- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA – Pemerintah Jokowi-JK seperti tak ada habisnya dikritik atas kebijakan yang dianggap kurang pas. Kini, keputusan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2018 tentang besaran gaji pejabat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menuai polemik.
Dalam Perpres tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya bagi Pimpinan, Pejabat, dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu, terlihat jelas bahwa para Dewan Pengarah BPIP mendapatkan gaji yang tergolong sangat fantastis.
Dikutip dari Perpres Nomor 42 tahun 2018, yang diunduh dari laman Setneg.go.id, disebutkan gaji Ketua Dewan Pengarah BPIP yaitu Megawati Soekarnoputri mencapai Rp112,54 juta per bulannya. Gaji itu melebihi gaji ketua DPR, DPD, MPR dan BPK. Bahkan gaji presiden dan wakil presiden.
Sedangkan anggota Dewan Pengarah BPIP menerima Rp100,81 juta per bulan. Anggota Dewan Pengarah BPIP di antaranya Tri Sutrisno, Ahmad Syafii Maarif, Said Aqil Siradj, Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe dan Mayjen (Purn) Wisnu Bawa Tenaya.
Sementara itu Kepala BPIP sendiri mendapatkan hak keuangannya sebesar Rp76,5 juta per bulan, Wakil Kepala BPIP sebesar Rp63,75 juta, Deputi BPIP sebesar Rp51 juta dan staf khusus BPIP sebesar Rp36,5 juta.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut ada empat cacat dalam Perpres Nomor 42 Tahun 2018 yang diteken Presiden Joko Widodo sepekan lalu itu. Catat tersebut sangat serius sehingga perlu penjelasan dari pemerintah.
Menurut dia, catat yang pertama adalah dari sisi logika manajemen. Di lembaga mana pun, baik di pemerintahan maupun swasta, gaji direksi atau eksekutif itu pasti selalu lebih besar daripada gaji komisaris.
"Nah, struktur gaji di BPIP ini menurut saya aneh. Bagaimana bisa gaji ketua dewan pengarahnya lebih besar dari gaji kepala badannya sendiri? Dari mana modelnya?” sebut Fadli, dalam pesan singkatnya, Senin 28 Mei 2018.
Kedua terkait sisi etis, di mana BPIP bukan lembaga atau Badan Usaha Milik Negara yang bisa menghasilkan laba. Gaji ketua Dewan Pengarah BPIP mengalahkan presiden sebagai kepala negara hingga menteri yang tugasnya berat membantu presiden.
Cacat ketiga,terkait masalah anggaran dan reformasi birokrasi. Menurutnya, Jokowi sering bicara mengenai pentingnya efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi. Namun, lembaga yang dibentuknya menjadikan pemerintah semakin gemuk dan habiskan anggaran.
Dan yang keempat, terkait dari sisi tata kelembagaan. Kecenderungan Jokowi untuk membuat lembaga baru setingkat kementerian seharusnya disetop. Sebab, hal ini menurutnya bisa overlap dan menimbulkan bentrokan dengan lembaga-lembaga yang telah ada.