Mimpi Indahnya Saum di Negeri Sendiri

puasa sorot ahmadiyah
puasa sorot ahmadiyah
Sumber :
  • VIVA.co.id/Kusnandar

puasa sorot ahmadiyah

Agar tetap hidup, para pengungsi bekerja serabutan. Dari menjadi kuli kasar, mengasong, hingga tukang ojek. Foto: VIVA.co.id/Kusnandar



Mengubur Mimpi

Bagi Jemaat Ahmadiyah Lombok, kata "tempat penampungan sementara" di Wisma Transito itu berubah menjadi "tempat penampungan selamanya". Jauh dari "layak" sejak dijanjikan pemerintah beberapa tahun lalu.

“Kami tak pernah menuntut janji-janji. Ini hanya pemanis oknum yang hanya menginginkan hak pilihnya, bisa meningkatkan perolehan suara pada pemilu,” katanya.

Karenanya, daripada sakit hati, lebih baik melupakan mimpi punya tempat tinggal sendiri. Sesama pengungsi saling menguatkan. Apalagi keluarga makin tahun makin bertambah.

Berbeda dengan kampung halamannya yang tanah dan sawah luas, di Wisma Transito, mereka tinggal di bilik bersekat triplek 3x3 meter. Tak ada lukisan di dinding penyekat itu. Hanya kaligrafi dan poster tata cara salat dan mengaji.

Tak semua dari tiga ruangan yang sebelumnya difungsikan sebagai aula penampungan transmigrasi itu digunakannya sebagai tempat tinggal. Pemerintah Provinsi NTB lebih memilih membiarkan satu ruangan berukuran 26 x 6 meter itu kosong.

Untuk menyiasati keterbatasan rumah huni, mereka membuat petakan yang menempel aula dengan beratap seng, berpagar potongan-potongan triplek.  “Rumah” ini cukup untuk berteduh dari hujan, tapi tidak cukup teduh jika terik Matahari menyengat.

"Kami sendiri yang membuat bilik-bilik ini,” ujarnya. “Tadinya, ini ruangan besar, semua menyatu. Antarkeluarga hanya dipisah kain bekas yang disambung saja."

Kini sudah sembilan tahun. Dinding asrama sudah tampak kusam, cat tembok terlihat pudar dengan lapisan dinding yang mulai mengelupas.

Kondisi makin memprihatinkan dengan keterbatasan lampu penerangan. Listrik tak mencukupi penghuni Transito. Saat malam, yang terang hanya lampu musala saja. Lainnya meredup.

Meski tak terbilang tidak seperti tempat beribadah pada umumnya, musala itu tidak pernah sepi dari jemaahnya yang taat beribadah. Terlebih Ramadhan ini, warga lebih banyak mengisi waktu luangnya dengan membaca Alquran di musala, daripada tidur bermalas-malasan.

Jemaat Ahmadiyah menyimpan impian besar. Ingin hidup selayaknya warga negara: punya rumah dan beraktivitas seperti sembilan tahun lalu. Entah kapan tidur panjang ini usai.

Tapi yang jelas, setiap saat mereka selalu berdoa agar memperoleh hak hidup dari pemerintah. Bisa hidup aman dan nyaman. Tak jadi pengungsi lagi.

puasa sorot ahmadiyah

Meski tak terbilang tidak seperti tempat beribadah pada umumnya, musala itu tidak pernah sepi dari jemaahnya yang taat beribadah. Foto: VIVA.co.id/Kusnandar

Halaman Selanjutnya
img_title