Kisah Jenderal Ajudan Panglima Besar TNI Perebut Senjata Jepang

VIVA Militer: Letnan Jenderal TNI Soeprapto
Sumber :

VIVA – Ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Jenderal Soeprapto diketahui saat berada di Cilacap. Pada masa itu, semangat militer Soeprapto tengah membara. Sehingga ia sangat aktif dalam usaha merebut senjata dari tentara Jepang.

Innalillahi, Prajurit Terbaik TNI Angkatan Darat Meninggal Dunia Tersambar Petir

Sejak saat itulah, perjalanan karier militernya dimulai. Ia memiliki kemampuan yang sangat baik dan berbakat, serta memiliki pengalaman militer yang mengumpuni. Sehingga, pria yang akrab disapa Prapto itu menjabat sebagai Kepala Bagian II Divisi V berpangkat kapten. 

Berdasarkan catatan sejarah yang dikutip VIVA Militer dari Museum TNI Senin 31 Agustus 2020, jabatan itu dipangkunya ketika terbentuk Divisi V Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Purwokerto. Sementara itu, komandan yang memimpin Divisi V adalah Kolonel Soedirman. Sosok yang sudah dikenalnya sejak zaman Jepang.

Korut Kirim Utusan ke Iran, Kira-kira Ini yang Dibahas

Ketika menghadapi pertempuran Ambarawa yang berlangsung pada 12 hingga 15 Desember 1945, Soeprapto ikut mendampingi Soedirman. Ketika pertempuran Ambarawa berakhir, pemerintah melantik Kolonel Soedirman sebagai Panglima Besar TKR. 

Memiliki hubungan yang erat yang Soeprapto, maka tidak heran jika Panglima Besar memilihnya sebagai ajudan dengan pangkat kapten. Tugasnya sebagai seorang ajudan Panglima Besar pada saat itu, tidaklah mudah. Karena ia juga terlibat langsung dengan kesibukan komandannya sendiri.

Masuk Jebakan, Tentara Israel Ditembak Mati Sniper Hamas di Gaza Utara

Selama hampir dua tahun, pria kelahiran 1918 ini mengabdikan dirinya sebagai ajudan Jenderal Soedirman. Saat itulah, Soeprapto mengakhiri masa lajangnya dan menikah dengan gadis pilihannya. Prapto menikah dengan Julie Suparti pada tanggal 4 Mei 1946.

VIVA Militer: Letnan Jenderal TNI R. Soeprapto

Dari pernikahannya dengan Julie, Prapto dikaruniai lima orang anak yang terbagi menjadi dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Gadis kelahiran Cilacap itu, diketahui tetap setia dengan Prapto hingga akhir hayatnya.

Pada tahun 1948, Soeprapto tidak lagi menjadi ajudan Panglima Besar. Ia diangkat menjadi kepala Bagian II Markas Komando Jawa (atau MBKD dalam ejaan lama). Masih di tahun yang sama, namun tepatnya pada bulan Oktober, Mayor Soeprapto yang berpangkat Mayor dipindahkan ke Solo.

Ternyata kepindahannya ke Solo, ia dipercayakan menduduki jabatan Kepala Staf Divisi II dan sekaligus sebagai perwira yang menjadi staf Gubernur Militer Daerah Surakarta-Pati-Semarang. Namun ketika memangku jabatan itu, Soeprapto menjalani tugas yang cukup berat. Karena daerah itu sedang dilanda pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Setahun setelahnya, Perang Kemerdekaan berakhir dan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) ditata kembali. Kemudian Prapto dipindahkan Semarang dan memangku jabatan sebagai Kepala Staf Teritorium IV/Diponegoro, serta pangkatnya dinaikan menjadi Letnan Kolonel.

Pada bulan Desember 1950, karier militer Prapto semakin meningkat dan ia ditarik ke Jakarta. Lalu ia menjabat sebagai Kepala Bagian II di Staf Umum Angkatan Darat. Hanya setahun menjabat, Soeprapto kembali dipercayai untuk menjabat sebagai Asisten I Kepala Staf Angkatan Darat.

Ternyata hampir di waktu bersamaan, Letnan Kolonel Soeprapto juga menduduki jabatan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Karena menjabat dua posisi sekaligus, ia harus menjalani tugas yang sangat berat dan menyita banyak perhatian serta tenaga.

Baca: Kisah Jenderal TNI Lolos dari Penjara Jepang

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya