Polah Kids Zaman Now

- REUTERS/Edgar Su
VIVA – Panggil saja dia Fiqy. Mahasiswi semester 5 Jurusan Ilmu Hubungan Masyarakat di Institut Ilmu Sosial Politik Jakarta. Usianya masih 19 tahun, satu tahun lebih muda dari rekan-rekan seangkatan di Kampus Tercinta.
Malam itu, Fiqy berbaring di samping laptop yang dibiarkannya menyala dan sejumlah buku bacaan kuliah yang menganga. Binar ponsel menyoroti wajahnya. Ibu jarinya aktif bergulir di halaman pencarian YouTube. Dia berhenti pada satu video dari vlogger Chea Nuh. Sesaat kemudian, Fiqy larut dalam video swatch, menjajal warna, lipstik dari vlogger berkulit eksotis tersebut.
Sesekali aktivitas streaming-nya terhenti sementara. Pesan dari WhatsApp dan Line muncul membuatnya harus berpaling sejenak dari YouTube. Dia membaca dan membalas pesan-pesan tersebut, lalu kembali memutar videonya.
Bosan, Fiqy beralih ke Instagram. Jemarinya pun lincah mengetik tagar merek lipstik yang sedang diincarnya. Tak jarang, dia langsung mendaratkan pencariannya pada profil selebgram yang sudah diikutinya. Fiqy sibuk mencari referensi swatch lain sebelum benar-benar memutuskan warna lipstik yang akan dibeli di Shopee nanti. [Baca juga: Kids Zaman Now Bersuara]
Dia Fiqy, satu dari remaja masa kini yang kerap disebut Generasi Z, generasi yang konon tak pernah lepas dari internet. Generasi yang makannya kuota, benarkah demikian? Fiqy mengaku, dalam satu bulan dia menghabiskan kurang lebih 33 GB yang harganya sekitar Rp60 ribu.
Dia biasa melakukan streaming YouTube dari sekadar nonton trailer film, vlogger kecantikan, musik, hingga konten-konten global seperti belajar Bahasa Inggris, mengintip kehidupan sosial di berbagai negara, dan lain sebagainya. [Lihat infografik: Tiga Generasi dan Karakternya]
Seorang pria sedang menggunakan smartphone nya di sebuah kegelapan di rumahnya. (REUTERS/Alvin Baez)
Dia juga suka menonton Drama Korea melalui Viu. Bedanya, Fiqy akan mengunduh dulu sebelum menontonnya. Dengan begitu ia bisa lebih hemat kuota. Fiqy juga punya JOOX dan Spotify, aplikasi pemutar musik online yang kerap dimainkannya sambil belajar atau rutinitas lainnya.
Fiqy tentu saja pengguna aktif media sosial. Dia punya semua akun medsos dari Facebook, Twitter, Snapchat, Instagram, Path, bahkan Pinterest untuk mencari gambar-gambar lucu sebagai wallpaper ponsel pintar. Namun Facebook, jejaring pertemanan yang dia punya sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar, sudah mulai ditinggalkannya. Fiqy lebih memilih Instagram yang dianggapnya dinamis dan sederhana. Untuk kebutuhan informasi, Fiqy suka sekali membaca LineToday, sesekali browsing langsung ke situs media mainstream, tapi lebih sering stalking akun berita di Instagram.
"Aku lebih suka baca yang padat, jelas. Gambar atau video lebih menarik juga," katanya kepada VIVA.co.id.
Fiqy lahir pada tahun 1998, tahun sejarah, sekaligus berdarah, di Indonesia. Bulannya Juni, hanya beberapa minggu setelah BJ Habibie dinobatkan sebagai orang nomor 1 negeri ini. Semula ia akan diberi nama Habibie jika terlahir laki-laki. Namun nyatanya perempuan, pun tak lantas membuatnya menjadi Habibah.
Fiqy lahir di era reformasi yang menandai keterbukaan dan kebebasan berpendapat di Tanah Air, hanya empat tahun dari kelahiran IndoNet, (Internet Service Providers) ISP komersial pertama pada 1994 yang menjadi tonggak sejarah perkembangan internet di Indonesia.