Menyorot Fatwa Haram Curi Listrik

Ilustrasi.
Sumber :
  • Antara/ M Ali Khumaini

VIVA.co.id – Dicap sudah pada level yang meresahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram pencurian energi listrik. Tahkik, atau keputusan tersebut diharapkan bisa membendung segala bentuk sabotase yang mengambil keuntungan secara ilegal dari distribusi listrik.

Fatwa MUI Sebut Mata Uang Kripto Haram, Mengapa Jadi Kontroversi?

Fatwa ini diakui MUI adalah permintaan dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun, MUI menolak kalau fatwa itu disebut “pesanan”.

Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin tak menampik jika Fatwa Haram MUI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Hukum Pencurian Energi Listrik memang diminta oleh PLN. Namun, Ma’ruf mengingatkan bahwa mekanisme pembahasan hingga penerbitan fatwa memang kerap diawali permintaan sejumlah pihak. Asalkan terkait dengan kemaslahatan umat, maka MUI bisa memprosesnya hingga berujung menjadi fatwa, atau tidak.

5 Hal Seputar Ahmad Zain An Najah, Anggota MUI yang Ditangkap Densus

“Setelah ada permintaan, baru dibahas melalui pertimbangan banyak ahli. Dari itu semua diproses, baru disimpulkan menjadi fatwa,” kata Ma’ruf Amin di Balai Sudirman, Jakarta, Selasa 31 Mei 2016.

Karena itu, kata dia, fatwa ini tidak tepat dianggap sebagai proyek MUI. Lembaga yang telah dibesut sejak Orde Baru tersebut, menolak penggunaan terminologi “pesanan” dalam fatwa haram curi listrik.

MUI Sulsel Keluarkan Fatwa Soal Pengantar Jenazah Anarkis

Dari informasi yang diperoleh MUI, angka pencurian listrik di Indonesia memang cukup meresahkan. Bahkan, tak jarang warga tidak menyadari bahwa melakukan sambungan listrik ilegal misalnya di area kaki lima adalah tindakan yang ilegal. Hal-hal itu dirasa MUI perlu digariskan, agar lebih jelas.

Karena itu, dalam Fatwa Haram MUI tentang Pencurian Listrik tertera, “setiap orang dilarang melakukan, membantu dengan segala bentuknya dan, atau membiarkan terjadinya pencurian energi listrik”.

PLN langsung menyambut positif, karena permintaannya diluluskan oleh MUI. General Manager (GM) PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang, Syamsul Huda mengatakan, fatwa tersebut menegaskan kembali bahwa sabotase listrik adalah penyalahgunaan yang setara dengan pencurian. Titah dari lembaga keagamaan diharapkan bisa efektif mengurangi pencurian listrik, salah satu problem perusahaan yang dipimpin Direktur Utama Sofyan Basir tersebut.

Syamsul mengatakan, selama ini ada empat modus pelanggaran dan pencurian listrik yang biasa dilakukan. Pertama, pelanggaran mengubah batas daya yang bisa dilakukan dengan merusak dan menghilangkan segel di alat pembatas KWH. Dengan kondisi demikian, maka daya listrik yang digunakan berpotensi tidak sesuai dengan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL).

Kedua, tidak memfungsikan alat pengukur dan merusak segel tera pada alat pengukur, sehingga  memengaruhi ukuran energi listrik yang sebenarnya. Ketiga, merusak segel di alat pembatas KWH dan merusak, atau menghilangkan segel tera.

Sementara itu, pelanggaran keempat, yaitu menggunakan listrik tanpa melewati alat pengukur dan alat pembatas daya. Modus itu biasa dilakukan dengan mencantolkan langsung ke tiang penerangan jalan umum.

Selanjutnya, alur lahirnya fatwa...

Masjid Istiqlal menggelar Salat Jumat berjarak dengan protokol kesehatan ketat

MUI: Tetangga Banyak Kena COVID-19, Salat Jumat Boleh Diganti Zuhur

Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 Tentang Panduan Ibadah di Tengah Pandemi COVDI-19 masih relevan untuk dijadikan pedoman bagi umat. Apalagi Omicron makin merebak

img_title
VIVA.co.id
4 Februari 2022