Merawat Jejak Wayang Sasak

Kegiatan di Sekolah Pedalangan Wayang Sasak
Kegiatan di Sekolah Pedalangan Wayang Sasak
Sumber :
  • VIVA.co.id/Kusnandar
Suasana belajar mengajar di Sekolah Pedalangan Wayang Sasak di Desa Sesela, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, NTB. Foto: VIVA.co.id/Kusnandar

Ia mengatakan, belajar di sekolah dalang tak mengganggu belajarnya di SMA. Sebab, selain cuma dua kali dalam sepekan, belajar mengajar di sekolah ini dilakukan sore hari.

“Harapannya bisa menjadi dalang, bisa meneruskan budaya Wayang Sasak Lombok. Bisa membuat pertunjukan Wayang Sasak, kalau ada kesempatan, kami ngajar dalang lagi menggantikan pak guru yang mengajar sekarang.”

Warga pun menyambut baik berdirinya Sekolah Pedalangan Wayang Sasak. Ningsih (27), salah seorang warga mengatakan, anak-anak muda bisa belajar tentang wayang di sekolah tersebut. Karena, tak sedikit anak muda yang belajar merupakan anak-anak yang putus sekolah.

“Jadi, daripada dia keluyuran ndak tahu mau ngapain, lebih baik jadi dalang saja,” ujarnya saat ditemui VIVA.co.id, Rabu, 7 Juli 2015.

Ningsih tak menampik jika saat ini warga sudah jarang nontong Wayang Sasak. Menurut dia, warga lebih banyak nonton sinetron dan pertunjukan dangdut. “Tidak ada pertunjukan wayang lagi. Budaya yang masih sering kita lihat paling cuma Gendang Beleq, Rudat, tarian sasak yang untuk saweran itu.”

Tanggapan senada disampaikan Asmuni (48). Kepala Desa Sesela ini mengatakan, keberadaan sekolah tersebut merupakan sesuatu yang positif. Ia mengklaim, warganya tak asing dengan wayang.

Menurut dia, wayang adalah salah satu seni budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. “Kalau dibandingkan dengan seni-seni yang lain seperti Cupak Gerantang dan sebagainya, Wayang Sasak lebih diingat masyarakat, khususnya warga Sesela,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 7 Juli 2015.

Meski demikian, ia mengakui, hingga saat ini pemerintah belum mengulurkan tangan terkait keberadaan Sekolah Pedalangan Wayang Sasak. Menurut dia, pemerintah seharusnya memberikan bantuan.

“Ini seharusnya mendapatkan respons serius pemerintah. Tapi, selama ini tidak ada, baik dari Dinas Pariwisata, Dikpora, juga instansi terkait sampai saat ini belum ada.”

Meski pemerintah tak turun tangan, Muhaimi yakin, melalui sekolah yang dibangun dengan rasa cinta dan keyakinan, ia percaya semua cita-cita dan harapan mereka akan terwujud. Menurut dia, sekolah ini akan menjawab rasa takut dan kekhawatiran akan hilangnya generasi penerus para dalang di Pulau Lombok.

Sekolah ini juga akan menjawab tantangan zaman, dengan melahirkan dalang-dalang muda yang memiliki kepekaan sosial, budaya, dan lingkungan yang tinggi. Juga dalang yang akan memberikan pertunjukan wayang yang segar dan lebih ramah dengan berbagai persoalan masyarakat. (art)