RSUD Bayu Asih Purwakarta Klarifikasi Sangkaan Penolakan Penanganan Bayi Prematur

Ilustrasi Bayi Baru Lahir
Sumber :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

VIVA – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bayu Asih Kabupaten Purwakarta angkat bicara terkait dugaan penolakan bayi prematur pada layanan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Plt. Direktur RSUD Bayu Asih Purwakarta, dr. Tri Muhammad Hani, MARS., MH(Kes) memberikan klarifikasi atas kejadian tersebut.

Kasus Temuan Mayat Bayi Tanah Abang, Polisi Tangkap Orang Tua

Seperti diketahui, pasien tiba sekitar pukul 02:24 WIB diantar dengan mobil ambulan desa didampingi bidan Klinik Mandiri dan ayah Pasien disertai membawa surat rujuk dari Rumah Sakit Swasta di Purwakarta. Setelah pemeriksaan, tujuan awal pasien dirujuk bukan RSUD Bayu Asih, melainkan Rumah Sakit Swasta Kelas B.

“Pasien dilayani dengan baik. Pasien datang dilakukan pemeriksaan oleh dokter jaga sesuai kegawatannya di ruang Triase dan dilakukan penanganan awal dengan pemberian oksigenasi,” ujar Tri, Selasa 16 April 2024.

Mayat Bayi Ditemukan Terbungkus Kardus di Tanah Abang, Diduga Dibuang Sang Ayah.

Berdasarkan kegawatan, pasien memerlukan perawatan ruang intensif bayi yang kemudian mendapat Surat Perintah Rawat Inap (SPRI) untuk masuk ke ruang ICU Neonatus karena bayi lahir prematur dengan kondisi paru-paru belum matang.

“Akibatnya bayi kekurangan oksigen dan tidak cukup hanya dengan pemberian oksigen melalui sungkup, melainkan harus dengan alat bantu pernafasan mekanis yang disebut ventilator,” terangnya.

5 Rekomendasi Makanan untuk Ibu Menyusui Agar ASI Lancar

Untuk diketahui, tindakan itu hanya bisa dilaksanakan di layanan ICU Neonatus atau NICU meski alat inkubator tersedia. Saat pasien tiba, kamar operasi tengah digunakan pasien operasi cesar sehingga semua alat terpakai.

“Akhirnya dokter jaga dan bidan memutuskan sementara pasien diobservasi sementara di ruang PONEK. Bayi dilakukan pemberian oksigen (O2) dan penghangat (Infant Warmer) serta dipasang alat saturasi Oksigen,” katanya.

Menurutnya, hasil observasi pasien, menunjukan bahwa pasien harus dibantu dengan ventilator selain pemasangan oksigen sungkup.

“Sehingga tidak ada jalan lain harus menggunakan alat ventilator yang mana kondisi di RSUD Bayu Asih semua unit ventilator terpakai. Akhirnya dokter jaga memberi edukasi dan motivasi kepada keluarga pasien untuk dirujuk ke RS lain yang peralatan ventilatornya tersedia,” katanya.

Pihaknya memastikan, pertimbangan dokter jaga dan bidan melakukan hal itu untuk menyelamatkan nyawa bayi jika tidak segera tertolong.

“Namun pihak keluarga masih tetap ingin dirawat dan dilayani di RSUD Bayu Asih. Dokter jaga akhirnya mengeluarkan rujukan ke dua RS Swasta di Purwakarta dengan harapan salah satunya tersedia alat ventilator,” katanya.

“Surat rujukan diberikan kepada bidan yang merujuk dan keluarga. Ternyata kami kemudian mendapat informasi, bahwa bayi tidak dibawa ke RS Swasta yang kami rujuk, akan tetapi dibawa pulang ke rumah,” tambahnya.

Kesimpulan :

  1. Tidak ada penolakan terhadap pasien bayi oleh petugas (dokter, bidan atau perawat) pada saat baru datang. Karena pasien tetap diperiksa dokter, diberi surat pengantar rawat inap bahkan sempat diobservasi di ruang PONEK dengan pemberian oksigen dan dipasang alat pemantau kadar oksigen.
  2. Tidak ada penolakan untuk merawat pasien bayi ini. Disebut penolakan jika fasilitas ada tetapi kami tidak mau merawat. Akan tetapi pada kasus ini yang terjadi adalah fasilitas peralatan yaitu ventilator memang tidak tersedia karena terpakai SEMUA.
  3. Tidak ada penolakan dari petugas, namun petugas memberi edukasi dan motivasi kepada keluarga bahwa pasien bayi ini perlu dirujuk ke RS lain yang memiliki alat ventilator.
  4. Dasar keputusan petugas merujuk adalah karena SEMUA alat ventilator terpakai sehingga pasien bayi harus dirujuk ke RS yang memiliki alat ventilator, sedangkan pasien bayi ini mutlak memerlukan alat ventilator dan tidak cukup dengan pemberian sungkup oksigen karena bisa tidak tertolong jika tanpa alat ventilator.
  5. Sistem komunikasi dan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan dalam kasus ini TIDAK BERJALAN dengan baik, karena tidak ada komunikasi untuk konfirmasi ketersediaan peralatan baik dari bidan perujuk ataupun dari RS Swasta yang menjadi tujuan awal pasien ini dirujuk kepada petugas yang berjaga 24 jam di PONEK IGD RSUD Bayu Asih.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya