- ANTARA FOTO/Aji Styawan
VIVA – Potensi korupsi yang dilakukan calon kepala daerah di tahun politik ini terindikasi meningkat. Persoalan itu menjadi catatan Komisi Pemberantasan Korupsi lantaran maraknya calon kepala daerah yang terciduk dalam operasi tangkap tangan tim KPK.
Melihat ancaman korupsi jelang Pilkada 2018 meningkat, KPK sebenarnya sedang bergerak cepat. Ketua KPK Agus Rahardjo menekankan gerak cepat ini dengan mengumumkan status tersangka para calon kepala daerah yang jadi peserta pilkada.
Beberapa daerah yang dipetakan KPK karena rawan korupsi ada di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Dengan gerak cepat pengumuman tersangka ini diharapkan masyarakat sebagai pemilih di Pilkada tak keliru ketika menggunakan hak pilih mereka di Tempat Pemungutan Suara nanti.
Baca: Wiranto Imbau KPK Tunda Umumkan Peserta Pilkada Korupsi
Namun, keinginan KPK untuk gerak cepat tak sama dengan persepsi pemerintah. Melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, diimbau agar KPK menunda pengumuman tersangka korupsi calon kepala daerah.
Wiranto menekankan imbuan agar proses hukum ditunda ini untuk menghindari tuduhan masuk ranah politik. Selain itu, imbauan juga untuk mencegah kegaduhan politik sehingga Pilkada 2018 bisa tetap berjalan lancar. Namun, hal ini sekedar imbauan dan tak memaksa KPK.
"Penundaan semata mata untuk tidak menimbulkan satu tuduhan bahwa KPK masuk dalam ranah politik," kata Wiranto di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Maret 2018.
Imbauan Wiranto ini menjadi sorotan dan perdebatan. Sebagian kalangan mengkritisi imbauan pemerintah. Pengamat hukum pidana, Abdul Fickar Hadjar heran dengan imbauan yang disampaikan Wiranto.
Alasan menunda proses hukum kasus korupsi dengan penetapan tersangka justru dinilai sikap koruptif dalam demokrasi. Fickar tak habis pikir bila penetapan tersangka dari hasil operasi tangkap tangan dikaitkan dengan politik dan kelancaran Pilkada.
"Sepanjang ada bukti cukup, KPK bisa menetapkan siapa saja termasuk kepala daerah. Begitupun operasi tangkap tangan tak bisa dibatasi," kata Fickar kepada VIVA, Selasa, 13 Maret 2018.
Pemerintah bila memang serius memberantas korupsi maka harus mendukung langkah KPK. Menurut Fickar, kegaduhan politik tak bisa dikaitkan dengan penetapan tersangka dalam kasus korupsi.
Justru, bila KPK ragu dalam penetapan suatu kasus karena imbauan maka lembaga hukum itu berpolitik.
"KPK kan urusannya penegakan hukum pemberantasan korupsi bukan politik. Jadi, harusnya tidak ada masalah," ujar Fickar yang juga dosen Universitas Trisakti tersebut.
Baca: Terjaring OTT KPK, Begini Nasib Bupati Subang di Pilkada
Lagipula, penetapan tersangka termasuk dari hasil operasi tangkap tangan tak menggugurkan status calon peserta Pilkada. Rangkaian proses tahapan Pilkada akan tetap lanjut meski ada status tersangka terhadap sejumlah calon kepala daerah.
"Sebelum ada putusan inkrah, status tersangka itu tak akan mengugurkan. Artinya, enggak ada masalah dan bias dikaitkan kelancaran Pilkada," katanya.
Baca: Ironi Darurat Korupsi di Daerah
Nyali KPK