Pemimpin Hamas dan Hizbullah Bertemu, Israel Terancam

VIVA Militer : Sekjen Hizbullah bertemu dengan Kepala Biro Politik Hamas
Sumber :
  • aa.com

VIVA – Sekertaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah dan Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh pada hari Sabtu kemarin, 5 September 2020 baru saja melakukan pertemuan di Lebanon. 

'Bravo Zulu' Kapal Selam TNI AL KRI Alugoro-405 Tembakkan Torpedo Black Shark di Selat Bali

Kedua pemimpin pasukan Anti-Israel dan Amerika Serikat (AS) itu bertemu untuk membahas tentang rencana penandatangan perdamaian atau kesepakatan normalisasi hubungan antara Israel dan Uni Emirat Arab (UEA) yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini di Washington. 

Pertemuan para pemimpin anti-Israel dan sekutunya itu ditujukan untuk memperkuat poros perlawanan terhadap kekuatan Israel dan AS di negara-negara islam Timur Tengah, khususnya di Palestina.

Universitas Oxford hingga Cambridge Bergabung dalam Aksi Pro-Palestina

"Kami membahas berbagai perkembangan politik dan militer terbaru di Palestina, Lebanon dan kawasan itu," kata Sekjen Hizbullah Nasrallah dikutip VIVA Militer dari Anadolu Agency, Minggu, 6 September 2020.

Tidak hanya itu, lanjut Nasrullah, Hizbullah dan Hamas juga membahas segala potensi ancaman yang akan dihadapinya pasca perjanjian normalisasi antara Israel dan UEA yang difasilitasi oleh Amerika Serikat (AS).

Menteri Pertahanan Israel Desak Netanyahu Terima Tawaran Damai Hamas

"Kami memperkuat kekuatan poros perlawanan dalam menghadapi semua tekanan dan ancaman. Terutama pasca kesepakatan abad ini dan proyek normalisasi Arab resmi dengan entitas perampas dan tanggung jawab bangsa terhadap itu," ujarnya.

Sebagaimana diketahui bersama, sekitar pertengahan Agustus lalu Presiden AS Donald Trump telah berhasil meyakini Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel untuk duduk bersama dan menjalin perjanjian normalisasi hubungan dua negara di Timur Tengah itu. 

Baca juga : Membongkar Akal Bulus AS di Balik Perdamaian Israel dan UEA

Hal itu dilakukan AS terkait dengan rencana pembelian jet tempur F-35 oleh Abu Dhabi, UEA kepada AS. Amerika terikat perjanjian kerja sama industri pertahanan dengan Israel, yang disebut perjanjian Keunggulan Militer Kualitatif Israel (QME) di Timur Tengah. Perjanjian itu menegaskan bahwa Amerika Serikat tidak dapat menjual senjata-senjata canggihnya kepada negara-negara di Timur Tengah tanpa persetujuan Israel.

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo beberapa waktu lalu melakukan kunjungan ke Israel. Pompeo pun menjamin kepada Israel bahwa pihaknya akan tetap berpegang teguh pada komitmen atau perjanjian kerja sama industri militer atau QME yang telah disepakati antara Israel dan AS itu. Namun, AS tetap mengarahkan agar Israel dapat merestui UEA untuk membeli F-35 dari AS dengan syarat-syarat tertentu atau yang tidak bertentangan dengan perjanjian kerja sama antara Israel dan AS itu.

Perjanjian kesepakatan damai antara Israel dan UEA itu pun menjadi perhatian seluruh dunia internasional, khususnya negara-negara muslim di kawasan Timur Tengah, termasuk kelompok Hizbullah dan Hamas. Mereka mengingatkan kepada UEA agar tidak menjadi penghianat di kawasan Timur Tengah dengan membiarkan Israel tetap menjajah Palestina. Menurut Hizbullah dan Hamas, perjanjian damai antara Israel dan UEA tidak menjadi sesuatu yang membanggakan jika Israel tidak keluar dari Palestina.

Informasi yang dihimpun VIVA Militer dari berbagai sumber, rencana penandatangan kerja sama pembelian F-35 yang rencananya akan dilakukan pada 13 September mendatang di Gedung Putih pun mendapatkan kecaman dari Kepala Intelijen Israel Eli Cohen. Pentolan intelijen Israel itu tidak setuju jika UEA memiliki F-35 dari AS seperti halnya Israel saat ini. Menurut Cohen, jika UEA memiliki pesawat tempur modern F-35 maka kekuatan tempur UEA akan berkembang, dan dia mengkhawatirkan perkembangan kekuatan militer UEA dapat menjadi ancaman bagi Israel dalam waktu mendatang.

Penolakan pembelian F-35 UEA oleh Israel itu pun menjadi isyarat bahwa kesepakatan perjanjian normalisasi hubungan Israel dan UEA yang difasilitasi oleh AS itu teracam rusak. Situasi ini juga menunjukkan bahwa Israel akan tetap pada pendiriannya, dan ambisinya untuk menjadi negara yang memiliki kekuatan tempur di atas negara-negara islam di kawasan Timur Tengah. Dan itu artinya, Israel tidak akan melepaskan Palestina dari klaim kepemilikan wilayahnya. 

Pertemuan antara pemimpin Hizbullah dan Hamas yang diyakini untuk memperkuat poros perlawanan terhadap Israel itu kemungkinan besar akan membuat perhitungan dalam waktu dekat ini kepada Israel.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya