Kontroversi Daftar Caleg Eks Koruptor

Pimpinan KPU perlihatkan daftar caleg mantan terpidana kasus korupsi beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

VIVA – Terobosan baru dilakukan Komisi Pemilihan Umum. Di tengah sibuk mempersiapkan Pemilu Serentak 2019, yang kurang dari tiga bulan lagi, KPU mengumumkan daftar para calon anggota dewan legislatif (caleg) yang berstatus mantan terpidana kasus korupsi.

Dipecat Jelang Pelantikan, Pendukung Caleg Gerindra Unjuk Rasa

Tujuannya untuk memberi “pencerahan” kepada masyarakat agar berpikir dua kali sebelum mencoblos nama caleg yang masuk “daftar khusus itu” pada hari pemilihan nanti, demi tercipta negara yang bersih dari praktik korupsi. Terobosan KPU itu tentunya akan memancing beragam reaksi dan perdebatan, baik yang mendukung maupun yang mempersoalkan munculnya daftar itu, terutama dari caleg dan partai politik yang bersangkutan.

Sesuai janjinya, KPU telah mengumumkan 49 nama calon legislatif mantan narapidana korupsi peserta Pemilu Legislatif 2019, Rabu malam 30 Januari 2019. Mereka dicalonkan oleh 12 partai dari 16 partai peserta pemilu terdaftar.

Cerita Miris Ketua KPU soal Serangan Siber di Pemilu 2019

Artinya hanya empat partai politik yang tidak memiliki caleg mantan narapidana korupsi. Empat partai tersebut adalah Partai Persatuan Pembangunan, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Solidaritas Indonesia. 

"Untuk DPR RI tidak ada mantan napi koruptor. Hanya di DPRD Provinsi 16 orang, DPRD Kabupaten Kota 24 orang dan DPD ada 9 orang," ujar Ketua KPU, Arief Budiman, di kantor KPU, Rabu 30 Januari 2019.

Rommy Salahkan OTT KPK Bikin Suara PPP Jeblok di Pileg 2019

Berdasarkan data KPU, Partai Golkar merupakan partai terbanyak yang mengusung caleg eks napi koruptor sebanyak 8 orang. Disusul oleh Gerindra yang memiliki 6 caleg eks napi koruptor, dan Hanura dengan 5 caleg eks napi koruptor. 

Sementara Partai Berkarya, Demokrat, dan PAN ada 4 caleg eks napi koruptor. Partai Garuda, Perindo, dan PKPI memiliki 2 eks napi koruptor. Terakhir, PDIP, PKS, dan PBB masing-masing memiliki 1 eks napi koruptor.  

KPU akan mempublikasikan ke-49 nama caleg mantan narapidana korupsi tersebut di situs resmi KPU dan mensosialisasikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi. Daftar tidak hanya memuat nama dan identitas caleg eks narapidana, tetapi juga partai pengusung, kasus hukum yang pernah menjeratnya termasuk putusan peradilan kasus hukum yang bersangkutan.

Langkah mengumumkan daftar caleg eks narapidana ini dilakukan KPU demi melindungi hak pemilih agar bisa mendapatkan informasi yang jelas terkait calon yang akan mereka pilih.

Pengumuman identitas ini sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum. Pasal 182 UU nomor 7 tahun 2017 mengatur bahwa caleg tidak boleh mantan terpidana dengan ancaman lima tahun penjara atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Dengan diumumkannya nama-nama caleg mantan narapidana korupsi ini, KPU berharap pemilih mengetahui rekam jejak para calon legislatif sehingga bisa menentukan pilihannya. 

"Prinsipnya kami mensosialisasikan kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui calon-calon mantan napi koruptor yang ada dalam daftar calon legislatif. Dengan demikian masyarakat dapat menilai apakah akan memilih atau tidak, semua diserahkan kepada masyarakat,” kata Komisioner KPU, Ilham Saputra.  

Pasal terkait caleg eks narapidana sempat memicu perdebatan, khususnya terkait caleg eks koruptor. KPU sempat melarang mantan narapidana korupsi maju sebagai caleg di Pemilu 2019 lewat Pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.

Larangan juga tertera dalam Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPD.

Namun Mahkamah Agung mengeluarkan putusan untuk memperbolehkan eks koruptor mencalonkan diri. MA beralasan larangan-larangan itu bertolak belakang dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum.

Komitmen tak korupsi

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid

Ketua DPP Gerindra, Sodik Mudjahid, mengatakan pencalonan caleg eks koruptor tidak melanggar undang-undang. Dia pun mengklaim partainya anti korupsi, meski partainya mengusung enam caleg eks narapidana koruptor di DPRD.

Apalagi, diutarakannya, para caleg telah bertobat dan berkomitmen tidak akan mengulangi lagi perbuatan korupsi.

"Eks Koruptor masih punya hak, apalagi ketika akan dicalonkan oleh  Gerindra harus memenuhi persyaratan khusus yakni setia kepada Gerindra yang anti korupsi dan tidak akan ulangi lagi korupsi," ujarnya kepada VIVA di Jakarta, Rabu 30 Januari 2019.

Dia menegaskan partainya mencalonkan eks koruptor sebagai caleg dengan syarat yang ketat dan jumlah sangat sedikit dibanding dengan jumlah total caleg dalam pemilu 2019. Gerindra mencalonkan 6 caleg eks koruptor dari 19 ribu yang daftar caleg DPRD.  

"Itupun jumlahnya hanya hanya 0,0003 persen dari jumlah seluruh caleg," ucapnya.

Sodik bahkan meyakini para pemilih tidak akan mempermasalahkan rekam jejak para calon eks koruptor dan tidak memengaruhi elektabilitas partainya.

"Masyarakat lebih menolak partai yang banyak kadernya korupsi dibanding menolak partai yang mencalonkan eks koruptor," katanya.

Sementara itu, Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, yang partainya mencalonkan 3 caleg eks koruptor, menyatakan meski berstatus mantan narapidana koruptor para caleg akan membuktikan diri mereka kepada rakyat bahwa mereka layak dipilih.  

Tak pengaruhi elektabilitas

Diumumkannya daftar caleg eks narapidana korupsi oleh KPU diperkirakan tidak akan memengaruhi elektabilitas caleg tersebut. Hal itu sudah terbukti dalam pemilu-pemilu sebelumnya.

"Tidak akan terlalu berpengaruh (pada elektabilitas), karena masyarakat sudah terlalu permisif terhadap korupsi. Ada kasus-kasus di 2014 lalu, caleg yang sedang ditahan KPK karena kasus korupsi terpilih menjadi anggota DPR," kata Direktur Eksekutif Indonesia Politican Review, Ujang Komarudin.

Selain itu ditambahkannya, masyarakat Indonesia cenderung pemaaf dan melupakan tindakan korupsi yang dilakukan para caleg. Isu caleg koruptor juga tidak lagi menjadi sorotan publik. 

"Karena masyarakat kita juga sangat pemaaf. Jadi jika ada caleg koruptor yang maju tetap akan dipilih," katanya.

Meski begitu, menurutnya, pencalonan eks koruptor akan merusak citra partai dan caleg tersebut. Dia mengusulkan pada pemilu berikutnya KPU menandai caleg eks koruptor di surat suara agar pemilih mengetahui rekam jejak caleg dan diharapkan caleg tersebut tak terpilih kembali.

"Sejatinya harus ada penanda," ujarnya.

Penanda di gambar caleg eks koruptor di surat suara pemilu legislatif sebelumnya memang pernah diusulkan KPU, tapi lagi-lagi hal ini kandas dilakukan. Komisioner KPU, Ilham Saputra, mengatakan, surat suara pemilu legislatif 2019 hanya berupa nomor, nama, dan tanpa foto.

“Wacana untuk menandai caleg mantan narapidana di surat suara belum ada,” ujarnya.

Masuknya daftar para caleg mantan narapidana korupsi dalam pemilu legislatif 2019 tentu menjadi ironi di saat masyarakat menginginkan wakil rakyat yang berintegritas dan bebas dari korupsi. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya