Tudingan Amerika dan Bantahan Petinggi JAT

Ketua Harian JAT, Muhammad Achwan (tengah)
Sumber :
  • VIVAnews/ Fajar Sodiq

VIVAnews – Juru bicara Jemaah Ansharut Tauhid (JAT), Son Hadi bin Muhadjir, meradang. Ia mempertanyakan keputusan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang memasukkan namanya ke dalam daftar teroris yang mempunyai hubungan dengan Al Qaeda.

“Mengapa nama saya kok bisa masuk daftar itu? Apa urusannya?” kata Son Hadi kepada VIVAnews, Jumat 24 Februari 2012. Ia juga heran dengan kebijakan AS yang memasukkan JAT ke dalam daftar Organisasi Teroris Internasional per Kamis, 23 Februari 2012, waktu setempat

Keheranan senada diungkapkan oleh pengurus JAT Abdul Rahim Ba’asyir yang juga dimasukkan AS ke dalam daftar hitam teroris. “Bukti mereka apa? Dari dulu Amerika selalu mencari alasan untuk memukul gerakan aktivis yang ingin menegakkan Islam,” ujar putra Abu Bakar Ba’asyir itu.

Daftar Kesalahan JAT Versi Amerika

Kamis waktu setempat, Departemen Luar Negeri AS menyatakan Jemaah Ansharut Tauhid sebagai organisasi teroris. Pernyataan ini diikuti oleh langkah Departemen Keuangan AS yang memblokir seluruh akses keuangan atas tiga pimpinan JAT – Mochammad Achwan, Son Hadi bin Muhadjir, dan Abdul Rosyid Ridho Ba'asyir.

Ketiganya dimasukkan AS ke dalam daftar hitam sehingga akses keuangan internasional mereka diputus. Warga dan seluruh perusahaan AS dilarang terlibat transaksi dengan mereka. Semua properti di AS yang ada dalam penguasaan atau pengendalian warga AS yang mempunyai hubungan dengan ketiga pimpinan JAT itu pun diblokir.

Pertanyaannya, kenapa AS sampai memasukkan JAT ke dalam daftar organisasi teroris? The Wall Street Journal melaporkan, Departemen Luar Negeri AS menilai JAT bertanggung jawab atas sejumlah serangan terkoordinasi terhadap warga sipil, polisi, dan personel militer di Indonesia. JAT juga dituding memperoleh senjata dengan merampok bank dan melancarkan berbagai kegiatan kriminal lain dengan menggunakan senjata, pistol, dan materi-materi peledak.

Salah satu kasus yang menurut AS melibatkan JAT terjadi pada akhir tahun lalu, ketika pengebom bunuh diri meledakkan bom di dalam gereja di Jawa Tengah yang menewaskan pelaku dan melukai puluhan lainnya. “Polisi Indonesia menahan anggota JAT yang tersangkut kasus ini dan mengungkap adanya rencana pengeboman bunuh diri lainnya,” ujar rilis Deplu AS.

Pemerintah AS bahkan menuding JAT berupaya membentuk kekalifahan di Indonesia. Selain itu, Abu Bakar Ba'asyir sebagai pendiri dan pemimpin JAT dianggap berperan dalam membentuk Jemaah Islamiyah – kelompok militan di Asia Tenggara yang terkait dengan jaringan teroris Al Qaeda.

Departemen Keuangan AS juga menegaskan bahwa tiga pengurus JAT – Mochammad Achwan, Son Hadi bin Muhadjir, dan Abdul Rosyid Ridho Ba'asyir – mempunyai hubungan dengan Al Qaeda. Depkeu AS menyimpan data-data tentang sepak terjang ketiganya terkait hubungan mereka dengan Al Qaeda.

Menurut data Depkeu AS itu, Achwan menyediakan dana untuk membangun kamp pelatihan militan di Aceh pada tahun 2010. Para militan itu lantas disebut menggunakan nama “Al Qaeda di Aceh, yang bertujuan untuk membunuh para pekerja kemanusiaan AS dan turis-turis Barat lain.”

Achwan dituding sebagai Emir atau pemimpin tinggi JAT sementara, menggantikan Abu Bakar Ba'asyir yang juga pemimpin Jemaah Islamiyah sejak tahun 2008. Warga Malang ini disebut pernah mengadakan pertemuan pada Mei 2011 di Jakarta untuk mendiskusikan status keuangan dan metode pencarian sumber dana baru.

Selain itu pada tahun 2010, Achwan disebut merekrut anggota JAT baru dan melatih mereka untuk persiapan perang. Di tahun itu juga, lelaki yang diduga berusia sekitar 65 tahun ini disebut memerintahkan pelatihan paramiliter di Poso.

“Pada akhir 2010, Achwan menginstruksikan unit militer JAT atau yang dikenal dengan nama ‘Laskar 99’ untuk mendukung aktivitas kekerasan di seluruh dunia. Laskar 99 adalah unit militer JAT yang mendapatkan latihan persenjataan,” tulis Depkeu AS.

Sementara itu, Son Hadi disebut berperan menyediakan bahan peledak untuk serangan bom Jemaah Islamiyah di Kedutaan Besar Australia di Jakarta yang menewaskan 9 orang dan melukai 182 lainnya.  Son Hadi merupakan juru bicara JAT yang disebut AS sebagai penyedia keperluan operasi.

Lelaki asal Pasuruan ini menerima perintah langsung dari Achwan sebagai Emir. Son Hadi dikatakan telah lama menjadi anggota Jemaah Islamiyah. Pada tahun 2004, dia menjadi pemimpin cabang Jemaah Islamiyah di Jawa Timur.

Sebelumnya antara tahun 1997 dan 2004, Son Hadi bekerja di yayasan yang menjadi pusat aktivitas Jemaah Islamiyah di Surabaya. Pria kelahiran 1971 ini pernah dipenjara empat tahun mulai tahun 2005 karena menampung Noordin M Top, teroris asal Malaysia yang tewas dalam penggerebekan di Solo.

Terakhir, Abdul Rosyid. Warga Magetan ini disebut berperan merekrut anggota dan menggalang dana bagi JAT. Dia masuk dalam kepemimpinan JAT sejak 2010 dan bertugas di dewan eksekutif organisasi.

Pria kelahiran tahun 1974 ini disebut AS merekrut penembak jitu dan ahli peledak yang akan dilatih menjadi martir. Sebagai direktur sebuah pesantren, Abdul Rosyid disebut tidak akan pernah kehabisan calon anggota baru.

“Pada awal 2010, Abdul Rosyid menuju pesantren di Malaysia atas perintah Abu Bakar Ba'asyir untuk mencari dana bagi JAT. Abdul Rosyid juga ke Pakistan pada Januari 2011 untuk tujuan yang sama,” kata AS dalam pernyataan resminya.

Semua itu dianggap AS sudah lebih dari cukup untuk memasukkan JAT ke dalam organisasi teroris, dan mem-black list ketiga pemimpinnya yang dianggap berperan penting dalam aksi terorisme.

“Kami telah mengambil langkah baru untuk memastikan para teroris itu terputus dari sistem keuangan internasional, dan mempersulit mereka untuk melancarkan kekerasan di manapun mereka berada,” kata Adam Szubin, Direktur Kantor Pengendalian Aset Luar Negeri dari Departemen Keuangan AS, seperti dikutip Reuters.

Bantahan JAT

Pengurus JAT Abdul Rahim Ba’asyir menganggap tudingan AS terhadap JAT sekedar angin lalu. “Sudah biasa. AS kerap mengeluarkan pernyataan yang ingin memojokkan Islam. Tapi bukti mereka apa?” kata salah satu pengurus JAT, Abdul Rahim Ba’asyir.

Jubir JAT Son Hadi juga menilai tuduhan AS terhadap JAT tidak berdasarkan bukti. Son Hadi bahkan menuding balik AS. Ia menyebut AS sedang mencari kambing hitam. “Mencari-cari kambing hitam adalah bagian dari proyek terorisme yang harus dilakukan AS di berbagai negara. AS kan katanya polisi dunia,” kata dia.

Son Hadi pun menjamin aktivitas JAT akan terus berjalan meski AS menuding mereka sebagai teroris. “Ibaratnya begini, biarlah Amerika menggonggong, JAT tetap berjalan terus,” ujar dia.

Sementara terkait tudingan AS kepada dirinya selaku teroris, Son Hadi pun menilai tuduhan itu tidak berdasar. Ia berpendapat AS mencari sensasi saja. Son Hadi menjelaskan, posisinya di JAT hanya sebagai juru bicara yang bertugas menyeimbangkan informasi ataupun berita mengenai JAT.

“Supaya umat atau masyarakat mendapatkan informasi yang berimbang dan cerdas dalam menilai sesuatu. Itu saja tugas yang saya lakukan,” tegasnya.

Ia juga membantah tuduhan AS yang menyebutnya sebagai orang yang pernah menampung Noordin M Top. Menurutnya, orang yang dia tampung berbeda dengan sosok Noordin yang muncul di media.

“Saya sudah diputus dalam kasus itu. Saya sudah jalani hukuman dan sudah selesai. Itu bagain dari sejarah hidup saya. Tapi saya sampai sekarang bersikukuh dan berkeyakinan, orang yang saya tampung itu bukan Noordin yang dikenal dan yang muncul  di media-media,” kata dia kepada VIVAnews.

Son Hadi bersikukuh orang-orang yang bersamanya saat itu berbeda dengan foto-foto tersangka teroris yang ramai diberitakan di media saat itu

Reaksi di Indonesia

Ketua Komisi I bidang pertahanan dan intelijen DPR Mahfudz Siddiq mengatakan isu soal JAT bukanlah hal baru, melainkan sudah muncul sejak tahun 2003 silam.

Terlepas dari langkah yang diambil AS atas JAT, Mahfudz berpendapat lebih penting pemerintah Indonesia saat ini berupaya mengendalikan jaringan JAT. “Perlu mengendalikan jaringan ini untuk tidak menggunakan cara-cara dan tindak kekerasan di dalam menyampaikan pikiran mereka,” kata dia.

Politisi PKS itu juga berharap penegak hukum di Indonesia dapat melakukan langkah-langkah mandiri terkait JAT meski AS nyata-nyata kini mengawasi jaringan tersebut. “Indonesia bisa melakukan langkah antisipasi dengan memperkuat pendekatan dialogis,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin juga berpendapat AS perlu membuktikan tudingannya terhadap JAT. “Kalau AS menuding JAT teroris, buktikan dulu dengan data. Harus hati-hati mengeluarkan pernyataan seperti itu,” kata Hasanuddin.

Sementara Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengatakan akan mempelajari persoalan JAT ini lebih detail sebelum mengambil langkah-langkah spesifik. Ia menambahkan, Polri akan terus memantau situasi dan melakukan koordinasi dengan AS terkait JAT.

Ketrampilan Teknologi Digenjot, Salah Satunya Hacker
Kapolres Madina, AKBP. Arie Sofandi Paloh kasus pembunuhan lansia dilakukan kekasihnya.(dok Polres Madina)

Diisukan Tewas Diterkam Harimau, Ternyata Wanita Lansia di Madina Dibunuh Kekasihnya

Polisi mengungkap kasus pembunuhan terhadap wanita lansia bernama Arni Lubis yang sebelumnya diisukan tewas diterkam harimau.

img_title
VIVA.co.id
12 Mei 2024