SOROT 386

Sekolah yang Memerdekakan

TechnoNatura menerapkan  prinsip empat sifat Nabi Muhammad SAW dan delapan sifat dasar yang diutamakan dalam ajaran Islam.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Endah Lismartini

VIVA.co.id –  Remaja berkacamata itu serius menatap layar komputer. Sesekali membuat coretan di atas kertas, tangannya lalu kembali bergerak-gerak diantara keyboard dan mouse.

Mendirikan Homeschooling

Miska, nama remaja itu, sedang memprogram sebuah game yang akan diluncurkan menjelang ramadhan mendatang. Menggunakan apple iMac berlayar 21 inch, dengan core i5, dan memori 8 gigabyte, Miska tekun mengotak-atik xcode, sebuah software untuk mengembangkan program.

Dia siswa kelas 11 di Madrasah TechnoNatura. Kepada VIVA.co.id, yang menemuinya pada Rabu, 2 Maret 2016,  remaja yang ingin menguasai fisika ini mengaku memilih sekolah TechnoNatura atas kemauan sendiri. “Saya sejak SD sudah di sekolah ini, dan memang tertarik dengan teknologi. Saya masuk ke sini atas permintaan sendiri karena menyukai sains dan komputer. Orang tua nggak masalah, karena ini pilihan saya,” kata Miska.

Tertimpa Bangunan Sekolah, Murid SD di Depok Trauma

Madrasah TechnoNatura yang berlokasi di Jalan RTM, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok, didirikan tahun 2004 oleh Ahmad Riza Wahono. Doktor Mechanical Engineering lulusan University of Manchester ini mengaku awalnya hanya ingin mendirikan homeschooling karena tak bisa menerima metode belajar sekolah umum saat itu. 

Menurut Ahmad, metode belajar konvensional yang banyak berjalan saat ini mematikan kreatifitas. Anak hanya dicecoki pengetahuan dengan guru sebagai sumber rujukan utama. Nyaris tak ada diskusi, dan tak ada kesempatan memilih atau mengembangkan imajinasi mereka.

Sebut Sahabat Lama, Prabowo Unggah Foto Ketemu Surya Paloh Deklarasi Nasdem Bergabung

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/03/04/56d99b673be4d-riza-wahono-pendiri-technonatura_663_382.jpg

Ahmad Riza Wahono, pendiri Madrasah TechnoNatura.

Saat awal mendirikan TechnoNatura, Riza hanya membayangkan home schooling untuk anak-anaknya. Ia menceritakan niatnya itu pada teman-temannya. Tak diduga, dukungan mengalir dari teman-temannya.

Tanggal 22 Juli 2004, mereka sepakat mendirikan Yayasan Centre for Research Education, Arts, Technology, and Entrepreneurship (CREATE).  Mereka mengeluarkan anak dari sekolah umum, lalu mempercayakan Riza untuk melakukan sesuatu yang berbeda agar anak-anak bisa mengembangkan kemampuan dengan maksimal.

“Kami  memulainya dengan 26 anak. Garasi rumah saya langsung berubah menjadi tempat belajar,” kata Riza kepada VIVA.co.id.  Merasa menguasai ilmu sains, Riza memilih fokus mengarahkan anak-anak itu pada dunia sains. Ia mengajak anak-anak berkreasi dan menciptakan sesuatu melalui penguasaan teknologi.  

Nama TechnoNatura dipilih dengan alasan khusus. “Techno untuk menunjukan kami berbasis teknologi. Natura menunjukkan kedekatan dengan alam. TechnoNatura, teknologi yang akan mendekatkan kita pada alam,” kata Riza memberi penjelasan.  “Teknologi menjadi basis kami, karena kami meyakini, perkembangan peradaban tak pernah bisa lepas dari perkembangan teknologi. Terutama masa pertanian, industri, dan sekarang ICT,” lanjut Riza.

Nafas teknologi yang dihembuskan Yayasan CREATE diseriusi dengan menggunakan gawai sebagai pendukung belajar.  Sekolah ini membiasakan anak menggunakan teknologi sejak usia dasar. 

Di TechnoNatura, anak-anak belajar menggunakan metode project. Ada lima project yang dilakukan satu kali dalam satu bulan, yaitu kewirausahaan, sains, rekayasa teknologi, sosial, dan seni.

Mereka bekerja dalam satu kelompok, dan wajib mempresentasikan hasil project mereka satu kali dalam sepekan. Berbeda dengan sekolah konvensional, Techno Natura memposisikan guru sebagai mentor dan fasilitator.

“Anak-anak memanggil guru dengan sebutan kakak, supaya tak ada jarak dan mereka merasa nyaman untuk berkomentar dan bercerita,” kata Riza. Di situ, kreatifitas siswa lebih terasah karena anak-anak itu bisa saling bertanya dan mengkritisi.

Zahratul Fauziah lebih memilih homeschooling, agar bisa lebih leluasa menggali potensinya.

Mereka Memilih Sekolah di Rumah

Anak tak bisa dipaksa belajar di sekolah. Di rumah kreativitas terasah

img_title
VIVA.co.id
5 Maret 2016