SOROT 86

Kami Akan Kembali ke Gaza

H. Ferry Nur (kanan)
Sumber :
  • www.kispa.org

VIVAnews--BAGI Ketua Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (Kispa), H. Ferry Nur, menjalani misi kemanusiaan ke Gaza sarat bahaya bukan pengalaman baru. Ayah delapan anak itu pernah berada di sana selama lima hari, saat Gaza lagi dibombardir Israel pada akhir 2008, hingga awal 2009.

Parto Patrio Rela Nahan Sakit Demi Tepati Janji Liburan Keluarga ke Bali

Tapi bagi Ferry baru kali ini dia berhadapan langsung tentara Israel ketika berada di kapal Mavi Marmara. Bersama 11 relawan dari tanah air, dan ratusan aktivis mancanegara, Ferry menjadi saksi pencegatan sekaligus penyerangan pasukan Komando Israel ke kapal Mavi Marmara. Dalam armada itu, turut pula lima kapal lain dalam konvoi "Freedom Flotilla to Gaza" - yaitu misi bantuan kemanusiaan ke Gaza, yang diblokade Israel selama tiga tahun.

Darah pun tumpah, Sembilan aktivis tewas di kapal Mavi Marmara.
Bersama sembilan relawan dari Indonesia, ustadz berusia 42 tahun itu termasuk rombongan pertama aktivis yang dideportasi ke Yordania setelah sebelumnya ditahan Israel. Ferry kini dalam keadaan sehat walafiat di Amman, Yordania.

Kisah Sukses di Usia Emas, Mom Selly dan Perjalanan Kariernya di Industri Pertambangan

Melalui percakapan telepon dengan VIVAnews, ayah delapan anak itu menceritakan situasi saat kapal Mavi diserang Israel, dan ketika dia sejenak ditahan di negara Zionis itu. Tapi dia tak gentar.  "Insya Allah saya akan kembali ke Gaza," ujarnya. Berikut petikan wawancara dengan Ferry:

Saat tentara Israel mencegat kapal Mavi Marmara, Anda sedang berada di mana?
Saat itu kami sedang sholat berjamaah di lantai dua kapal. Karena mendengar suara gaduh, imam mempercepat sholat. Kemudian, kami lari ke posisi masing-masing yang sebelumnya memang sudah diinstruksikan oleh koordinator IHH Turki sejak malam. Saya lari ke lantai tiga di sisi kiri kapal yang disediakan untuk Indonesia dan Malaysia. Di depan kami relawan dari Kuwait.

Sempat melihat atau mendengar ada pertikaian, suara tembakan?
Saya dengar jelas sekali karena mereka menurunkan tentara di dekat nahkoda yang letaknya tidak jauh dari tempat kami. Tikar atau sleeping bag beterbangan. Mereka menembakkan gas air mata dan peluru timah, saat itulah beberapa orang tertembak dan kemudian meninggal.

Wow! Ada Senjata HS Kaliber 9 Mm di Dalam Mobil Polisi yang Tewas di Mampang Jaksel

Dari sisi kiri, kami melihat ada dua kapal perang dan tiga speed boat. Karena kami berada di sisi kapal, kami menyemprotkan air agar tentara yang ada di kapal perang dan speed boat itu tidak bisa naik ke kapal. Saat menyemprotkan air itulah Okvianto Baharudin (aktivis Kispa) tertembak di bagian tangan kanan dan kaki kanan. Sedangkan Surya Fahrizal (jurnalis Hidayatullah) ditembak (di bagian dada) mungkin karena dia adalah jurnalis sehingga dianggap akan menimbulkan perlawanan.

Dalam tempo sekitar satu jam, kapal berhasil diambil alih oleh mereka. Semua relawan diborgol dengan plastik. Ada yang kepalanya ditendang, dipukuli. Mereka teriak-teriak "Sit down! Sit down!". Nahkoda diambil alih dan kapal dibelokkan ke Pelabuhan Ashdod.

Dalam kurun 12 jam dengan tangan diborgol, dibentak-bentak, tidak diizinkan ke toilet, tidak diberi makan dan minum, kami dibawa ke pelabuhan Ashdod. Kami juga tidak diperbolehkan sholat sehingga kami sholat sambil jongkok atau duduk dengan tangan terborgol.

Israel menyebarkan video yang menunjukkan mereka diserang terlebih dulu. Namun kabar lain menyebutkan, tentara Israel langsung menyerang saat tiba di kapal. Menurut Anda?
Kapal itu (Mavi Marmara) bukan kapal Israel. Kami tidak membawa senjata tajam atau senjata api. Tentara Israel mau mengendalikan kapal kami. Apakah salah kalau kami mempertahankan kapal kami? Kami yang diserang, tapi fakta itu dibolak-balikkan oleh Israel. Padahal saat itu kami sedang berada di perairan internasional, bukan wilayah Israel. Merekalah yang menggunakan kapal tempur. Tentara-tentara itu membawa kamera-kamera khusus yang bisa merekam apa yang terjadi. Tidak menutup kemungkinan mereka jugalah yang membawa tongkat atau alat-alat pertahanan diri yang kemudian difoto oleh mereka.

Apakah sudah ada antisipasi bahwa akan terjadi serangan?
Sebenarnya kami sudah membayangkan skenarionya. Ada dua skenario bila tentara Israel menyerbu. Pertama, mereka menenggelamkan kapal. Kedua, mereka menguasai nahkoda dan membelokkan arah kapal. Kami terus berdoa dan berjaga di kapal. Dan skenario kedua yang terjadi. Yang tidak kami sangka sebelumnya adalah pasukan khusus Israel yang dikerahkan untuk menyerang kami. Kami sebelumnya hanya menduga kami akan diserang oleh kapal-kapal laut nelayan Israel.

Bagaimana saat ditahan oleh Israel? Apa saja yang mereka perintahkan?
Sebelum ditahan di penjara, sampai di pelabuhan sekitar jam 8 pagi, kami diturunkan per tiga orang. Ini merupakan teror mental karena proses penurunan penumpang itu makan waktu lama sekali. Setelah turun, saya dimasukkan ke tenda yang sudah disiapkan. Saya difoto, diperiksa kesehatannya, diinterogasi.

Beberapa orang diminta menandatangani kesepekatan berisi bahwa mereka tidak akan menuntut Israel. Namun saya tidak disodori kertas perjanjian itu. Mungkin yang disodori adalah mereka yang disiksa Israel. Saya ditanyai identitas, termasuk asal, tujuan, data-data pribadi. Paspor saya difotokopi, handphone saya diambil, alat dokumentasi saya yang berisi foto-foto saat mereka menyerbu juga diambil dan tidak dikembalikan.

Kemudian, bersama relawan anggota parlemen Turki, Bahrain, dan relawan dari Malaysia, saya dibawa ke penjara menggunakan mobil yang tertutup sehingga kami tidak bisa melihat keluar. Perjalanan terasa berputar-putar karena baru dua jam kemudian kami sampai di penjara. Saya ditempatkan satu sel dengan relawan Malaysia dari Muslim Care, dan anggota parlemen Bahrain. Saya terus bertanya di mana teman-teman saya dari Indonesia.

Di tahanan, hanya uang saja yang dikembalikan pada saya. Setelah dua malam satu hari, saya dibebaskan dan bersama sembilan rekan tiba di perbatasan Israel-Yordania. Saya sujud syukur. Saya segera mencari tahu informasi mengenai dua relawan kita yang ditembak.

Bila saat itu berhasil sampai di Gaza, bantuan apa yang akan diberikan?
Bantuan untuk anak yatim, uang prestasi, dan kami membawa program penghafalan Al Quran. Program itu belum ada di negara-negara lain. Jadi dengan program tersebut dalam dua bulan 30 juz Al Quran. Kemudian, karena dulu saya pernah ke Gaza selama lima hari (waktu terjadi serangan militer di Jalur Gaza 2008-2009), saya ingin melanjutkan silaturahmi. Uang donasi dari rakyat Indonesia utuh ada pada saya. Saya bersyukur sekali uang ini bisa kembali. Nilainya sekitar US$45 ribu dan akan kami salurkan ke sana pada waktunya nanti.

Apakah akan berupaya kembali ke Gaza?

Insya Allah saya akan kembali ke Gaza.

Sudah berapa lama ikut dalam misi ini? Berangkat dari mana? Sudah mengontak keluarga?

Sudah dua minggu saya bergabung dalam misi ini. Kami berangkat dari Istanbul kemudian Antalya, dengan tujuan Gaza. Kami berada di laut lepas selama dua hari menunggu kapal yang bertolak dari Siprus dan beberapa negara lain. Alhamdullilah saya sudah berkontak langsung dengan keluarga.

Kapan akan pulang?
Kemungkinan pekan depan, yang jelas kami harus memastikan Surya sudah berada di Yordania. Kabarnya dia akan dipindahkan ke Yordania menggunakan helikopter dalam waktu satu atau dua hari ke depan. Kami harus memastikan itu baru kami kembali.

Tanggapan mengenai kapal kemanusiaan Kapal Rachel Corrie yang berangkat meski misi sebelumnya diserbu Israel?
Mereka, para relawan, sudah berkomitmen demi kemanusiaan dan bahwa blokade Israel harus diakhiri. Misi seperti ini akan terus berlanjut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya