Memburu Aset Wajib Pajak di Luar Negeri

Ilustrasi pembayaran pajak.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id –  Indonesia segera menerapkan sistem keterbukaan data perbankan mulai 2017, sesuai dengan kesepakatan antara negara anggota G-20 mengenai Sistem Pertukaran Informasi Otomatis atau Automatic Exchange System of Information (AEOI).

12,98 Juta Wajib Pajak Sudah Lapor SPT, Sri Mulyani: Terima Kasih

Melalui sistem ini, nantinya seluruh Wajib Pajak (WP) yang membuka rekening di negara lain akan terlacak oleh otoritas pajak negara asal. Artinya, seluruh aset para WP yang selama ini disembunyikan di negara lain akan terlihat dengan jelas.

Presiden Joko Widodo pun memperingatkan bagi para WP yang selama ini menyimpan dananya di luar negeri, pada 2018, pemerintah akan dengan mudah mendapatkan data yang diinginkan.

DJP Sebut 91,7 Persen NIK Sudah Dipadankan Jadi NPWP 

"Pada 2018 semua akan semakin jelas. Seluruh bank internasional akan buka-bukaan semua," kata Jokowi, sapaan Joko Widodo di Balai Kartini Jakarta, Rabu 30 Maret 2016.

Menurut Jokowi, aset-aset setiap individu maupun perusahaan masih banyak yang tersimpan di perbankan luar negeri. Artinya, potensi dana yang selama ini berada di negara lain masih cukup besar.

Ingatkan Masyarakat Lapor SPT Tepat Waktu, Sri Mulyani: Tinggal Lima Hari Lagi

Presiden mengungkapkan, era keterbukaan yang diterapkan di setiap negara memang tidak bisa dielakkan kehadirannya. Bukan hanya keterbukaan informasi perbankan, melainkan keterbukaan di sektor lain.

Namun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Mekar Satria Utama, mengungkapkan, pemerintah saat ini tengah merevisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) guna mendukung keterbukaan informasi perbankan tersebut.

Menurut Mekar, selama ini keterbukaan informasi yang diberikan oleh perbankan masih terbentur dengan adanya ketentuan yang terangkum dalam UU Perbankan tentang kerahasiaan data. Alhasil, data para nasabah pun tidak dapat diakses secara rinci.

“Sudah ada kajiannya, dan sedang dibicarakan. Terutama mengenai permintaan data yang selama ini dibutuhkan,” ujar Mekar saat berbincang dengan VIVA.co.id, Rabu 30 Maret 2016.

Mekar menjelaskan, data yang selama ini dapat diakses oleh otoritas pajak dalam negeri hanya sebatas ketika sedang melakukan pemeriksaan, atau jika ada salah satu nasabah perbankan yang tersangkut masalah pidana perpajakan. Itu pun harus melalui mekanisme yang panjang, dan terkesan lama.

Sebagai contoh, Mekar melanjutkan, perbankan di Amerika Serikat setiap bulannya selalu memberikan data informasi para nasabahnya kepada otoritas pajak negara tersebut. Indonesia, kata dia seharusnya bisa menerapkan kebijakan yang sama.

“Kami ingin membuka, untuk melacak potensi yang bisa diberikan,” katanya.

Dalam draf UU KUP tersebut, akan ditekankan kepada pembangunan sistem pengawasan dan penegakan hukum perpajakan melalui pembentukan basis data yang kuat. 

Nantinya, pemerintah akan meniadakan kerahasiaan data yang diatur dalam perundang-undangan lain. “Intinya bagaimana ini bisa dipercepat dan diperluas. Akan kami masukkan juga,” tutur Mekar.

[dok. Humas PT BUMI Resources Tbk]

Bumi Resources Masuk 7 Perusahaan Wajib Pajak Terbaik versi DJP Kemenkeu

PT Bumi Resources Tbk (BUMI) berhasil meraih penghargaan sebagai Perusahaan Wajib Pajak yang memberikan kontribusi terbesar ke negara tahun 2023.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024