Uang yang Dibagikan adalah Uang Lembur
VIVAnews - Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Syamsudin Manan Sinaga (SMS), membantah menerima uang dari proyek sistem administrasi badan hukum.
Penegasan itu disampaikan Syamsudin melalui pengacaranya Pontas Sinaga, di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin 27 Oktober 2008. "Uang yang disangkakan kepada Syamsudin itu bukan uang negara," tegas Pontas. Ia mengungkapkan uang tersebut diberikan sesuai dengan perjanjian antara Koperasi Departemen Hukum dan HAM dengan rekanan proyek tersebut, yakni PT Sarana Rekatama Dinamika (PT SRD).
"Uang yang dibagi-bagikan itu adalah uang lembur," kilah Pontas.
Selain itu, Pontas mengaku bahwa kliennya tidak mau menerima uang lembur tersebut. Namun, pengacara Syamsudin lainnya, Sabas Sinaga menolak berkomentar. "Belum bisa kita utarakan karena klien saya juga belum diperiksa. Nanti saja," kata dia.
Kasus ini berawal dari kebijakan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum yang mengenakan biaya biaya akses sisminbakum melalui website http://www.sisminbakum.com sebesar Rp 250 ribu sampai Rp 1 juta. Ternyata, biaya akses itu tidak masuk ke rekening kas negara melainkan masuk ke rekening PT Sarana Rekatama Dinamika (PT SRD).
Biaya akses yang perbulan jumlahnya miliaran itu, 90 persen disetorkan ke PT SRD sedangkan 10 persen diserahkan ke Koperasi Pengayomnan Depkum dan HAM.
Jumlah yang disetorkan ke koperasi, masih dibagi dua. Sebanyak 40 persen riil masuk ke kas koperasi, sedangkan 60 persen mengalir ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, yang selanjutnya dibagikan ke oknum pejabatnya.
Dirjen AHU mendapat jatah Rp 10 juta tiap bulannya, untuk tingkat sekretaris mendapat Rp 5 juta per bulan, direktur mendapat Rp 2 juta perbulan, kepala sub jatahnya Rp 1 juta perbulan.
Dua tersangka, kata Jasman, dianggap terbukti memperkaya diri sendiri, PT SRD, Koperasi Depkum, dan sejumlah pejabat di Direktorat Jenderal AHU. Akibatnya, negara dirugikan Rp 400 miliar.