Survei LSI

Mengapa Publik Tak Tahu Wewenang DPD

Pimpinan DPD Irman Gusman, GKR Hemas dan La Ode Ida
Sumber :
  • Antara/ Ismar Patrizki

VIVAnews- Dewan Perwakilan Daerah. Tak banyak yang tahu apa wewenang dewan yang satu ini. Padahal mereka ada di Senayan. Perwakilan rakyat dari daerah yang dijaring lewat pemilihan langsung, tanpa penjaringan partai politik.

Media Asing Soroti Suporter Indonesia di Qatar, Sebut Jadi 'Mini Jakarta'

Soal ketidaktahuan publik atas wewenang lembaga itu dipaparkan Lembaga Survei Indonesia(LSI) di Jakarta, Minggu 26 Februari 2012. Survei ini mengambil sampel 1.220 orang. Dari jumlah itu margin of error diperkirakan sebesar +/-2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Hasil survei itu menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak mengetahui seberapa besar kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sebagian besar setuju jika dewan itu diberikan kewenangan untuk memutuskan Undang-Undang.

Tragedi DBD, Kisah Meninggalnya Seorang Anak di Lampung

Para respondn lebih menginginkan anggota DPD bisa memperjuangkan kepentingan daerah. Dan untuk tujuan itu mereka sangat setuju jika Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen dan memperkuat fungsi dan peran dewan itu.

Direktur Eksekutif LSI, Hendro Prasetyo menjelaskan sekitar 54,4 persen responden setuju untuk mengubah UUD 1945 yang berkaitan dengan DPD agar lebih mampu memperjuangkan kepentingan rakyat daerah yang mewakili. Sebanyak 11,1 persen responden sangat setuju amandemen UUD 1945 dan hanya 8,4 persen tidak setuju.

Umumnya para responden mendukung jika DPD juga ikut memutuskan undang-undang. Sejumlah 63,9 persen responden berharap agar DPD ikut memutuskan undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan daerah, 13,9 persen sangat berharap, dan 4,1 persen tidak berharap. Sementara itu, 17,9 persen menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

Sekitar 62 persen responden berharap DPD dapat menindaklanjuti hasil pengawasan terhadap pemerintah, 12,1 persen sangat berharap, 4,5 persen tidak berharap, dan 20,8 persen menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

Dalam survei yang diselenggarakan pada Desember 2011 itu menunjukkan bahwa 58,1 persen responden menyatakan DPD harus mempunyai wewenang atau memiliki  suara untuk memutuskan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan rakyat di daerah bersama-sama DPT. Karena anggota DPD dipilih langsung oleh rakyat untuk mewakili daerah.

Sedangkan hanya 15,7 persen responden yang menyatakan bahwa anggota DPD cukup memberikan masukan dan saran-saran kepada anggota DPR, tanpa harus punya suara, dalam membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan daerah, meskipun anggota DPD dipilih langsung oleh rakyat.

"Dan sejumlah 26,2 persen responden yang menjawab tidak tahu atau tidak menjawab," kata Hendro.

Sekitar 61 persen responden berharap agar DPD bersama DPR ikut membuat undang-undang, ditambah 8,9 persen responden yang sangat berharap, dan 8,5 persen tidak berharap DPD bisa ikut membuat
undang-undang.

Bagaimana dengan wewenang dewan itu terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)? Sebagaian besar responden, 61,5 persen, berharap agar DPD ikut menyetujui APBN, 9,7 persen sangat berharap dan hanya 5,7 persen tidak berharap. Dan sejumlah 22,5 persen responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

Mayoritas responden atau sekitar 64 persen juga berharap bahwa DPD-RI juga memiliki wewenang untuk ikut mengangkat pejabat publik yang penting, antara lain hakim agung, gubernur Bank Indonesia, panglima TNI, dan kapolri.

"Secara umum dukungan rakyat agar DPD memiliki kewenangan yang lebih kuat cukup besar," jelasnya.

Masyarakat Tak Tahu Kewenangan DPD


Survei LSI juga menunjukkan meski 74,6 persen masyarakat Indonesia mengetahui Dewan Perwakilan Daerah (DPD), 24,1 persen di antaranya tidak mengetahui bahwa wewenang anggota DPD sekarang hanyalah memberikan saran atau masukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka tidak mengetahui jika DPD tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan masalah yang berkaitan dengan provinsi yang mereka wakili.

"Tujuh dari sepuluh responden mengetahui keberadaan DPD dan delapan dari sepuluh orang ikut memilih anggota DPD, ini artinya masyarakat mengetahui keberadaan DPD," kata Hendro.

Sebanyak 87,6 persen responden mengetahui tugas utama DPD adalah mewakili rakyat daerah di pusat dan hanya 7,6 persen responden yang menjawab anggota DPD mewakili partai politik dan 4,6 persen menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

Dalam proporsi yang lebih rendah, 73,3 persen responden mengetahui prosedur pemilihan anggota DPD yang dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan umum. Sebanyak 50,2 persen mengetahui anggota DPD bertanggung jawab kepada rakyat pemilih secara langsung.

Namun, saat LSI bertanya lebih spesifik seperti wewenang anggota DPD apakah masyarakat mengetahui tugas dan wewenang DPD hanya memberikan saran dan masukan kepada DPR, hanya 24,1 persen responden mengetahuinya. Sebanyak 46,2 persen responden tidak mengetahui wewenang anggota DPD, dan 29,7 persen memilih tidak menjawab.

"Secara umum kami bertanya apakah tahu wewenang DPD hanya memberikan masukan kepada DPR, tapi tidak punya suara untuk ikut memutuskan, kebanyakan tidak tahu, yang tahu 24,1 persen," paparnya.

Ia menjelaskan, hal ini menunjukkan masyarakat mengetahui keberadaan DPD, namun ketika ditanya lebih detail fungsi wewenang DPD, mereka tidak mengetahui. "Ada gap pengetahuan umum lembaga terhadap pengetahuan khusus untuk tugas DPD," jelasnya.

DPD Sulit Amandemen UUD 1945


Peneliti Universitas Gajah Mada (UGM) Fajrul Falakh menilai dengan jumlah anggota DPD yang tak lebih dari sepertiga DPR, akan sulit untuk meminta amandemen UUD 1945 untuk menambah kewenangan DPD.

Menurutnya jumlah DPD diatur setiap provinsi hanya diwakili empat orang, sehingga membuat DPD kurang aspiratif. "Lebih powerful Badan Anggaran dibandingkan DPD, karena meski hanya Banggar di DPR tapi bisa memutuskan anggaran," ujarnya.

Hasil survey ini bisa digunakan bagi DPD sebagai bukti kepada DPR bahwa masyarakat menginginkan amandemen UUD 1945 untuk memperkuat kewenangan DPD. "Tapi kan DPR 70 persen, mereka bilang kami (DPR) yang punya wewenang amandemen UU," ujarnya.

Soal bahwa belum banyak mengetahui apa saja kewenangan DPD, ia menilai hal ini disebkan DPD tiga gencar melakukan sosialisasi fungsinya terhadap masyarakat.  "Di situlah dilema DPD, di satu sisi ingin dipilih, legitimate, dan menjalankan tugasnya namun di sisi lain lupa mensosialisasikan sehingga perolehan turun, Ada posisi dilematis," ujarnya.

Peneliti politik LIPI, Siti Zuhro menjelaskan kinerja DPD harus dibagi dua, yaitu periode 2004-2009 dan 2009-2014. Pada periode pertama, anggota DPD lebih dalam upaya mensosialisasikan diri agar dikenal luas oleh mayarakat dan media massa sekaligus terus menuntut amandemen UUD 1945 untuk perluasan hak dan wewenangnya.

"Sedangkan pada periode kedua, DPD ingin menununjukan kinerja meski kewenangan terbatas. Semua aktifitas dilakukan dan sudah memadai namun tidak diakomodasi DPR," jelasnya.

Bantah Selingkuh, Rizky Nazar Tantang Netizen Buktikan Video Ciuman dengan Salshabilla Adriani
Ilustrasi harga tiket pesawat pendorong inflasi.

DPR Tolak Iuran Pariwisata Dibebankan ke Industri Penerbangan, Tiket Pesawat Bisa Makin Mahal

Anggota Komisi VI DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum Indonesia Congress and Convention Association (INCCA) Evita Nursanty menolak rencana pemungutan iuran dana pariwisata.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024