Video Sidang MK, Saksi Cerita 'Kecurangan Wajar dalam Demokrasi'

Hairul Anas Suaidi saat bersaksi dalam sidang sengketa pilpres 2019 di MK
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Caleg Partai Bulan Bintang (PBB), yang juga Keponakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Hairul Anas Suaidi, bersaksi dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis dini hari, 20 Juni 2019.

Malam-malam, Gibran Bawa Koper ke Rumah Prabowo di Kertanegara

Anas yang merupakan relawan IT bagi pasangan Prabowo-Sandi ini mengungkapkan ikhwal materi pelatihan saksi perwakilan dari Partai Bulan Bintang (PBB) di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Menurut Hairul, dalam pelatihan itu terdapat materi yang tidak sepatutnya yakni membahas soal 'kecurangan dianggap bagian yang wajar dalam demokrasi'.  Hakim lantas mempertanyakan apakah Hairul dilatih atau diajarkan untuk berbuat curang. "Secara tekhnis tidak (dilatih untuk berbuat curang)," kata Hairul.

MK Tolak Seluruh Gugatan Sengketa Pilpres, Sekjen PAN: Mari Kita Hormati Ujung Proses Pemilu Ini

Lebih lengkap terkait dengan dugaan kecurangan yang disampaikan Anas, pembaca VIVA dapat melihat videonya dalam berita ini.

MK Tolak Seluruh Gugatan Anies dan Ganjar, La Nyalla: Mari Lupakan Pertikaian, Kembali Guyub


Ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, kemudian memperdalam pernyataan saksi dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Terutama terkait dengan narasumber dalam pelatihan selama dua hari dua malam itu.

Anas kemudian menyebut di antaranya adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. "Saya jadi ingat ada satu lagi yang bagi saya sangat memukau materinya. Banyak statistiknya, itu dari Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo," katanya.

Menurut Anas, dipaparkan oleh Ganjar mengenai survei bersumber dari berbagai media. Ganjar menyampaikan cara-cara memenangkan suara di sejumlah wilayah.

"Pak Gubernur itu mengatakan bahwa, untuk memenangkan itu, aparatur itu sebaiknya tidak netral. Beberapa kali disampaikan 'kalau netral buat apa'. Dengan suara yang agak kencang dan beberapa kali, sekitar tiga atau empat kali saya ingat," katanya. Pembaca VIVA juga dapat melihat videonya dalam berita ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya