AS Menghukum, Iran Melawan

Gelombang protes di Iran atas sanksi AS
Sumber :
  • Secreenshot Video CNN.com

VIVA – Hubungan Amerika Serikat dan Iran panas lagi. Sanksi terkuat sepanjang sejarah yang dijatuhkan AS membuat ekonomi Iran dikabarkan luluh lantak. Sedikitnya ada tujuh sektor yang dihantam oleh sanksi Amerika Serikat itu, mulai dari perdagangan hingga keuangan.

Donald Trump dan Kedua Anaknya Akan Diperiksa Terkait Penipuan

Presiden Iran, Hassan Rouhani, mengecam dan menyebut keputusan Donald Trump itu sebagai seruan perang. Iran kata dia sedang mengalami bully ‘perundungan’ ekonomi habis-habisan di balik tudingan senjata nuklir dan pendukung teroris.

Per Senin, 5 November 2018, Amerika Serikat resmi menjatuhkan sanksi paling berat yang pernah diberikan negara Great Powers itu kepada Iran. Penjatuhan sanksi itu lebih awal sudah direspons keras oleh masyarakat Iran pada hari Minggu kemarin. Jutaan warga Iran dilaporkan turun ke jalan dalam berbagai protes dan demonstrasi atas sanksi tersebut. Iran diliputi kemarahan dan kegeraman kepada Trump. “Mati kau Amerika,” seruan itu terdengar di berbagai aksi.

Donald Trump Ambil Surat Cinta Kim Jong Un dari Gedung Putih

Dikutip dari laman Aljazeera, Panglima Militer Iran, Mohammad Ali Jafari mengancam Donald Trump agar tak semena-mena terhadap negaranya.

“Saya mau sampaikan kepada Amerika dan Presiden anehnya hal berikut. Jangan sekali-kali mengancam Iran. Ingat masih terdengar jelas teriakan mengerikan para prajurit AS yang meregang nyawa di gurun pasir dan banyaknya tentara AS yang akhirnya bunuh diri karena sengsara dan terganggu mentalnya akibat perang,” kata Ali Jafari.
 
Jafari mengingatkan, jangan sampai main-main terhadap tentara Iran. Kepada publik, Jenderal tersebut juga menyatakan bahwa langkah Trump adalah bukti frustrasi Presiden AS.

5 Fakta Tewasnya Jenderal Qassem Soleimani, Iran Akan Balas Dendam?

Sementara Presiden Rouhani di Teheran menyebutkan bahwa perlakuan AS sangat tak adil dan ilegal. Sanksi itu jelas ibarat menabuh gendering perang yaitu perang ekonomi dan selama ini Iran dianggap sebagai korban si tukang bully.

“Kita saat ini dalam situasi perang ekonomi yang harus melawan kekuatan yang suka menindas. Saya rasa belum pernah ada yang masuk Gedung Putih sebelumnya seseorang seperti ini yang paling banyak menabrak hukum dan perjanjian internasional,” kata Rouhani sebagaimana dikutip dari laman Sputniknews.

Rouhani di tengah tekanan ekonomi dan inflasi parah yang dialami Iran dalam setahun terakhir mengatakan kepada rakyatnya untuk tetap berdiri tegak dan mengangkat kepala. Dia menyebutkan bahwa Iran akan melawan dan bisa mendobrak sanksi itu dan menjual minyak mentahnya dengan terhormat termasuk mengupayakan cara baru berdagang dengan negara-negara Eropa dengan menggunakan sistem Special Purpose Vehicle (SPV) meski diakui bahwa penggunaan sistem ini masih dalam penjajakan.
 
“Kami akan jual minyak kami dengan terhormat dan menembus sanksi itu karena sanksi ini sungguh kejam dan melanggar hukum internasional,” kata dia lagi.

Bahkan sebelum sanksi resmi diberlakukan pada Senin, ekonomi Iran memang sudah melambat bahkan cenderung stagnan. Harga-harga kebutuhan pangan di negara itu juga melonjak naik akibat inflasi yang tinggi.mTingkat ekspor Iran dalam setahun terakhir memang drastis menurun. Tak ayal, sejak Mei, AS memang
sudah memberikan ultimatum agar negara-negara ancang-ancang menyelesaikan transaksi perdagangan dengan Iran jika tak mau diputus hubungannya dengan AS.

“Kami menghadapi perang,” ujar Rouhani merespons sanksi.

Produksi Minyak Turun

Berdasarkan organisasi negara-negara pengekspor minyak atau OPEC, produksi minyak Iran turun sekitar 150.000 Barel per hari.  Sejak Juni tahun ini, impor ke negara-negara Eropa melorot khususnya ke Prancis, Italia dan Spanyol. Bahkan perusahaan minyak Prancis Total hengkang dari negara itu pada pertengahan Juli lalu dengan alasan tak mendapatkan konsesi dari AS.

Tak bisa dipungkiri, Iran lebih setahun terakhir masih dilanda krisis ekonomi. Saat ini dicatatkan bahwa kurs perdagangan untuk Iran per US$ adalah 145.000 Rial Iran sementara tahun lalu per US$ masih sekitar 40.500 Rial sebagaimana dicukil dari laman The Guardian. Sanksi ekonomi khususnya energi dari AS dipastikan bisa membuat Iran semakin sengsara.

Padahal sektor energi merupakan sumber pendapatan ekonomi terbesar negara Republik Islam itu. Hingga 80 persen sumber penerimaan Iran dari sektor energi. Menurut analisis Badan Informasi Energi AS, sanksi dan tekanan ini akan memukul Iran dan bisa memutus “garis hidup” negara tersebut.
 
Sektor-sektor yang terimbas sanksi AS antara lain:
 
1. Semua operator pelabuhan dan perkapalan Iran yang biasanya berhubungan dengan pengiriman minyak dan gas
2. Produk-produk minyak dan turunannya asal Iran termasuk mendaftarhitamkan transaksi terkait minyak dan sumber energi
3. Transaksi bank yang dilakukan secara internasional dengan institusi keuangan Iran dan pelarangan transaksi dengan Bank Sentral  Iran
4. Perusahaan asuransi dan reasuransi yang biasanya diperlukan untuk pengiriman minyak dan gas
5. Segala perusahaan AS yang dikontrol perusahaan AS dan milik perseorangan AS yang ada di Iran
6. Nama-nama figur asal Iran yang dicoret AS
7. Transaksi Iran yang menggunakan sistem SWIFT yang berbasis di Eropa direncanakan AS juga akan melengkapi sanksi AS itu.

Gelagat anomali Donald Trump dibandingkan Presiden AS yang digantikannya, Barrack Obama sudah mulai terlihat sejak Trump mengancam keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran hingga akhirnya ancaman itu direalisasikan pada tahun ini. Pada 8 Mei 2018, AS akhirnya keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran maupun Kewajiban JCPOA yang ditandatangani AS sebelumnya dengan negara-negara besar lainnya dalam hal nuklir Iran.

Diketahui bahwa dengan Kesepakatan Nuklir Iran pada 14 Juli 2015 yang diteken Iran dengan AS, Rusia, China, Jerman, Inggris dan Prancis maka Iran berkewajiban transaparan dalam hal pengembangan nuklirnya. Sebagai balasan atas hal itu, Presiden Obama mencabut sanksi terhadap ekonomi Iran pada 16 Januari 2016. Namun nyatanya, hanya dua tahun Iran bagai bebas dari embargo ekonomi. Donald Trump bagai mengembalikan nasib buruk Iran bahkan mengirimnya ke kondisi yang lebih buruk.

Atas sanksi super berat itu, Donald Trump dengan nada menyindir mengatakan hanya ingin menyaksikan seberapa lama Iran bisa bertahan.

“Kita lihat saja apa yang terjadi di Iran sekarang, yakinlah mereka tak baik-baik saja, saya jamin itu,” kata Donald Trump dilansir laman BBC.

Hentikan Aksi Jahat

Menurut Washington, mereka menuntut agar Iran menghentikan aksi-aksi jahat yang sudah dilakukan selama ini. Satu, menyetop uji senjata balistik termasuk nuklir, kedua, menghentikan serangan siber, ketiga, berhenti mendukung kejahatan kelompok teroris di Timur Tengah.

Sementara Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menegaskan kembali seruan atasannya. Dia mengatakan bahwa AS akan memastikan sanksi itu benar-benar memukul Iran hingga pemerintah negara itu tak lagi melakukan kejahatan-kejahatan tersebut.

Pompeo mengatakan bahwa lebih dari 700 individu dan entitas masuk dalam daftar sanksi AS. Pula ada lebih dari 100 perusahaan internasional kata Pompeo sudah menarik diri dari Teheran.

“Kami akan bekerja dengan sangat rinci memastikan bahwa sebenarnya kami ingin mendukung masyarakat Iran namun kami hanya ingin membuat perilaku buruk pemerintah Republik Islam Iran berubah,” kata Pompeo.

Ironisnya, AS tak menunjukkan secara gamblang perihal bukti-bukti bahwa Iran melakukan kejahatan nuklir hingga bukti dukungan terhadap kejahatan jaringan teroris. Dalam hal pengembangan nuklir, JCPOA sempat meyakinkan bahwa Iran berjanji tidak akan memproduksi senjata bahan plutonium tahap lanjut di fasilitas Arak. 

Pula Iran sudah sepakat tak akan membangun reaktor-reaktor baru dalam 15 tahun ke depan untuk mengembangkan nuklir. Berseberangan dengan tudingan AS, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga beberapa kali sudah menyebutkan bahwa Iran selalu memenuhi kewajiban transparansi terkait nuklir. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya