuan dengan produsen film ‘?’ juga percaya Hanung telah merevisi film sesuai pertemuan terakhir.

“Kami percaya revisi itu telah dilaksanakan. MUI hanya ingin memotong atau mengoreksi adegan-adegan yang dinilai melecehkan umat Islam. Jadi tidak ada fatwa haram MUI. FPI jangan begitu, dong,” kata Slamet.

Meski MUI sudah  menjelaskan hal itu, FPI tetap ngotot MUI telah memberikan fatwa haram pada masyarakat yang menonton film itu. Ketua Dewan Pengurus Pusat FPI DKI Jakarta Habib Sami Alatas justru mengkritik MUI yang menurutnya kini berubah sikap.

“MUI jangan jadi pecundang dong. Kenapa jadi kebalik begini? Kami akan terus melakukan sweeping. Kami tidak akan mundur. Stasiun televisi manapun yang menayangkan film ini, akan kami tindak,” ujar Habib Sami.

Sementara itu, Ketua FPI Habib Rizieq mengemukakan, masyarakat awam bisa mendapat kesan yang salah tentang film ‘?’ “Masyarakat awam adalah tingkatan kelompok orang yang lugu dan polos, dengan pola pikir sangat sederhana. Mereka hanya memahami dari apa yang mereka dengar, lihat, dan tonton dari film itu, bukan menafsirkan apa yang dimaksud sang sutradara atau produsernya,” kata dia.

Dikecam

Aksi ancaman FPI ini mendapat kecaman dari Ketua Gerakan Pemuda Ansor, Nusron Wahid. Menurutnya, aparat keamanan juga seolah-olah terus melakukan aksi pembiaran semacam ini.

“Hari ini filmnya Hanung, besok siapa lagi? Kita tidak tahu. Aparat hukum dan keamanan menyatakan aksi ini seakan-akan biasa. Polisi juga diam dan cenderung mengabaikannya,” kata Nusron.

Ia menekankan, aksi FPI jelas-jelas melampaui batas kewenangan mereka sebagai organisasi kemasyarakatan. “Jika gerakan-gerakan semacam ini dibiarkan, akan memicu munculnya konflik horizontal antara kekuatan sipil. Dalam jangka panjang akan menimbulkan delegitimasi hukum dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum secara sengaja,” Nusron menegaskan.

Politisi Partai Golkar itu menambahkan, siapapun berhak untuk berpendapat, memberikan kritik, atau menolak suatu pandangan atau karya. Namun, tegasnya, semua pihak wajib menghormati adanya perbedaan pendapat.

Nusron berpendapat, jika FPI tidak sependapat dengan substansi film ‘?’ maka lebih baik mereka mengajukan gugatan kepada Komisi Penyiaran Indonesia daripada melakukan aksi penggerudukan ke Kantor SCTV.

Salah satu pemeran film '?', Reza Rahardian juga menyayangkan aksi FPI itu. Supaya tidak salah menafsirkan, Reza menyarankan FPI menonton film '?' secara utuh.

"Film ini harus dilihat secara utuh dari awal sampai akhir, jangan hanya katanya, katanya. Jika ada pihak yang tidak melihat film itu sepenuhnya tapi sudah menyimpulkan sendiri, ironis dan memilukan," kata Reza.

Menurutnya, banyak orang penasaran dengan film itu, dan belum sempat menonton di bioskop. Respons masyarakat saat '?' ditayangkan di bioskop April lalu juga sangat baik.

Preseden buruk

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga menyayangkan pembatalan penayangan film '?' di SCTV. Kasus ini dinilai bisa menjadi preseden buruk bagi dunia penyiaran.

Menurut Komisioner KPI Ezki Suyanto, KPI sendiri sebenarnya telah menyarankan agar SCTV tetap memutar film besutan Hanung Bramantyo itu. Pasalnya, KPI menilai penayangan film itu tidak melanggar regulasi apapun, dan sudah lolos dari Lembaga Sensor Film.

"Secara aturan tidak ada aturan yang dilanggar, semua diikuti oleh SCTV. Saya sangat menyayangkan SCTV membatalkannya. Jika ada publik yang keberatan, silakan menyampaikan keberatan sesuai aturan," katanya ketika dihubungi VIVAnews, Minggu, 28 Agustus 2011.

Ezki melihat kasus ini bisa menjadi preseden buruk berupa intervensi terhadap lembaga penyiaran. Insiden serupa dikhawatirkan akan menular ke lembaga penyiaran lain. Ia mengkhawatirkan kelak bakal ada kelompok lain yang juga melakukan aksi sama, meski jelas-jelas tak ada aturan yang dilanggar. "Ini soal waktu saja bagi lembaga penyiaran lain," ujarnya.

Ezki menyatakan, jika FPI berkeberatan dengan tayangan tersebut, seharusnya laskar mengajukan protes ke LSF.

Bea Cukai dan Polri Bongkar Clandestine Lab di Bali

Senada dengan Ezki, Hanung mengkhawatirkan jika FPI dengan mudah menekan stasiun televisi, mereka bisa berpotensi mematikan karya orang selain dirinya. FPI juga bisa dengan mudah menekan rumah-rumah produksi kecil. “Yang menjadi masalah adalah, ketika film saya gagal tayang karena pihak sebesar SCTV ditekan oleh suatu ormas. Buat saya, itu lucu,” kata Hanung.

“Kalau Lembaga Sensor Film atau Komisi Penyiaran Indonesia yang membatalkan penayangan film, bisa dimaklumi, karena mereka lembaga negara. Kalau pihak televisi membatalkan film saya karena ada program lain yang lebih menarik, itu juga sudah biasa. Tapi ini FPI, ormas nonpemerintah,” tambahnya.

Hanung menjelaskan, pihak SCTV bukan membatalkan sama sekali pemutaran film ‘?’ karyanya itu. “Yang saya tahu, film saya ditunda, diganti hari lain, tidak pas malam takbiran,” ujar Hanung menambahkan.(np)

Optimalkan Klinik Ekspor Bea Cukai, Perusahaan Pupuk Ini Lepas Ekspor Perdana ke Timor Leste
Bea Cukai terima izin fasilitas KITE

Siap Tingkatkan Ekspor, PT Majoin Coness Indonesia Terima Izin Fasilitas KITE IKM

Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pemberian fasilitas kepabeanan, yaitu fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) IKM.

img_title
VIVA.co.id
14 Mei 2024