Keluarga Bachtiar Chamsyah Siap Mental

VIVAnews - Mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah telah ditetapkan sebagai tersangka pengadaan sapi impor dan mesin jahit di Departemen Sosial. Keluarga menyatakan telah siap mental.

"Apapun yang terjadi, dia adalah orang tua kami," kata salah satu anak Bachtiar, Iqbal Bachtiar Chamsyah kepada tvOne, Rabu 3 Februari 2010. Iqbal menegaskan bahwa keluarga yakin Bachtiar tidak bersalah dalam kasus itu.
 
Kalau terbukti bersalah? "Ya, kami siap menerima. Itu adalah konsekuensi dari jabatan," kata dia.

Waskita Terancam Delisting dari BEI, OJK Buka-bukaan Kondisi Perusahaan

Menurut Iqbal, anggota keluarga yang paling terpukul dengan kasus yang menjerat Bachtiar adalah adiknya yang paling bungsu. "Kami tiga bersaudara dan adik itu lama tinggal bersama orang tua," kata dia.

Sementara itu, pengacara Bachtiar, Fauzi Hasibuan menyatakan pihaknya sudah siapkan beberapa nama saksi yang bisa meringankan kliennya. "Tentu saksi yang berkaitan dengan kasus. Juga kami siapkan ahli," kata Fauzi.

Diduga kasus sapi itu menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3,6 miliar. Sedangkan kasus mesin jahit diduga merugikan negara Rp 24,5 miliar.

TNI AL, US Navy dan USMC Gelar Latihan Militer Bersama CARAT 2024 di Lampung

"Modus operandi yakni ada yang diperkaya dan unsur penggelembungan dalam pengadaan ini," kata juru bicara KPK Johan Budi SP. KPK, lanjut dia, telah memiliki alat-alat bukti yang cukup.

Bachtiar Chamsyah diduga melanggar Pasal 2 ayat 1, 3, dan 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP ayat 1 kesatu.

Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan sampai semester II Tahun Anggaran 2005 menghasilkan 70 temuan pemeriksaan di Departemen Sosial senilai Rp 287,89 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak 63 temuan senilai Rp 189,28 miliar telah ditindaklanjuti.

Temuan BPK itu di antaranya adalah inefisiensi anggaran pada pengadaan mesin jahit dan sapi potong. Departemen Sosial pada tahun 2004, melakukan kerja sama dengan PT Ladang Sutera Indonesia (Lasindo) untuk pengadaan 6.000 mesin jahit senilai Rp 19,49 miliar.

Ternyata, sasaran penerima bantuan banyak yang tidak tepat, di antaranya pemilik usaha konveksi di Jawa Timur dan Sumatera Utara. Bantuan mesin jahit berspesifikasi kecepatan tinggi dengan konsumsi arus listrik tinggi itu sebenarnya ditujukan untuk membantu masyarakat miskin yang kapasitas listrik di rumahnya tidak mencukupi untuk operasi mesin jahit tersebut.

Karena tidak tepat sasaran dan tidak tercapainya tujuan program, BPK menemukan anggaran senilai Rp 10,63 miliar dalam program pengadaan mesin jahit tersebut tidak efektif.

Pada 2006, BPK kembali menemukan inefisiensi dalam penggunaan dana APBN di Ditjen Pemberdayaan Sosial, Depsos. Temuan BPK itu di antaranya berupa kelebihan perhitungan biaya kontrak pengadaan sarana air bersih di Provinsi NTT dan NTB senilai Rp 307,91 juta.

BPK juga menemukan inefisiensi senilai Rp1,15 miliar pada program pemberdayaan sosial melalui DIPA Dekonsentrasi tahun anggaran 2005 dan 2006 pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

Saat kasus itu terjadi, Sigid Haryo Wibisono menjabat sebagai staf ahli Menteri Sosial. Sigid juga diduga mengetahui mengenai pengadaan tersebut. Namun, hingga kini KPK belum memeriksa Sigid Haryo.

Saat ini, Sigid sendiri sudah menjadi terdakwa perkara pembunuhan berencana Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnain. Dalam Kasus yang sama Ketua KPK non aktif Antasari Azhar juga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Republik Indonesia.

VIVA Otomotif: Acara Saturday Morning Ride komunitas HDCI

Ketua Umum HDCI Ahmad Sahroni Siap Terima Kritik dan Aduan

Komunitas motor gede alias moge Harley Davidson Club Indonesia atau HDCI belum lama ini mengadakan acara halal bihalal pengurus pusat, pengurus daerah dan pengurus cabang

img_title
VIVA.co.id
13 Mei 2024